Puisi
5 Puisi Amir Hamzah: Taman Dunia, Padamu Jua hingga Doa
Berikut ini kumpulan 5 puisi milik Amir Hamzah mulai dari Taman Dunia, Padamu Jua hingga Doa. 1. Taman Dunia 2. Padamu Jua
Penulis: Awaliyah P | Editor: galih permadi
5 Puisi Amir Hamzah: Taman Dunia, Padamu Jua hingga Doa
TRIBUNJATENG.COM - Berikut ini kumpulan 5 puisi milik Amir Hamzah mulai dari Taman Dunia, Padamu Jua hingga Doa.
1. Taman Dunia
Kau masukkan aku kedalam taman-dunia, kekasihku!
Kaupimpin jariku, kautunjukkan bunga tertawa; kuntum tersenyum.
Kau tundukkan haluku tegak, mencium wangi tersembunyi sepi.
Kaugemelaikan di pipiku rindu daun beldu melunak lemah.
Tercengang aku, takjub, terdiam.
Berbisik engkau:
"Taman swarga, taman swarga mutiara rupa".
Engkaupun lenyap.
Termanggu aku gilakan rupa.
2. Padamu Jua
Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu
Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia, selalu
Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa
Dimana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati
Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dengan lepas
Nanar aku, gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara dibalik tirai
Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu - bukan giliranku
Mati hari - bukan kawanku...
3. Hanya Satu
Timbul niat dalam kalbumu:
Terban hujan, ungkai badai
Terendam karam
Runtuh ripuk tamanmu rampak
Manusia kecil lintang pukang
Lari terbang jatuh duduk
Air naik tetap terus
Tumbang bungkar pokok purba
Teriak riuh redam terbelam
Dalam gagap gempita guruh
Kilau kilat membelah gelap
Lidah api menjulang tinggi
Terapung naik jung bertudung
Tempat berteduh nuh kekasihmu
Bebas lepas lelang lapang
Ditengah gelisah, swara sentosa
Bersemayam sempana di jemala gembala
Juriat jelita bapaku iberahim
Keturunan intan dua cahaya
Pancaran putera berlainan bonda.
Kini kami bertikai pangkai
Diantara dua, mana mutiara
Jauhari ahli lalai menilai
Lengah langsung melewat abad
Aduh kekasihku
Padaku semua tiada berguna
Hanya satu kutunggu hasrat
Merasa dikau dekat rapat
Serupa musa dipuncak tursina.
4. Batu Belah
(kabaran)
Dalam rimba rumah sebuah
Teratak bambu terlampau tua
Angin menyusup di lubang tepas
Bergulung naik di sudut sunyi.
Kayu tua membetul tinggi
Membukak puncak jauh diatas
Bagai perarakan melintas negeri
Payung menaung jemala raja
Ibu bapa beranak seorang
Manja bena terada-ada
Lagu lagak tiada disangkak
Mana tempat ibu meminta
Telur kemahang minta carikan
Untuk lauk di nasi sejuk
Tiada sayang;
Dalam rimba telur kemahang
Mana daya ibu mencari
Mana tempat ibu meminta
Anak lasak mengisak panjang
Menyabak merunta mengguling diri
Kasihan ibu berhancur hati
Lemah jiwa karena cinta
Dengar.........dengar !
Dari jauh suara sayup
Mengalun sampai memecah sepi
Menyata rupa mengasing kata
Rang... rang... rangkup
Rang... rang... rangkup
Batu belah batu bertangkup
Ngeri berbunyi berganda kali.
Diam ibu berpikir panjang
Lupa anak menangis hampir
Kalau begini susahnya hidup
Biar ditelan batu bertangkup
Kembali pula suara bergelora
Bagai ombak datang menampar
Macam sorak semarai rampai
Karena ada hati berbimbang
Menyahut ibu sambil tersedu
Melagu langsing suara susah:
Batu belah batu bertangkup
Batu tepian tempat mandi
Insya Allah tiadaku takut
Sudah demikian kuperbuat janji
Bangkit bonda berjalan pelan
Tangis anak bertambah kuat
Rasa risau bermaharajalela
Mengangkat kaki melangkah cepat
Jauh ibu lenyap di mata
Timbul takut di hati kecil
Gelombang bimbang mengharu fikir
Berkata jiwa menanya bonda
Lekas pantas memburu ibu
Sambil tersedu rindu berseru
Dari sisi suara sampai
Suara raya batu bertangkup
Lompat ibu ke mulut batu
Besar terbuka menunggu mangsa
Tutup terkatup mulut ternganga
Berderak-derik tulang-belulang
Terbuka pula, merah basah
Mulut maut menunggu mangsa
Lapar lebar tercingah pangah
Meraung riang mengecap sedap…
Tiba dara kecil sendu
Menangis pedih mencari ibu
Terlihat cerah darah merah
Mengerti hati bonda tiada
Melompat dara kecil sendu
Menurut hati menaruh rindu...
Batu belah, batu bertangkup
Batu tepian tempat mandi
Insya Allah tiadaku takut
Sudah demikian kuperbuat janji.
5. Doa
Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?
Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik,
setelah menghalaukan panas terik.
Angin malam mengembus lemah, menyejuk badan, melambung
rasa menayang pikir, membawa angan kebawah kursimu.
Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya.
Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap-malam
menyirak kelopak.
Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan
cahayamu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar gelakku
rayu!
(*)
10 Puisi Kemerdekaan Karya Penyair Indonesia, Cocok untuk 17 Agustus dan Perayaan HUT Ke-80 RI |
![]() |
---|
Puisi Sapardi Djoko Damono: Hujan Bulan Juni |
![]() |
---|
Puisi Sapardi Djoko Damono: Berjalan ke Barat Waktu Pagi Hari |
![]() |
---|
5 Puisi Hari Ibu 22 Desember 2024, Karya Joko Pinurbo, Wiji Thukul hingga Sapardi Djoko Damono |
![]() |
---|
Puisi Adegan Film: Burung Gereja Karya Bernard Batubara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.