Kendaraan BBM Diprediksi Terus Menyusut hingga 50 Persen di 2040
kendaraan ICE semakin ditinggalkan seiring dengan beralihnya para pengguna kendaraan berbasis BBM menuju kendaraan yang lebih ramah lingkungan.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memprediksi penggunaan kendaraan bermotor berbasis bahan bakar minyak (BBM) bakal terus berkurang.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri, Agus Tjahajana mengatakan, penggunaan kendaraan dengan sistem Internal Combustion Engine (ICE) akan terus berkurang secara persentase, yakni diperkirakan berada di angka 40-50 persen pada 2040.
Menurut dia, kendaraan ICE semakin ditinggalkan seiring dengan beralihnya para pengguna kendaraan berbasis BBM menuju kendaraan yang lebih ramah lingkungan.
"Transisi energi ini akhirnya akan membuat kita harus menentukan jenis-jenis kendaraan baru. Sehingga, internal combustion engine itu akan berkurang. Forecast di 2040 tinggal 50 persen, malah ada yang bilang tinggal 40 persen, dan sisanya itu adalah kendaraan-kendaraan yang ramah lingkungan," katanya, di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (26/1).
Agus menuturkan, jenis-jenis kendaraan ramah lingkungan bervariasi. Ada yang masih menerapkan mesin hybrid, yakni kendaraan yang menggunakan sistem penggerak dengan dua sumber energi, yaitu bahan bakar yang diolah pada mesin pembakaran dalam dan listrik dari baterai.
Ada pula kendaraan yang sepenuhnya berbasis listrik, yang sumber energinya bersumber dari baterai. "Di ramah lingkungan itu ada macam-macam. Ada EV, ada yang hybrid, dan baterai macam-macam," paparnya.
Dalam kesempatan tersebut, Agus mengungkapkan, teknologi baterai kendaraan listrik juga bervariasi, mulai Lithium Ferro Phosphate (LFP) dan Nickel Mangan Cobalt (NMC). Keduanya disebut memiliki keunggulan masing-masing.
Untuk baterai LFP disebut berbobot lebih berat dan cenderung lebih besar dibandingkan NMC. Selain itu, kepadatan energi baterai (density) NMC lebih baik ketimbang LFP.
Diketahui, kepadatan energi yang tinggi merupakan sifat yang vital dalam baterai. Baterai yang memiliki kepadatan energi tinggi memiliki waktu pengoperasian baterai yang lebih lama dibandingkan dengan ukuran baterai.
"LFP itu ada kekurangannya dibanding NMC, density daripada energinya lebih rendah. Kalau dari skala 10 density energinya nikel, yang LFP density-nya 5. Jadi LFP akan bagus untuk kendaraan truk, bus. LFP karena dia enggak tergantung, berat sebesar apapun dia bawa," jelasnya.
Namun, dia menambahkan, LFP juga memiliki keunggulan pada aspek lain, seperti harga hingga umur dari baterai itu sendiri. Selain itu, suhu saat pemakaian pada baterai LFP lebih dingin dibandingkan NMC.
"LFP lebih bagus (secara umur-Red), karena LFP itu panasnya lebih kecil, karena menyedot dayanya lebih rendah. Kalau panasnya lebih tinggi kan umurnya agak pendek. Tapi itu semuanya yang lagi dicoba, siapa yang umur lebih panjang, jarak tempuh lebih panjang, lebih murah, itu tantangan teknologi," bebernya. (Tribunnews/Bambang Ismoyo)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.