Penganiayaan Santri di Pekalongan
BREAKING NEWS: 14 Santri di Ponpes Muhammadiyah Boarding School Assalam Pekalongan Aniaya RG
Sebanyak 14 santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Muhammadiyah Boarding School Assalam Kajen, Kabupaten Pekalongan,
Penulis: Indra Dwi Purnomo | Editor: galih permadi
TRIBUNJATENG.COM, KAJEN - Sebanyak 14 santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Muhammadiyah Boarding School Assalam Kajen, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah menganiaya juniornya.
Pelaku merupakan senior dan juga setingkat dengan korban.
Kasus ini terjadi pada Sabtu (9/9/2023) malam. Setelah para santri usai kegiatan latihan muhadhoroh (dakwah lisan) di ponpes tersebut.
Korban pengeroyokan ialah RG (13), santri kelas VII, warga Kecamatan Wonokerto, Kabupaten Pekalongan, yang baru empat bulan mondok di sana.
Musyrif (ustaz) ponpes MBS Assalam Mirzam Arya Maulana (21) menceritakan, sebelumnya korban sempat terlibat perkelahian dengan salah seorang seniornya pada Kamis (7/9/2023).
Kemudian, usai muhadhoroh keduanya sudah didamaikan saat itu juga.
"Saya sendiri yang mendamaikan. Masalahnya karena mereka saling ejek. Yang senior bilang, karena korban kurang ajar dan tidak sopan, sementara RG bilang itu bermula karena seniornya mengejek."
"Tapi kemudian, sudah maaf-maafan dan salaman," kata Musyrif (ustaz) ponpes MBS Assalam Mirzam Arya Maulana, Kamis (21/9/2023).
Namun demikian, ternyata perdamaian itu belum tuntas. Senior tersebut masih menyimpan dendam.
Kemudian, senior tersebut nyuruh salah satu siswa se-angkatan korban yang punya dendam juga dengan si korban untuk memulai perkelahian dulu dengan korban.
"Ada empat belas orang yang terlibat mengeroyok itu ialah mereka yang sudah lama kesal dengan korban atas perilaku dan sikapnya di ponpes," imbuhnya.
Ia mengatakan, lokasi pengeroyokan itu di kamar kelas 8. Korban diajak sama teman satu angkatannya ke kamar kelas 8 dengan alasan mau dikasih jajan.
Orang yang bawa korban kesana ini juga tidak suka dengan korban. Jadi, dari pengakuan para pelaku, memang banyak yang gak suka dengan korban.
"Kejadian itu di dalam kamar, lampu dimatikan, pintu ditutup. Kamar itu lokasinya di belakang, paling pojok. Sementara ustad tidak pada tahu karena posisinya berada di kantor."
"Jadi itu memang bukan jam pemantauan ustad, itu jam istirahat. Jadi gak tau para ustad disini, karena kan tadinya pas kegiatan gak ada apa-apa, kok kemudian terjadi seperti itu. Sementara posisinya jauh, suara juga gak sampai ke kantor," ucapnya.
Ia menjelaskan, saat kejadian sebenarnya hanya dua orang yang memukul korban.
Namun beberapa santri lain bukannya melerai, malah ikut memukuli.
Salah satu bahkan mematikan lampu kamar saat pengeroyokan. Pintu kamar juga ditutup.
"Jadi tidak direncanakan oleh para pelaku untuk mengeroyok, tapi karena katanya pada kesal dengan korban, jadi pas ada yang mukuli mereka malah ikut," jelasnya.
Saat ini korban sudah pulang ke rumahnya, dan korban masih belum mau berangkat ke ponpes.
Sementara itu, untuk para santri yang diduga terlibat pengeroyokan telah diberi sanksi oleh ponpes.
"Sanksinya dicukur gundul dan diminta membersihkan lingkungan ponpes," tambahnya.
Mundzir (Kepala) Muhammadiyah Boarding School (MBS) Kajen Zaenudin membenarkan adanya kejadian tersebut, dan pihaknya sudah mendatangi ke rumah korban sebanyak dua kali.
"Kami sudah sampaikan permohonan maaf kepada orang tua korban, karena bagaimanapun ini kelengahan kami," katanya.
Kemudian, upaya dari ponpes dan badan pembina pesantren dari unsur pimpinan cabang Kajen, langsung menuju ke rumah korban.
Selanjutnya, orang tua dari santri-santri, baik yang sekelas maupun yang senior yang diberitakan melakukan pemukulan, ini sudah diundang ke sekolah bersama dengan anaknya.
"Anaknya pun sudah kami minta untuk minta maaf kepada orang tuanya dan kita buatkan surat pernyataan untuk tidak melakukan kesalahan itu lagi, kalau melakukan kesalahan tentu akan mendapatkan sanksi yang lebih berat, bisa dikeluarkan dari pesantren," imbuhnya.
Terkait dengan kasus ini, pihaknya berupaya agar kedua belah pihak bisa berdamai, khususnya anak. Karena dampak psikologis, trauma, takut, dan lain sebagainya.
"Saya menginginkan, di antara mereka tidak ada lagi rasa ketakutan. Pelaku pun nanti setelah selesai masalahnya tidak ada rasa takut, korban pun juga tidak dihantui rasa ketakutan. Sebisa mungkin ya untuk kebaikan kedua-duanya," katanya.
Kejadian ini, menurutnya baru sekali ini terjadi. Sebelumnya ada, tapi hanya sebatas cek-cok biasa antar santri dan selalu bisa diatasi.
Korban, saat ini belum berangkat, dan pihaknya juga sudah sampaikan kepada yang bersangkutan, kalau sudah kembali sehat, segera untuk sekolah lagi.
"Tapi jawabannya, katanya belum begitu fit dan masih butuh waktu untuk istirahat, untuk pemulihan."
"Selanjutnya, kami serahkan ke orang tuanya, kalau memang masih mempercayai belajar di MBS ini juga kami terima, kalau sudah tidak lagi nyaman, barangkali kalau ingin pindah pun, juga tidak masalah. Kita layani," tambahnya.
Kasus ini kini sedang ditangani kepolisian. Kasatreskrim Polres Pekalongan AKP Isnovim mengatakan, pihaknya sudah menerima aduan dari keluarga korban pada Minggu (10/9/2023).
"Kami sudah ambil keterangan ibu dan anak korban kemarin, lalu selanjutnya para saksi, sampai nanti mengarah ke siapa pelakunya," katanya.
Untuk saat ini, anggota dari unit PPA Polres Pekalongan masih dalam penyelidikan, untuk proses awal bahwa korban pengaduan sempat dipukuli sama teman-teman di Ponpes itu.
"Belum tahu, berapa yang mukuli nanti kita cocokan dengan dalam pemeriksaan," imbuhnya.
Secara fisik, AKP Isnovim ada memar-memar pada korban. Sudah periksa ke rumah sakit, namun hasil visum belum keluar.
Pihaknya pun belum bisa menyimpulkan berapa orang yang terlibat pengeroyokan.
"Kita belum tahu, soal senior memukuli informasi itu, karena belum melakukan pemeriksaan. Tunggu ya," tambahnya. (Dro)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.