Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Pengungkapan Kasus Orgysex

Psikolog: Pesta Seks yang Diinisiasi Warga Semarang Tak Sekadar Gangguan Mental, Ada Motif Ekonomi

Dosen Profesi Klinis Dewasa, Fakultas Psikologi SCU Semarang, Siswanto menilai munculnya kasus pesta seks tak sekadar urusan kesehatan mentak saja

Penulis: amanda rizqyana | Editor: Muhammad Olies
TribunJakarta.com/Annas Furqon Hakim
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro dan jajaran menunjukkan tersangka dan barang bukti kasus pesta seks dk hotel kawasan Semanggi, Jakarta Selatan, Selasa (12/9/2023). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Terungkapnya kasus orgysex atau pesta seks membuat heboh jagad maya.

Peristiwa itu memang terjadi di Semanggi, Jakarta, namun melibatkan warga Kecamatan Candisari Kota Semarang.

Bahkan rencananya kegiatan sejenis akan diadakan di Semarang dan Bali.

Dosen Profesi Klinis Dewasa, Fakultas Psikologi Soegijapranata Catholic University (SCU) Semarang, Dr. Siswanto, M.Si., menilai munculnya kasus pesta seks tak sekadar urusan kesehatan mental saja.

Namun ia melihat ada motif ekonomi di satu pihak, serta gegar budaya. 

Kondisi itu diperparah dengan tak mapannya nilai budaya lokal dari para pelaku.

"Selain itu keterbukaan informasi global dengan penetrasi budaya barat yang memang bebas, memberikan model yang nyata bagi para pelaku. Akhirnya terjadi seperti ini," kata Siswanto saat dihubungi Tribun Jateng pada Rabu (13/9/2023).

Baca juga: Tampang Pasutri Pembuat Acara Pesta Seks di Jaksel, Inisiator Warga Kota Semarang

Baca juga: Pasutri Ini Promosikan Pesta Seks demi Berhubungan Badan dengan Pasangan Lain

Baca juga: Blak-blakan Pasutri Lebih Bahagia Bercinta Rame-rame, Ikut Pesta Seks yang Diinisiasi Warga Semarang

Pada budaya barat, kegiatan tersebut tidak jadi masalah.

Namun budaya Indonesia memegang nilai ketimuran, perilaku tersebut menjadi masalah besar.

Menurut Siswanto, pelaku orgysex bukan mengalami gangguan secara kejiwaan, tetapi lebih pada proses penanaman nilai budaya lokal yang tidak terbentuk dengan baik.

Ia berharap munculnya perilaku menyimpang tersebut jangan kemudian disederhanakan dengan kurangnya pengajaran nilai agama.

Sebab penanaman agama yang tidak seimbang menurutnya justru bisa memicu kemunafikan pengikutnya dan berbagai problem kesehatan mental.

"Kita termasuk negara 5 besar di dunia yang angka kecemasan dan depresinya tertinggi di dunia," ungkapnya.

Untuk mengatasi ketimpangan dalam penetrasi nilai budaya lokal, menurutnya penanaman nilai ideal nya lebih dilakukan di lingkup keluarga.

Hal tersebut harus ditekankan terutama saat masih level anak-anak.

Orang tua yang harmonis, pengasuhan yang konsisten dan sehati antarorang tua akan membentuk seorang anak menjadi pribadi dengan nilai budaya yang kuat. 

"Bila diteliti lebih lanjut secara psikologis, para pelaku berasal dari keluarga yang bermasalah dalam hal penanaman nilai," tegasnya.

Ketika ditanya apakah pesta seksual merupakan bagian dari penyimpangan seksual, Siswanto menampik anggapan tersebut.

Menurutnya pesta seksual merupakan perang budaya, ketika di budaya barat sudah merupakan hal yang lumrah dan merupakan bagian dari variasi seksual. Sementara di wilayah sebaliknya masih menjadi hal yang tabu.

Menurutnya, munculnya perilaku ini juga merupakan dampak dari tidak diperkenalkannya pendidikan seksual pada anak di Indonesia sejak dini. Siswanto menilai pendidikan seksual pada anak masih lemah.

"Pesta seks tidak terkait tren maupun penyakit mental atau kelainan mental atau kelainan seksual," jelasnya.

Ia pun memberikan anjuran agar berhati-hati dalam memberikan label atau stigma gangguan mental.

Tidak semua perilaku yang berbeda budaya terkait gangguan mental. (arh)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved