Konflik Laut Merah Dongkrak Tarif Logistik, Harga Produk bakal Naik
harga jual produk ke konsumen akan meningkat seiring dengan adanya kenaikan biaya angkut logistik.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Konflik yang terjadi Laut Merah kini membuat tarif logistik pengiriman kapal meningkat. Hal itu berimbas pada kinerja ekspor dan impor yang dilakukan sejumlah industri di Indonesia.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Mahendra Rianto menyatakan, dampak dari konflik Laut Merah membuat sejumlah shipping line atau perusahaan pelayaran mengubah rutenya menjadi lebih jauh demi menghindari serangan di daerah konflik.
Perubahan rute itu menyebabkan ongkos kirim logistik atau freight cost naik 40-50 persen, baik untuk barang ekspor maupun impor. "Bahkan kalau dalam keadaan sibuk, ongkos kirimnya bisa naik hingga 100 persen," katanya, kepada Kontan, Jumat (26/1).
Menurut dia, beberapa perusahaan pelayaran kini melewati Afrika Selatan untuk menghindari Laut Merah. Rute itupun menambah jarak tempuh, sehingga biaya transportasi menjadi naik.
Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners’ Association (INSA), Carmelita Hartoto melihat konflik Laut Merah itu semakin meningkatkan ketidakpastian di 2024.
Pasalnya, dampak dari konflik Laut Merah sangat signifikan terhadap pelayaran dunia, mulai dari tertundanya waktu pengiriman barang Asia ke Eropa, naiknya biaya operasional seperti bunker karena kapal menghindari Laut Merah, dan meningkatkan konsumsi bahan bakar.
Ditambah lagi potensi naiknya asuransi kapal karena kondisi pelayaran yang tidak aman. "Ongkos kirim kapal global dari Asia ke Eropa ikut terdorong naik sekitar 53 persen sampai 63 persen," tuturnya, kepada Kontan, Jumat (26/1).
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), Benny Soetrisno menjelaskan, harga jual produk ke konsumen akan meningkat seiring dengan adanya kenaikan biaya angkut logistik. Kendati demikian, kenaikan harga jual itu tergantung kesepakatan antara pembeli dan penjual.
"Pasti ada kenaikan harga jual, karena ada biaya angkut yang bertambah. Tapi ini tergantung hubungan produsen dengan pembeli," ujarnya, kepada Kontan, Jumat (26/1).
Menurut dia, perubahan rute kapal untuk menghindari konflik akan memakan waktu minimal 10 hari lebih lama, sehingga ada tambahan ongkos kirim sekitar 15 persen.
"Kalau (biaya pengiriman-Red) dengan ukuran kontainer 20 feet biasanya 3.250 dollar AS, sekarang bisa 4.000 dollar AS," jelasnya.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta menyatakan, dampak dari konflik Laut Merah bakal menambah tantangan ekspor di industri manufaktur dan industri tekstil produk tekstil (TPT), setelah sebelumnya konsumsi TPT untuk pasar Eropa turun.
"Sebetulnya meski ekspornya sedang mengalami tekanan, untuk produk tertentu yang khusus, kita masih bisa ekspor. Hanya dengan kenaikan ongkos kirim ini menambah tekanan, dan ini kan harga internasional," bebernya.
Daya saing berkurang
Dia menambahkan, adanya konflik tersebut tentunya membuat daya saing produk ekspor akan berkurang. Pasalnya, posisi geografis Indonesia paling jauh dari dataran Eropa dibandingkan dengan negara-negara pesaing. "Jadi otomatis tambahan freight cost-nya paling tinggi," ucapnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.