Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Hukum dan Kriminal

"Disantet. Biasanya seperti Jepara dan Demak" Cerita Pejuang HAM Semarang saat Dampingi Korban

Para pendamping hukum di Jawa Tengah masih rentan terhadap intimidasi. Pendamping hukum dari lembaganya ini beberapa kali mendapatkan intimidasi

Penulis: iwan Arifianto | Editor: Muhammad Olies
Tribun Jateng/ Iwan Arifianto. 
Direktur LBH APIK Semarang Raden Rara Ayu Hermawati Sasongko saat ditemui dalam rilis laporan Catahu 2023 di Gedung Monod Diephuis, Jalan Kepodang, kawasan Kota Lama, Kota Semarang, Kamis (21/12/2023).  

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Para pendamping hukum di Jawa Tengah masih rentan terhadap intimidasi

Seperti yang dialami aktivis dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Semarang.

Pendamping hukum dari lembaganya ini beberapa kali mendapatkan intimidasi baik fisik maupun gaib. 

"Kami di tahun ini mendapatkan intimidasi kurang dari 10 kali, ada satu ancaman secara gaib berupa disantet. Kami sebelumnya tak percaya, tapi hal itu masuk ancaman meskipun di luar logika," kata Direktur LBH APIK Semarang Raden Rara Ayu Hermawati Sasongko selepas rilis laporan Catahu 2023 di Gedung Monod Diephuis, Jalan Kepodang, kawasan Kota Lama, Kota Semarang, Kamis (21/12/2023).

Baca juga: LBH APIK Semarang Perkuat Layanan Bagi Korban Kekerasan Berbasis Gender

Jumlah ancaman atau intimidasi yang dialami lembaganya menurun dibandingkan tahun kemarin yang di angka 15 kasus intimidasi

Bentuk ancaman masih serupa yakni digeruduk kantornya supaya tak mendampingi korban. 

Berikutnya, ancaman kekerasan berupa dipukul hingga ancaman gaib berupa disantet maupun kegiatan mistis lainnya seperti kendaraan pendamping diberi tanah kuburan dan bunga-bungaan.

"Biasanya kami masih menemukan praktik seperti itu (ancaman gaib) ketika mendampingi korban di daerah pelosok seperti Jepara dan Demak," bebernya.

Belajar dari bentuk-bentuk ancaman itu, lanjut dia, pihaknya sekarang sudah memasang perangkat kamera CCTV di kantornya.

Selanjutnya mengikutsertakan para pendamping dalam pelatihan perlindungan bagi perempuan pembela HAM. 

Tak lupa, bekerjasama dengan pengurus RT/ RW di kawasan kantornya ketika ada tamu tak dikenal.

"Tahun depan kami juga belajar memadamkan api sehingga ketika kebakaran kami bisa mengatasinya terutama penggunaan alat pemadam api ringan (APAR)," jelasnya. 

Ia menambahkan, kondisi tersebut memang harus dialami pendamping hukum korban atau pembela HAM. 

Belum lagi ketika mereka mengalami kejadian tak terduga seperti kecelakaan maupun kerusakan kendaraan harus ditanggung secara mandiri. 

"Keterbatasan itu seharusnya pemerintah mengupayakan untuk membuat Undang-undang  perlindungan perempuan pejuang HAM," ungkapnya. (iwn)

 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved