Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Internasional

Warga di Gaza Bertahan Hidup dengan Menyantap Rumput Liar, Malnutrisi dan Dehidrasi Merajalela

Warga di jalur Gaza sangat meridukan makan roti. Untuk bertahan hidup kini mereka mengolah rumput liar menjadi makanan

Editor: muslimah
Photo by AFP
Pengungsi Palestina membawa barang-barang mereka melalui jalan di Khan Yunis di Jalur Gaza selatan pada 6 Maret 2024, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan gerakan Hamas. 

TRIBUNJATENG.COM - Warga di jalur Gaza sangat meridukan makan roti. Untuk bertahan hidup kini mereka mengolah rumput liar menjadi makanan.

Dampaknya pun sudah terlihat.

Malnutrisi mulai terjadi dimana-mana. Bahkan mengakibatkan kematian bayi dan anak kecil.

Terbaru, 3 lagi anak-anak yang meninggal karena malnutrisi dan dehidrasi di rumah sakit Al-Shifa di Gaza, demikian menurut Kementerian Kesehatan yang dikutip Aljazeera.

Baca juga: PBB Uji Jalur Militer Israel untuk Distribusi Bantuan, Hindari Kemacetan Jalan ke Gaza Utara

Jumlah itu menjadikan total anak-anak yang meninggal karena malnutrisi dan dehidrasi di rumah sakit Gaza menjadi 23 orang.

Namun jumlah tersebut hanyalah kasus yang terkonfirmasi di mana pasien dikirim ke rumah sakit.

Tidak diketahui berapa anak-anak yang meninggal karena kelaparan di tempat-tempat penampungan di Jalur Gaza.

Anak-anak yang rentan juga mulai menderita di wilayah Gaza selatan, di mana akses terhadap bantuan lebih teratur daripada di utara, ABCnews melaporkan.

Di Rumah Sakit Emirat di Rafah, 16 bayi prematur meninggal karena kekurangan gizi selama lima minggu terakhir, ujar salah satu dokter senior kepada The Associated Press.

“Kematian anak-anak yang kami khawatirkan telah terjadi,” kata Adele Khodr, ketua UNICEF untuk Timur Tengah, dalam sebuah pernyataan awal pekan ini.

Anak-anak Palestina yang menderita kekurangan gizii
Anak-anak Palestina yang menderita kekurangan gizi menerima perawatan di pusat kesehatan di Rafah di Jalur Gaza selatan pada 5 Maret 2024, di tengah meluasnya kelaparan di wilayah Palestina yang terkepung seiring berlanjutnya konflik antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas.

Pengeboman dan serangan darat Israel telah menimbulkan banyak korban jiwa di kalangan anak-anak.

Anak-anak dan perempuan merupakan hampir tiga perempat dari lebih dari 30.800 warga Palestina yang terbunuh akibat serangan Israel, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.

Malnutrisi umumnya lambat menyebabkan kematian, terutama menyerang anak-anak dan orang lanjut usia.

Faktor-faktor lain mungkin berperan.

Ibu yang kurang makan akan mengalami kesulitan dalam menyusui anaknya.

Penyakit diare, yang merajalela di Gaza karena kurangnya air bersih dan sanitasi, membuat banyak orang tidak dapat mempertahankan kalori yang mereka konsumsi, kata Anuradha Narayan, pakar nutrisi anak UNICEF.

Malnutrisi melemahkan sistem kekebalan tubuh, terkadang menyebabkan kematian akibat penyakit lain.

Israel sebagian besar menutup akses terhadap makanan, air, obat-obatan dan pasokan lainnya setelah melancarkan serangannya ke Gaza pada 7 Oktober lalu.

Otoritas Israel hanya mengizinkan sedikit truk bantuan melewati dua penyeberangan di wilayah selatan.

Israel malah menyalahkan kelaparan yang meningkat di Gaza pada badan-badan PBB, dengan mengatakan bahwa mereka gagal mendistribusikan pasokan yang menumpuk di penyeberangan Gaza.

UNRWA, badan PBB terbesar di Gaza, mengatakan Israel membatasi beberapa barang dan memberlakukan pemeriksaan rumit yang memperlambat masuknya barang-barang tersebut.

Selain itu, distribusi di Gaza juga terhambat.

Para pejabat PBB mengatakan konvoi bantuan sering ditolak oleh pasukan Israel.

Ketika kekhawatiran semakin meningkat, Israel tunduk pada tekanan AS dan internasional, dengan mengatakan pada minggu ini pihaknya akan membuka penyeberangan bantuan langsung ke Gaza utara dan mengizinkan pengiriman melalui laut.

Kondisi di wilayah utara, yang sebagian besar berada di bawah kendali Israel selama berbulan-bulan, kini semakin memprihatinkan.

Seluruh distrik di Kota Gaza dan sekitarnya telah menjadi puing-puing oleh pasukan Israel.

Namun, ratusan ribu warga Palestina masih tersisa.

Daging, susu, sayur-sayuran dan buah-buahan hampir mustahil ditemukan, menurut beberapa warga yang berbicara kepada AP.

Beberapa barang di toko-toko dijual dengan harga yang sangat mahal – terutama kacang-kacangan, makanan ringan, dan rempah-rempah.

Orang-orang mengambil bertong-tong coklat dari toko roti dan menjualnya dalam jumlah kecil.

Kebanyakan orang memakan rumput liar yang tumbuh di lahan kosong, yang dikenal dengan nama “khubaiza”.

Fatima Shaheen, 70 tahun, yang tinggal bersama kedua putranya dan anak-anak mereka di Gaza utara, mengatakan khubaiza rebus adalah makanan utamanya.

Ia dan keluarganya juga telah mengolah makanan yang dimaksudkan untuk makanan kelinci sebagai tepung.

“Kami sangat ingin mendapatkan sepotong roti,” kata Shaheen.

Sementara itu, bantuan yang diberikan melalui udara baru-baru ini oleh Amerika Serikat dan negara-negara lain, memberikan jumlah bantuan yang jauh lebih rendah dibandingkan pengiriman truk, sehingga hal ini menjadi jarang dan terkadang berbahaya.

UNRWA mengatakan pihak berwenang Israel tidak mengizinkan mereka mengirimkan pasokan ke wilayah utara sejak 23 Januari.

Ketika militer Israel mengatur pengiriman makanan ke Kota Gaza pekan lalu, pasukan yang menjaga konvoi tersebut malah melepaskan tembakan ke arah warga Palestina yang kelaparan.

Sekitar 120 orang tewas dalam penembakan tersebut.

(Tribunnews.com)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved