Berita Nasional
Giliran Harga Daging Ayam dan Telur Naik Seminggu Jelang Puasa
Harga bahan pangan terutama beras satu pekan menjelang bulan Ramadan 2024 mulai mengalami penurunan.
Menurut Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi, gelontoran bantuan pangan ini tidak berpengaruh terhadap penurunan harga beras di pasaran.
"Kita telah menyalurkan 360 ribu ton total bantuan pangan. Kalau ada yang mengatakan bantuan pangan ini tidak berpengaruh terhadap penurunan harga, benar. Tidak berpengaruh," katanya.
Meski tidak mampu menekan harga beras, Bayu menilai ada 22 juta keluarga di Indonesia yang dimudahkan dari bantuan pangan ini karena mereka tidak perlu lagi mencari beras ke pasar.
Tahun ini, jumlah penerima bantuan pangan beras sebanyak 22.004.077 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dengan pagu per bulan 220.040.770 kg.
"Tetapi ada 22 juta keluarga yang tidak lagi mencari beras secara terdesak untuk pergi ke pasar. Mereka ini adalah yang paling sensitif dengan kenaikan harga," kata Bayu.
Sebanyak 22 juta keluarga yang menerima bantuan pangan ini masing-masing akan menerima 10 kilogram beras. Informasi yang Bayu dapat, bantuan pangan 10 kg beras ini dapat mencukupi hingga 50 persen kehidupan keluarga tersebut.
"Apabila mereka merasa cukup 10 kg per bulan itu, informasi yang kami terima, (mampu) mencukupi 40-50 persen kebutuhan keluarga itu dalam satu bulan," kata Bayu.
"Sehingga, mereka cukup tenang untuk menjalani hari harinya karena mereka telah memiliki beras," lanjutnya.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan alasan harga beras di Indonesia tidak boleh terlalu murah. Menurut dia, pemerintah RI harus mencari titik keseimbangan antara harga di produsen dan di konsumen. Hal itu tak lepas dari Indonesia yang merupakan produsen beras.
"Kita harus mencari balance antara menyenangkan produsen dan juga menyenangkan konsumen karena negara kita adalah juga negara yang memproduksi (beras)," kata Tito.
Tito kemudian membandingkan harga beras di Indonesia dengan di Singapura. Negara yang terkenal akan patung Merlion itu disebut bukan negara produsen, melainkan negara konsumen.
"Singapura adalah negara yang bukan produsen, tapi negara konsumsi. Dia enggak punya pangan, enggak menghasilkan pangan apa pun. Semuanya impor, jadi strateginya beda," ujarnya.
Eks Kapolri itu mengatakan, karena Singapura bukan negara produsen, jadi bisa menjual beras dengan harga serendah mungkin.
"Kalau di Singapura bagaimana caranya harganya serendah mungkin karena yang produsen bukan mereka. Jadi makin murah makin senang (rakyatnya)," tutur Tito.
Sementara itu, Indonesia tidak bisa mengikuti Singapura. Sebab, jika menjual harga beras terlalu murah, kasihan petani dan pengusaha yang memproduksi.
"Indonesia kalau (harga beras) murah sekali, kasihan petani dan penghasil lainnya, termasuk pengusaha yang juga memproduksi. Sebaliknya, kalau harganya tinggi sekali, masyarakat menjerit," ujar Tito.(Tribun Network/daz/nas/wly/tribun jateng cetak)
Ponpes Al Khoziny Sidoarjo Bakal Dibangun Ulang Mulai dari Nol, Semua Gedung Dirobohkan |
![]() |
---|
KOWANI Gelar Empowerment Walk, Ribuan Perempuan Bergerak untuk Kesehatan dan Ketahanan Keluarga |
![]() |
---|
Kanwil KemenHAM Jateng Perkuat Kapasitas Pelaku Usaha dalam Melindungi Kekayaan Intelektual |
![]() |
---|
Bupati Indramayu Lucky Hakim Diminta GRI Pulang ke Cilacap, Dulu Pernah Mundur dari Jabatan Wabup |
![]() |
---|
2 Sekolah Internasional di Tangerang Selatan Diancam Bom, Siapa Pelakunya? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.