Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Mata Lokal Memilih

Mereka yang Milih Golput di Pemilu 2024 Semarang, Antara Ragu dan Muak: Ini Jalan Perlawanan

Sejumlah warga Kota Semarang memilih untuk tidak mencoblos di Pemilu 2024 alias memilih menjadi golongan putih (golput)

Penulis: iwan Arifianto | Editor: muslimah
TribunJateng.com/Iwan Arifianto
Kondisi TPS di sebuah kecamatan Semarang Barat mulai sepi dikunjungi pemilih jelang siang hari, Rabu (14/2/2024). Pemilu 2024 ada sekelompok pemilih yang enggan datang ke TPS karena alasan muak dengan penguasa dan masih kebingungan dengan calon yang dipilih. 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Sejumlah warga Kota Semarang memilih untuk tidak mencoblos di Pemilu 2024 alias memilih menjadi golongan putih (golput). 

Alasan mereka golput cukup beragam mulai dari belum menemukan pasangan capres maupun caleg pilihan.

Adapula yang muak dengan sistem pemilu 2024 yang dinilai hanya akan menghasilkan para oligarki baru.

Mahasiswa Semarang, Aziz (23) mengatakan, tak pernah berpartisipasi dalam pemilu 2019 dan pemilu 2024 meskipun memiliki hak pilih.

Baca juga: Hasil Quick Count Pilpres KawalPemilu.org, Prabowo Unggul di Jateng dari 5,9 Persen Data Masuk

Baca juga: Hasil Quick Count DIY Pemilu Presiden & Wakil Presiden Rabu 14 Februari 2024, Prabowo Gibran Unggul

Alasannya, sistem politik di Indonesia dinilai masih cukup buruk yakni para calon presiden dan wakilnya serta para wakil rakyat (calon legislatif) tak membangun basis kesadaran politik. 

Sebaliknya, mereka hanya membangun kesadaran politik uang. 

"Mereka yang ikut kontestasi pemilu 2024 tentunya pakai modal besar," katanya, Rabu (14/2/2024).

Ia menjelaskan, mereka yang maju dengan modal besar tentu perlu sokongan dana. 

Di kondisi inilah para oligarki masuk dengan memodali para calon. "Jadi ketika mereka terpilih pikirannya hanya bagaimana menghasilkan pundi-pundi uang," jelasnya. 

Ia pun menilai, para calon yang maju sekarang bukan disiapkan dari kesadaran politik rakyat melainkan berasal dari oligarki. 

Hal itu sudah diriset olehnya sehingga sikap golputnya sekarang adalah kesimpulan dari pemikiran tersebut. 

"Saya golput ideologis karena itu pilihan ideologi yang saya percayai sebagai jalan perlawanan terhadap penguasa," tuturnya. 

Tak hanya golput, ia bahkan memilih akan menjadi oposisi bagi siapapun nanti yang terpilih baik itu presiden dan wakil rakyat. 

Terutama ketika ada isu rakyat maupun produk Undang-undang yang tak mendengarkan suara rakyat.

"Kami anak muda akan melakukan demonstrasi ketika ada isu rakyat yang perlu kami suarakan," jelasnya.

M Iyad (27) warga Semarang Barat menuturkan, memilih golput di pemilu 2024 karena tak mengenal para wakil rakyat yang maju. 

"Pemilu kemarin sempat ikut karena kenal, entah pemilu sekarang banyak yang tidak ku kenal," jelasnya.

Satpam pabrik ini mengatakan, tidak tertarik berpartisipasi dalam pemilu 2024 karena pengalaman politiknya. 

Dalam pemilu sebelumnya, ia aktif mencoblos tetapi kondisi kehidupannya tak banyak berubah. Bahkan, kata dia, semakin tak jelas. 

"Terutama di sistem kerja, saya buruh tapi undang-undang soal buruh makin menindas," paparnya. 

Ia pun semakin mahfum ketika beberapa tahun ini aktif mengikuti informasi politik di media online mainstream yang menampilkan banyak penangkapan para koruptor. 

"Jangan-jangan pemilu 2024 hanya mencetak para koruptor baru?, jadi kesimpulan saya hari tak mencoblos daripada menyesal," ujarnya. 

Mahasiswa Semarang, Yasin Fajar (24) menilai, 
sistem politik saat ini hanya melahirkan penggusuran  dan penindasan terhadap kelompok marjinal.

Begitupun nanti hasil dari pemilu 2024, wakil rakyat yang maju tak bisa menjadi wakil sesungguhnya dari kelompok marjinal seperti dari kelompok miskin kota, buruh, perempuan, anak-anak dan lainnya. "Saya kira tak ada calon ideal yang mampu menyuarakan kelompok marjinal, jadi ngapain nyoblos," bebernya. 

Kondisi serupa dialami Yoga Prabowo (34) warga Kota Semarang ini ternyata enggan pergi ke TPS karena masih belum menemukan calon pilihannya hingga menit-menit terakhir jelang pencoblosan. 

"Aku pemilu ini golput karena bimbang. Tak yakin sama ke tiga calon presiden dan wakilnya. Berbeda sekali saat kontestasi pemilu 2019, kala itu ada sosok yang bisa meyakinkan," ungkapnya. 

Sikap pemilih golput memang  selalu ada dalam setiap gelaran pemilu. Bahkan, Jawa Tengah masuk delapan besar daerah yang memiliki angka golput tertinggi di Pilpres 2019 yakni 19,79 persen. Sedangkan Kota Semarang pada Pilpres 2019 angka golput sekira 20 persen. 

Pemilu terakhir, KPU Kota Semarang mencatat tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada Kota Semarang 2020 mencapai 68,62 persen.Pemilih yang tidak menggunakan hak pilih alias golput mencapai 31,38 persen. (iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved