Berita Jateng
Jeritan Pengusaha Warung Makan: Ini Paling Parah, Harga Beras Naik hingga Rp 300.000
Pengusaha warung makan bernama Reza (30) mengeluhkan harga beras yang naik drastis hingga Rp 300.000.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Pengusaha warung makan bernama Reza (30) mengeluhkan harga beras yang naik drastis hingga Rp 300.000.
"Jauh (naiknya). Ini mah bukan naik harga, tapi pindah harga. Harga sekarung yang 50 kilogram dari Rp 550.000 jadi Rp 850.000," kata Reza saat diwawancarai di warungnya, Selasa (20/2) sore.
Menurutnya, kenaikan harga beras sudah terasa sejak Desember 2023. Namun, ia berpendapat bahwa kenaikan harga beras ini tidak wajar. "Ini paling parah. Sebelumnya naik setidaknya Rp 10.000-50.000. Ini sampai ratusan ribu," celetuk dia.
Menurutnya, seharusnya kenaikan harga yang wajar untuk sekarung beras adalah sekitar Rp 50.000-100.000. Reza berharap, Pemerintah segera mencari solusi untuk menekan harga yang kian meroket itu.
"Tolong urus harga pangan yang sudah parah ini. Semuanya, sayur-sayuran juga, sudah enggak kekontrol," tutur Reza.
Sementara itu,Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Putu Rusta Adijaya berpendapat kenaikan harga beras di mayoritas daerah di Indonesia faktor keterbatasan produksi.
Menurutnya, minimnya produksi beras di dalam negeri disebabkan perubahan iklim serta penyakit dan hama.
“Kenaikan harga beras di Indonesia itu disebabkan oleh beberapa hal faktor utamanya adalah fenomena iklim El Nino yang semakin diperburuk dengan pendidihan global. Hal ini menyebabkan kekeringan esktrem sehingga petani di daerah penghasil beras gagal panen,” kata Putu, Kamis (22/2).
“Perubahan iklim yang terakselerasi juga memperparah curah hujan sehingga padi tergenang dan mati. Hal ini membuat produksi padi berkurang dan mengurangi suplai di pasar,” paparnya.
Putu menegaskan kenaikan harga beras adalah hasil dari kurangnya ketersediaan beras untuk memenuhi permintaan beras.
“Penyakit dan hama yang menyerang tanaman padi menyebabkan rusaknya tanaman padi, gagal panen, yang berujung pada berkurangnya kuantitas produksi beras,” tambah dia.
Permasalahannya mayarakat Indonesia masih sangat tergantung dengan beras sebagai bahan pokok.
Demand beras yang tinggi ini tidak bisa terpenuhi oleh ketersediaan yang ada.
Alhasil, shortage beras membuat harga beras makin mahal, karena kuantitasnya sedikit di pasar. “Walaupun mahal, masyarakat juga tetap membelinya karena sangat bergantung pada beras karena masyarakat sangat butuh, ada potensi penjual bisa mark-up harga,” jelasnya.
Putu juga menilai bahwa dampak restriksi ekspor beras India juga memengaruhi ketersediaan beras dalam negeri. “Waktu India banned export beras beberapa waktu lalu, kuantitas beras global menurun karena ini. Mau tidak mau dampaknya juga dirasakan oleh Indonesia.
Gubernur Luthfi Undang Investor Melalui Ajang CJIBF |
![]() |
---|
TAHUKAH ANDA! Kenapa Angka Kelahiran di Jawa Tengah Menurun, Ini Kata BKKBN |
![]() |
---|
Upaya Pemprov Menangani Banjir Di Sayung Demak Kini Telah Surut |
![]() |
---|
Baznas Jateng Serahkan Bantuan Modal Usaha Produktif 125 UMKM di Tegal dan Brebes |
![]() |
---|
Nasib Bripda Bagus Yoga yang Tipu Banyak Wanita dan Judi Online, Resmi Dipecat Polda Jateng |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.