Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Tanda Tangan Perbaikan Permohonan di MK Dipersoalkan, Ini Jawaban Kuasa Hukum Almas Tsaqibbirru

Kuasa Hukum Almas Tsaqibbirru, Arif Sahudi, mengungkapkan perihal dokumen perbaikan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang tidak ditandatangani.

TribunJateng.com/Muhammad Sholekan
Kuasa Hukum Pemohon Almas Tsaqibbirru, Arif Sahudi saat memberikan keterangan terkait gugatan soal kode etik hakim MK yang diperiksa MKMK, Jumat (3/11/2023). 

TRIBUNJATENG.COM, SOLO - Kuasa Hukum Almas Tsaqibbirru, Arif Sahudi, mengungkapkan perihal dokumen perbaikan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang tidak ditandatangani oleh pemohon, maupun kuasa hukum.

Menurutnya, sidang dilaksanakan secara online, sejak pendaftaran hingga putusan. Dokumen fisik dikirim melalui Kantor POS, sementara untuk soft file dikirim melalui email atau online.

"Sidang pertama tanggal 5 (September), ada perbaikan. Tanggal 13 kita lakulan perbaikan, lalu kita kirim baik hardfile maupun softfile. Di situ permasalahan muncul, kita kirim biasanya dua, berupa (file dengan format) Microsoft Word dan PDF," ucap Arif, Jumat (13/11/2023).

Karena belum ada konfirmasi atas pengiriman tanggal 13 September itu, lanjut Arif, pihaknya kembali mengirim dokumen ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 19 September, namun belum terkonfirmasi.

"Dari pihak sana (MK) menghubungi untuk mengirimkan ke WA pusat IT MK, akhirnya masuk (tanggal 20 September). Saat sidang ditanyakan yang mulia (hakim konstitusi) 'kok ini belum'', saya sampaikan sudah. Kemudian dicek lagi ternyata sudah. Jadi secara administrasi sudah tidak ada masalah," kata Arif.

Setelah permohonannya dikabulkan sebagian, yakni terkait batas usia pencalonan capres dan cawapres, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Indonesia (PBHI) menilai ada dugaan pelanggaran kode etik Ketua MK Anwar Usman cs di Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Salah satu bukti yang dilampirkan dalam gugatan dugaan pelanggaran kode etik itu, adalah permohonan perbaikan yang diserahkan oleh pemohon tidak ditandatangani oleh kuasa hukum pemohon ataupun pemohon.

"Pasti (yang dimasalahkan) adalah file yang Ms. Word. Karena tidak mungkin ada tandatangannya. Kenapa di Ms. Word tidak bisa ditandatangani, yang bisa menjawab yang membuat sistem. Setahu saya berkas Ms. Word tidak bisa ditandatangi, bisanya (scan) PDF," tuturnya.

Sementara, terkait penggunaan tandatangan digital, Arif menuturkan, yang diminta adalah tandatangan basah. Dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 itu, yang persoalkan bukan tandatangan digital atau tidak digital.

Dia berpesan kepada pelapor agar berhati-hati dalam membaca berkas. Terlebih berkas tersebut untuk materi pelaporan.

"Sebelum menyampaikan laporan, perlu mempelajari detail hukum acara MK. Saya menduga, pelapor belum pernah sidang. Kita ada rekam pembicaraan kita dengan MK, cek-cekan data semua ada. Bisa dicek semua ada," tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved