Berita Nasional
Jika Tak Ada Uang Tebusan, WNI Korban Sindikat Penipuan di Myanmar Diancam Dibunuh
Beberapa di antara mereka diancam dibunuh apabila keluarga di Indonesia tidak membayar tebusan untuk kepulangan mereka.
TRIBUNJATENG.COM, NAYPYIDAW - Sejumlah warga negara Indonesia (WNI) menjadi korban sindikat penipuan online di Myanmar.
Hingga kini, mereka belum bisa dievakuasi.
Beberapa di antara mereka diancam dibunuh apabila keluarga di Indonesia tidak membayar tebusan untuk kepulangan mereka.
Baca juga: 6 WNI Ditangkap di Hong Kong, Diduga Terlibat Perampokan 25 Jam Tangan Senilai Rp12 Miliar
Pihak keluarga di Indonesia mengaku sudah melaporkan kasus ini kepada Kementerian Luar Negeri. Namun, dalam pengakuan pihak keluarga, pihak Kemlu mengatakan "tolong ulur waktu, bilang kita enggak ada uang buat bayar. Ulur waktu sampai pihak KBRI Yangoon bisa mengevakuasi".

Meski demikian, sampai saat ini pihak keluarga masih menunggu kabar dari Kemlu dan sanak saudara mereka yang masih disekap.
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, pada Senin (25/3/2024) kepada BBC News Indonesia mengatakan, pihaknya bersama KBRI Yangon dan KBRI Bangkok saat ini sedang menangani kasus lima WNI yang terjerat bisnis penipuan online di wilayah Hpa Lu, Myanmar.
“Berbagai upaya telah dan terus dilakukan untuk menyelamatkan para WNI tersebut," papar Judha.
Hampir dua tahun belakangan, Nurmaya (46) mesti berjuang mencari nafkah untuk keluarganya.
Perempuan yang tinggal di Bekasi, Jawa Barat, itu bukanlah seorang janda. Namun, keadaan yang tak terduga membuatnya harus banting tulang.
Suami Nurmaya, Asep (bukan nama sebenarnya) menjadi korban sindikat penipuan di Myanmar sejak Juli 2022.
Dari yang awalnya diiming-imingi pekerjaan bidang teknologi informasi di Bangkok, Thailand dengan gaji Rp 10 juta - Rp 20 juta, Asep dan beberapa WNI lainnya malah disekap di kamp-kamp di Myanmar yang berbatasan dengan Thailand untuk menipu orang secara daring.
Para WNI ini dipaksa "bekerja" selama antara 15 jam -18 jam setiap harinya dan mendapat hukuman seperti disetrum atau perlakuan kasar lainnya bila tidak mencapai target atau sekadar kesiangan.
“Saya (dan) suami saya sama-sama berjuang. Di sana suami saya berjuang bertahan hidup. Di sini saya berjuang untuk tetap waras, menjaga kesehatan, bekerja untuk anak-anak saya,” ujar Nurmaya menahan tangis saat diwawancarai BBC News Indonesia.
“Saya sih berharap pemerintah segera mengevakuasi mereka. Kita orang awam. Kita tidak mengerti kondisi teknis di sana. Sudah lama banget, sudah hampir dua tahun. Apa karena kita rakyat kecil tidak didengar mereka (pemerintah)?” tambahnya.
Nurmaya bukan satu-satunya orang yang menunggu kepulangan anggota keluarga dari sekapan sindikat penipuan di Myanmar.
Keputusan Resmi FIFA, Erick Thohir Tetap Ketua Umum PSSI Hingga 2027 |
![]() |
---|
Prajurit Pukul Ojol sampai Patah Hidung, TNI Minta Maaf dan Janji Tindak Tegas |
![]() |
---|
Wamenham RI dan Kakanwil Jateng Dorong Dekonstruksi Pandangan Disabilitas di Yogyakarta |
![]() |
---|
OJK Terbitkan POJK 19/2025 Atur Akses Pembiayaan UMKM Lebih Mudah |
![]() |
---|
Sosok FE Wanita Sragen Nyamar Jadi Dokter Gadungan di Bantul, Lulusan SMA Belajar dari Internet |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.