Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jakarta

Pengungsi Rohingya di RI Diduga Terkait Perdagangan Orang, okowi Minta Pelaku TPPO Ditindak Tegas

Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara terkait banyaknya pengungsi Rohingya yang masuk ke Indonesia.

AFP
Pengungsi Rohingya yang baru tiba kembali ke perahu setelah masyarakat setempat memutuskan untuk mengizinkan mereka sementara mendarat untuk mendapatkan air dan makanan di Ulee Madon, provinsi Aceh, Indonesia, pada 16 November 2023. Sekitar 250 pengungsi Rohingya mencapai Indonesia bagian barat dengan perahu kayu yang penuh sesak pada 16 November 2023, sehingga jumlah pengungsi yang dilaporkan oleh pejabat setempat tiba pada minggu ini menjadi hampir 600 orang. (Photo by amanda jufrian / AFP) 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara terkait banyaknya pengungsi Rohingya yang masuk ke Indonesia.

Presiden menduga adanya keterlibatan jaringan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dalam masuknya pengungsi Rohingya ke Indonesia.

"Saya memperoleh laporan mengenai pengungsi Rohingya yang semakin banyak yang masuk ke wilayah Indoensia terutama Provinsi Aceh.

Terdapat dugaan kuat ada keterlibatan jaringan TPPO dalam arus pengungsian ini," kata Jokowi dalam pernyataan persnya, Jumat,(8/12).

Pemerintah Indonesia, kata Jokowi, akan menindak tegas pelaku TPPO tersebut. Meskipun demikian kata Jokowi, pemerintah Indonesia akan memberikan bantuan kepada pengungsi.

"Bantuan kemanusiaan sementara kepada pengungsi akan diberikan mengutamakan kepentingan masyarakat lokal," katanya.

Untuk menangani permasalahan pengungsi Rohingya, Jokowi mengatakan akan terus berkoordinasi dengan organisasi internasional.Sebelumnya Badan PBB untuk urusan Pengungsi UNHCR meminta Indonesia memberikan bantuan kepada 341 pengungsi Rohingya.

Saat ini, perahu ketiga yang membawa sekitar 200 pengungsi Rohingya belum diizinkan untuk mendarat dan tetap berada di lepas pantai Aceh.

Padahal menurut UNHCR, mereka membutuhkan makanan, air, dan perhatian medis - termasuk sejumlah besar perempuan dan anak-anak.

"UNHCR sekali lagi meminta Indonesia untuk segera bertindak untuk memungkinkan pendaratan dan menyediakan bantuan penyelamatan jiwa kepada individu-individu ini," kata Kepala Perwakilan UNHCR di Indonesia Ann Maymann dalam keterangannya beberapa waktu lalu.

UNHCR meminta agar kepedulian dan keramahan diberikan secara berkelanjutan untuk mendukung pendaratan perahu lain yang mungkin akan datang, termasuk perahu ketiga yang saat ini terombang ambing di lepas pantai Aceh.

"Dengan mengizinkan pendaratan aman kepada sekitar 341 pengungsi Rohingya, yang tiba dengan dua perahu terpisah antara tanggal 14 dan 15 November, Indonesia telah menunjukkan solidaritas dan jiwa kemanusiaan yang kuat," jelas Ann.

UNHCR dan para mitra telah berada di lokasi pendaratan, bekerja sama erat dengan pihak berwenang untuk memberikan perlindungan dan bantuan kepada mereka yang telah mendarat, termasuk banyak perempuan dan anak-anak.

UNHCR dan para mitra siap juga mendukung masyarakat dan pihak berwenang setempat untuk menanggapi kebutuhan mereka yang munkin mendarat di waktu mendatang.

Selain perahu yang saat ini masih dalam kesulitan, laporan menunjukkan bahwa setidaknya satu perahu lain mungkin berada di laut.

Kemungkinan lebih banyak kapal akan berangkat dari Bangladesh dan Myanmar dalam waktu dekat, karena pengungsi Rohingya terus mencari keamanan dan perlindungan.

"Para pengungsi Rohingya sekali lagi mengambil risiko yang mempertaruhkan nyawa dalam mencari solusi," kata dia.

Perjalanan berbahaya dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki peluang dan yang telah kehilangan harapan.

Saat krisis global semakin meningkat dan sumber daya kemanusiaan semakin berkurang, semua orang harus segera bertindak untuk menyelamatkan nyawa, dan juga segera memperluas solusi.

Lalu, bagaimana respons Indonesia?

Kementerian Luar Negeri (Kemlu RI) menyatakan, Indonesia tidak memiliki kewajiban menampung pengungsi berdasarkan Konvensi Pengungsi 1951.

"Yang jelas Indonesia bukan Pihak pada Konvensi Pengungsi 1951. Karena itu Indonesia tidak memiliki kewajiban dan kapasitas untuk menampung pengungsi, apalagi untuk memberikan solusi permanen bagi para pengungsi tersebut," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Lalu M Iqbal.

Ia menjelaskan, adapun pertolongan yang diberikan pemerintah Indonesia yaitu penampungan itu semata-mata karena alasan kemanusiaan."Ironisnya banyak negara pihak pada konvensi justru menutup pintu dan bahkan menerapkan kebijakan push back terhadap para pengungsi itu," ungkap dia.

Lalu Iqbal menjelaskan bahwa dari penanganan selama ini teridentifikasi kebaikan Indonesia memberikan penampungan sementara banyak dimanfaatkan oleh jaringan penyelundup manusia.

"People-smuggler yang mencari keuntungan finansial dari para pengungsi tanpa peduli resiko tinggi yang dihadapi oleh para pengungsi, khususnya kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak. Bahkan banyak diantara mereka terindentifikasi korban TPPO," jelas Iqbal.(Tribun Network/fik/wly)

Baca juga: Nasib Akhir Mahasiswi STIE Berbuat Mesum Saat Ujian Semester Daring, Tak Sadar Video Zoom Masih On

Baca juga: PSIS Gagal Taklukkan Borneo FC di Stadion Segiri, Laga Selanjutnya Jamu Madura United

Baca juga: Purlali Sopir Truk yang Diterjang Banjir di Sungai Pekacangan Purbalingga Ditemukan Sudah Jadi Mayat

Baca juga: Buah Bibir : Pevita Pearce Bagi-bagi Tips Menjadi Solopreneur

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved