Berita Regional
Kisah Para Sopir Bus Dikejar Anak-anak Minta Telolet, Ada yang Ekstrim Banget, Setuju Pelarangan
Kisah para sopir dikejar-kejar anak-anak yang minta mereka bunyikan klakson telolet
TRIBUNJATENG.COM - Kisah para sopir dikejar-kejar anak-anak yang minta mereka bunyikan klakson telolet.
Cara mengejar ada yang sangat ekstrim.
Apalagi itu sudah berlangsung bertahun-tahun.
Para sopir setuju dengan larangan klakson telolet.
Baca juga: Kenang Natasha Rizky Syok Baca Isi Surat Miskha Anaknya, Diminta Rujuk dengan Desta
Baca juga: Kasus Adik yang 3 Kali Dihamili Justru Nyaman dengan Pelaku, Bagaimana Status Sang Kakak Akhirnya?
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) kembali menggaungkan larangan pemakaian klakson telolet kepada seluruh operator bus.
Sejumlah petugas juga sudah diturunkan untuk merazia bus dengan klakson telolet.
Sopir bus PO Shantika bernama Parno (60) menyetujuinya.
Menurut dia, klakson telolet membahayakan
"Razia ini betul bisa bikin kita meminimalisir korban kecelakaan karena bus telolet," ungkap dia kepada Kompas.com di Terminal Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur, Senin (25/3/2024).
Parno sudah bekerja sebagai sopir bus di delapan PO sejak tahun 1992.
Namun, fenomena klakson telolet baru terjadi sekitar lima tahun lalu.
Sepanjang kariernya, Parno sudah melalui pasang surut fenomena klakson telolet.
Ia pun sudah familiar dengan kehebohan warga yang ingin menyaksikan bus menyalakan klakson telolet.
"Waktu di Jepara dulu, anak kecil sampai pada di tol teriakin minta telolet. Ada yang sampai bawa spanduk tulisannya mintanya nyalain telolet," ucap Parno.
Kendati demikian, ada pula anak-anak kecil yang nekat mengejar bus untuk meminta awal bus membunyikan klakson telolet.
Paling parah, ada yang sampai mencegat bus demi kendaraan berhenti dan membunyikan klakson.
Padahal, jalan raya penuh dengan kendaraan roda dua maupun empat yang melaju kencang.
"Jadinya berisiko. Secara tidak langsung, sopir bus malah bikin kecelakaan. Terlalu bahaya pokoknya," terang dia
"Karena untuk anak kecil, mereka enggak tahu risikonya. Intinya, mereka tahunya senang dengar telolet," lanjut Parno.
Seiring berjalannya waktu, Parno jadi kurang menyukai fenomena klakson telolet dan pemasangannya.
Padahal, ia sempat merogoh kocek sebesar sekitar Rp 500.000 sekitar lima tahun lalu untuk memasang klakson bernada itu.
Ia tak lagi berminat karena anak-anak kecil dan orang dewasa semakin berani untuk meminta mereka membunyikan klakson bus.
Sehingga, ketika terjadi kecelakaan, sopir bus yang disalahkan.
"Saya pribadi enggak begitu suka ngelihat fenomena itu sekarang. Setiap masuk terminal juga ada razia dari Dishub, terlalu berisiko (untuk memasang klakson telolet)," ujar Parno.
Romli (41), sopir bus PO BEJEU, juga menyetujui apa yang disampaikan Kemenhub dan Parno.
Sejak menjadi sopir bus pada 2008, Romli tidak asing dengan cara orang-orang meminta bus menyalakan klakson telolet yang semakin membahayakan.
"Ada yang sampai ke jalanan dan bus disetop buat dijogetin pas membunyikan klakson," tutur dia kepada Kompas.com di Terminal Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur, Senin.
Anak-anak kecil pun sering berlarian mengikuti bus demi mendengar klakson telolet, tetapi posisi mereka di titik buta kendaraan.
Romli khawatir anak-anak itu bisa menjadi korban kecelakaan karena tertabrak bus.
"Saya setuju sama razia (dan peraturan) ini. Karena selain untuk menghemat uang untuk beli telolet, tapi juga untuk keselamatan warga," kata dia.
Harga klakson telolet saat ini berkisar mulai dari Rp 6 jutaan.
Sedangkan sekitar lima tahun lalu hanya Rp 700.000-an.
Romli menyarankan para sopir menyimpan uang itu daripada dihabiskan untuk membeli klakson.
"Mending uang ditabung atau untuk anak dan istri di rumah. Belum nanti kalau kena razia dan kena denda, sudah gitu klakson dicopot dan enggak dikembalikan," pungkas Romli.
Larangan klakson telolet
Sebelumnya, Kemenhub kembali menggaungkan larangan penggunaan klakson telolet karena mengancam keselamatan jalan.
Sebab, masih banyak bus yang menggunakannya.
Bahkan pada Minggu (17/3/2024), klakson telolet menyebabkan kecelakaan yang melibatkan korban anak kecil di Pelabuhan Penyeberangan Merak, Banten.
Direktur Sarana Transportasi Jalan Kemenhub Danto Restyawan mengatakan, sesuai rekomendasi dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), penggunaan klakson telolet dapat menyebabkan kehabisan pasokan udara atau angin sehingga berdampak pada fungsi rem kendaraan yang kurang optimal.
"Direktorat Jenderal Perhubungan Darat telah memberikan surat edaran kepada seluruh Dinas Perhubungan se-Indonesia agar lebih memperhatikan dan memeriksa penggunaan komponen tambahan seperti klakson telolet pada setiap angkutan umum saat melakukan pengujian berkala," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (19/3/2024).
Dia mengimbau setiap penguji untuk tidak meluluskan kendaraan angkutan umum yang melakukan pelanggaran seperti adanya pemasangan klakson telolet.
Aturan terkait penggunaan klakson pun telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan.
Pada pasal 69 aturan itu disebutkan, suara klakson paling rendah 83 desibel atau paling tinggi 118 desibel dan apabila melanggar akan dikenakan sanksi denda sebesar Rp 500.000. (Kompas.com)
TNI Diam Saja, Rumah Ahmad Sahroni Dijarah dan Dirusak Massa: Ada yang Bawa Patung Iron Man |
![]() |
---|
Malam-malam, Prabowo Layat ke Rumah Affan Ojol Tewas Terlindas Rimueng Brimob: Baik-baik ya |
![]() |
---|
Pria Nyaris Terbakar Hidup-hidup di Gedung yang Dijarah dan Dibakar Massa Jakarta: TNI Gerak Cepat |
![]() |
---|
Aksi Massa di Jogja, 2 Mobil Digulingkan dan Dibakar |
![]() |
---|
Massa Mulai Menjarah dan Membakar Gedung di Jakarta, Bawa Printer, Warga Terjebak Turun Pakai Tali |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.