Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Konflik Israel vs Palestina

Pilu Jurnalis di Gaza, Sedang Meliput Korban, Tak Tahunya 4 Anaknya Tewas Karena Serangan Israel

Kisah pilu dialami seorang jurnalis yang tinggal dan bertugas di Jalur Gaza, Mohammed Alaloul (37).

Editor: rival al manaf
Muhammad Faiq / AFP
Anak-anak memeriksa kerusakan di dalam sekolah yang dikelola PBB di kamp pengungsi Al-Maghazi di Jalur Gaza tengah, sehari setelah sedikitnya 6 orang tewas dalam serangan Israel, pada 18 Oktober 2023. Puluhan orang, termasuk Staf UNRWA terluka dan sekolah mengalami kerusakan struktural yang parah, kata badan PBB untuk pengungsi Palestina. 

TRIBUNJATENG.COM - Kisah pilu dialami seorang jurnalis yang tinggal dan bertugas di Jalur Gaza, Mohammed Alaloul (37).

Ketika sedang meliput korban serangan Israel, ia justru mendapat kabar duka 4 anaknya juga jadi korban tewas serangan.

Alaloul mengalami pengalaman pahit selama serangan Israel yang membabi buta ke wilayah Palestina tersebut.

Baca juga: Netanyahu Nyatakan Israel Akan Ambilalih Keamanan Gaza setelah Perang Berakhir

Baca juga: Gaza Makin Mencekam, Israel Target Bombardir 450 Tempat Persembunyian Hamas Dalam 48 Jam

Videografer yang bekerja untuk kantor berita Turkiye, Anadolu, itu bukan hanya harus menyaksikan kematian anak-anak orang lain akibat pengeboman Israel, melainkan juga anak-anaknya sendiri.

"(Kemarin) Saya menangis di belakang kamera saya melihat anak-anak orang lain tiada."

"Hari ini, sayalah yang kehilangan anak-anak saya," ucap Alaloul kepada AFP, Minggu (5/11/2023).

Empat anak Alaloul meninggal dunia akibat serangan Israel yang mengenai kamp pengungsi Al-Maghazi pada Sabtu (4/11/2023) malam.

Menurut Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikelola Hamas, serangan Israel yang menyebabkan hancurnya tujuh bangunan bertingkat di kamp pengungsi Al-Maghazi itu total menewaskan 45 orang.

Di antara mereka yang tewas, ada juga empat saudara laki-laki Alaloul dan beberapa keponakannya.

Saat kejadian, Alaloul tengan meliput serangan Israel di tempat lain. 

"Sepupu saya menelepon saya untuk memberi tahu saya bahwa rumah saya telah hancur dalam serangan terhadap bangunan tetangga," jelas dia.

"Di rumah saya, tidak ada seorang pun yang menjadi anggota kelompok bersenjata. Tapi hari ini, saya hanya menyisakan istri dan satu anak laki-laki saya," katanya.

Alaloul menyebut, di antara anak-anaknya yang tewas, tiga adalah laki-laki dan seorang anak perempuan.

Sebelumnya, ia padahal sudah menjanjikan kepada mereka kehadiran seorang adik perempuan secepatnya.

Gaza telah dibombardir tanpa henti oleh Israel sejak kelompok Hamas menyerbu dari wilayah tersebut pada 7 Oktober.

Lebih dari 10.000 warga Palestina dilaporkan telah terbunuh dalam respons Israel terhadap serangan Hamas.

Israel mengatakan bahwa mereka bertujuan untuk menghancurkan Hamas dan menyelamatkan lebih dari 200 sandera yang diyakini ditahan di Gaza.

Setelah serangan terakhir, tetangga Alaloul, Said al-Najma, dan puluhan warga lainnya langsung berupaya membersihkan puing-puing untuk menemukan korban yang selamat.

Mereka mencari di antara lempengan-lempengan beton yang berjatuhan dan berlumuran darah.

Namun, seringkali yang mereka temukan hanyalah mayat atau potongan-potongan tubuh.

"Kami tidak punya apa-apa untuk mencari atau membersihkan reruntuhan," kata Najma.

Kadang-kadang dalam pencarian ini, ada harapan. Ketika seseorang ditarik dari bawah reruntuhan dalam keadaan hidup, warga akan langsung membawa mereka melewati puing-puing ke mobil dan bergegas membawanya ke rumah sakit terdekat.

Namun lebih sering, mereka yang berada di bawah reruntuhan sudah meninggal, dan jenazahnya dengan cepat ditutupi.

"Anda akan membutuhkan buldoser untuk menghancurkan tembok-tembok yang masih berdiri agar para penggali dapat mengakses dan mengeluarkan korban yang tewas dan terluka," ujar seorang warga, Abu Chandi Samaan (55)m yang telah mengais-ngais reruntuhan.

Dia berucap, di atas segalanya, yang paling membantu adalah diakhirinya perang ini.

"(Namun) Tidak ada yang menyuruh Israel untuk berhenti," keluhnya.

"Sementara kami tidak memiliki air, makanan, atau apa pun yang Anda butuhkan untuk bertahan hidup.

Orang-orang yang masih hidup di sini adalah mereka yang tidak diinginkan oleh kematian," ucap dia. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jurnalis di Gaza: Kemarin Saya Menangisi Anak Orang Lain Tiada, Hari Ini Sayalah yang Kehilangan"

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved