Mata Lokal Memilih
Ketua KPU Terbukti Lakukan Pelanggaran Etik Soal Pendaftaran Cawapres Gibran, DKPP Jatuhkan Sanksi
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mendapatkan sanksi karena terbukti melakukan pelanggaran etik
TRIBUNJATENG.COM - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan bahwa Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari terbukti melakukan pelanggaran etik.
Untuk itu, Ketua KPU mendapatkan sanksi berupa peringatan keras terakhir.
Pelanggaran yang dilakukan terkait proses pendaftaran calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito dalam sidang putusan di Jakarta, Senin (5/2/2024).
Baca juga: WNA Asal Nigeria Ditemukan Tewas Dalam Rumah Kontrakan di Puncak Bogor
Baca juga: Nasib Pilu Gadis Belia 7 Tahun, Pengamen Jalanan di Bogor, Jika Setoran Kurang Bakal Dihajar Ayah
Ia terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku dalam empat perkara nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, 136-PKE-DKPP/XII/2023, 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan 141-PKE-DKPP/XII/2023.
"Hasyim Asy'ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu," ujar Heddy dikutip dari Kompas.com, Senin.
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari selaku teradu 1," sambungnya.
Selain Hasyim, DKPP juga menjatuhkan sanksi berupa peringatan keras kepada enam Komisioner KPU, yakni August Mellaz, Betty Epsilo Idroos, Mochammad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan Idham Kholid.
Duduk perkara Ketua KPU langgar kode etik
Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi menjelaskan alasan pihaknya memutus bahwa Hasyim terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
Ia menjelaskan, KPU seharusnya segera melakukan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah setelah Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat batas usia capres-cawapres pada 16 Oktober 2023.
Adapun, putusan MK tersebut membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, kata Wiarsa, berdampak pada syarat calon peserta pemilihan presiden (pilpres).
Oleh sebab itu, KPU seharusnya melakukan perubahan atas Peraturan KPU (PKPU) sebagai pedoman teknis pelaksanaan Pemilu dan Pilpres 2024.
"Para teradu baru mengajukan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023, atau tujuh hari setelah putusan MK diucapkan," jelas Wiarsa.
DKPP sebut langkah KPU tidak tepat
Para teradu, termasuk Hasyim, sempat memberi penjelasan kepada DKPP terkait mengapa permohonan konsultasi kepada DPR baru dilakukan pada 23 Oktober 2023.
KPU mengatakan, hal tersebut baru dilakukan pada 23 Oktober 2023 karena DPR sedang masa reses.
Namun, DKPP menilai alasan dari KPU mengenai terlambatnya mengirimkan permohonan konsultasi kepada DPR dan pemerintah setelah MK mengeluarkan putusan tidak tepat.
"DKPP berpendapat dalih para teradu terbantahkan karena dalam masa reses dapat dilakukan rapat dengar pendapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 254 Ayat 4 dan ayat 7 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib," tandas Wiarsa.
DKPP nilai langkah KPU menyimpang
Tak hanya itu, Wiarsa juga menyampaikan, komisioner KPU yang lebih dulu menyurati pimpinan partai politik setelah putusan MK tentang syarat batas usia capres dan cawapres ketimbang berkonsultasi dengan pemerintah dan DPR sebagai hal yang menyimpang dari Peraturan KPU (PKPU).
Tindakan komisioner KPU yang tidak berkonsultasi dengan pemerintah dan DPR dengan segera untuk mengubah PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang pencalonan peserta Pemilu dan capres dan cawapres juga dinilai sebagai tindakan yang tidak dapat dibenarkan.
"Para teradu dalam menaati putusan MK a quo dengan bersurat terlebih dulu kepada pimpinan partai politik adalah tindakan yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan perintah Pasal 10 Peraturan KPU Nomor 1 tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan di lingkungan KPU," ucap Wiarsa.
"Para teradu seharusnya responsif terhadap kebutuhan pengaturan tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden 2024 pasca putusan Mahkamah Konstitusi a quo karena telah terjadi perubahan terhadap syarat capres-cawapres untuk tahun 2024," tambahnya.
Wiarsa menjelaskan, PKPU sebagai peraturan teknis sangat dibutuhkan untuk menjadi pedoman cara bekerjanya KPU dalam melakukan tindakan penerimaan pendaftaran bakal capres-cawapres pasca putusan Mahkamah Konstitusi a quo.
DKPP memerintahkan KPU untuk melaksanakan amar putusan paling lama tujuh hari setelah dibacakan.
DKPP turut memerintahkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengawasi putusan tersebut.
"DKPP berpendapat dalih para teradu terbantahkan karena dalam masa reses dapat dilakukan rapat dengar pendapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 254 Ayat 4 dan ayat 7 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib," ujar Wiarsa dikurtip dari Kompas.com
| Bawaslu Kabupaten Tegal Catat Sejumlah Peristiwa Selama Proses Pilkada 2024 |
|
|---|
| 3 Siswa TK di Rembang Dikeluarkan dari Sekolah Karena Orangtua Beda Pilihan Bupati Dengan Yayasan |
|
|---|
| Respati-Astrid di Bawah Paslon Nomor Urut 1 Hasil Survei Litbang Kompas, Jokowi: Nggak Papa |
|
|---|
| KPU Kabupaten Tegal Gelar Lomba Selfie Pilkada di TPS, Hadiah Total Jutaan Rupiah, Ini Syaratnya |
|
|---|
| Pejabat Daerah, TNI, Polri Tidak Netral Terancam Pidana, DPC PDIP Banyumas: Rekam Simpan Viralkan |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.