Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Hak Angket dalam Pemilu 2024: Koridor Hukum dan Tantangan Proses Demokrasi

Perbincangan mengenai penggunaan Hak Angket dalam membahas Pemilu 2024 menimbulkan keraguan dan kompleksitas.

TRIBUNJATENG/Muhammad Sholekan
Suasana Focus Group Discussion (FGD) dengan tajuk Meneropong Hak Angket di Negara Demokrasi yang digelar diKampus Universitas Batik Surakarta (Uniba), Kamis (29/2/2024) kemarin. 

TRIBUNJATENG.COM, SOLO - Wacana Hak Angket yang diperbincangkan oleh salah satu calon presiden dan sejumlah elit politik di Jakarta mengenai dugaan kecurangan dalam pemilu, menimbulkan perdebatan dan pendapat yang beragam.

Perbincangan ini menjadi fokus dalam acara Focus Group Discussion (FGD) yang digelar di Kampus Universitas Batik Surakarta (Uniba) dengan tema "Meneropong Hak Angket di Negara Demokrasi" pada Kamis (29/2/2024) lalu.

Menurut Dika Yudanto, seorang dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Uniba, kewenangan hak angket diatur dalam Pasal 20 huruf A UUD 1945 dan UU Nomor 17 tahun 2014.

Dika menjelaskan bahwa hak angket digunakan oleh DPR untuk menyelidiki pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah. Namun, apakah hak angket dapat digunakan untuk membahas Pemilu 2024 menjadi pertanyaan kompleks karena peran Pemilu bersifat adhoc atau berdiri sendiri.

"Mengenai penggunaan hak angket dalam membahas Pemilu 2024, jawabannya kompleks. Pemilu memiliki koridor yang berbeda karena perannya bersifat adhoc atau mandiri," ungkapnya.

Dika menilai bahwa klaim kecurangan yang sering muncul hanyalah sebatas pernyataan tanpa bukti konkret. Baginya, jika ada kecurangan, harus disertai dengan bukti-bukti baik secara formal maupun substansial.

"Pemecahan masalah terkait kecurangan memerlukan upaya mencari bukti secara formal dan substansial untuk membuktikan adanya kecurangan dalam Pemilu yang dilakukan oleh KPU atau pihak lain," tambahnya.

Lebih lanjut, menurutnya, proses pengajuan hak angket tidaklah singkat. Diperlukan usulan dari minimal 25 anggota DPR RI yang berasal dari lebih dari satu fraksi.

"Usulan ini kemudian disampaikan kepada Ketua DPR RI, yang selanjutnya akan menunjuk panitia khusus. Panitia khusus ini harus terdiri dari perwakilan seluruh fraksi," jelasnya.

Namun, muncul pertanyaan apakah pengajuan hak angket dapat dilakukan mengingat waktu yang terbatas, mengingat bahwa hasil Pemilu akan diumumkan pada tanggal 20 Maret.

"Dapatkah hal ini dilakukan dalam waktu yang terbatas ini?" tanyanya.

Dika juga menekankan bahwa dalam konteksnya, Pemilu merupakan kewenangan KPU, Bawaslu, dan DKPP. Apakah pengajuan hak angket dalam konteks ini merupakan langkah yang tepat?

"Segala sesuatu sudah diatur dalam aturan, namun kita juga harus mempertimbangkan konteks negara demokrasi ini," katanya.

Sri Sumanta, seorang Pemerhati Pemilu, menyatakan bahwa karena proses perhitungan suara sudah dimulai, sengketa yang muncul lebih cenderung terkait dengan hasil Pemilu.

"Arahnya jelas, perselisihan lebih pada hasil pemilihan umum atau PHPU," katanya.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved