Kisah Inspiratif
Kisah Inspiratif : Jatuh Bangun Pitono Rintis Usaha Tempe, Kini Sukses dan Punya Dua Karyawan
Usaha produksi tempe yang dirintis Pitono sejak 19 tahun lalu telah menemui hasil menggembirakan. Kini dalam menjalankan usaha dia telah dibantu oleh
TRIBUNJATENG.COM, KUDUS – Usaha produksi tempe yang dirintis Pitono sejak 19 tahun lalu telah menemui hasil menggembirakan. Kini dalam menjalankan usaha dia telah dibantu oleh dua karyawan dan dalam sehari menghabiskan 180 kilogram kedelai.
Saat ditemui Tribunjateng.com Selasa 23 April 2024 di kediamannya di Dukuh Gadon RT 4 RW 5 Desa Mijen, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus bapak dua anak ini tengah istirahat setelah beraktivitas sejak subuh memasarkan tempe di Pasar Bitingan.
Pasar ini merupakan sentra kebutuhan pokok di Kabupaten Kudus. Dengan cekatan Pitono langsung bergegas menemui dan menyilakan kami duduk di teras rumahnya yang sederhana.
Di samping rumahnya terdapat bangunan tambahan sebagai tempat produksi tempe. Dari pintu terlihat dua anak muda laki-laki dan perempuan yang tengah sibuk.
Yang laki-laki sibuk mencuci kedelai yang berada di dalam drum besar, sedangkan yang perempuan sibuk menata daun jati yang nantinya bakal menjadi pembungkus tempe.
“Itu dua anak muda yang saya ajak kerja bareng. Sekitar delapan bulan lalu mereka mulai ikut kerja di sini, saya dan istri sudah tidak sanggup kalau harus produksi sendiri,” kata suami Roini.
Keputusan untuk merekrut dua pekerja bukan tanpa alasan. Selama dua tahun terakhir permintaan pasar atas produk tempenya selalu laris. Hal itulah yang kemudian membuatnya meningkatkan kuantitas produksi.
Bukan waktu yang singkat bagi pria berambut gondrong ini dalam merintis usaha produksi tempe. Selama 19 tahun banyak terpaan dan aral yang membuat dia harus kuat dalam menjalankan usaha.
Usaha produksi tempe ini dimulai oleh Pitono bersama istri Roini setelah keduanya menikah pada 2005. Keputusan membuka usaha tempe ini karena keluarga Roini sudah sejak lama menjadi produsen tempe.
“Sebenarnya saya tidak mau buka usaha membuat tempe, tapi suami malah memilih mencari rezeki dari situ. Saya ikut saja,” kata Roini.
Awal-awal memulai usaha tempe Pitono hanya mampu menghabiskan 15 kilogram kedelai dalam sehari. Inilah saat-saat sulit dalam hidupnya. Pendapatan dari usaha tempe belum tentu mampu mencukupi kebutuhan keluarga.
Apalagi keluarga ini harus menanggung beban hidup saat anak pertamanya lahir dalam keadaan tidak sehat. Otomatis ada biaya lebih yang harus dikeluarkan untuk merawat buah hatinya yang pertama.
Namun Pitono dan Roini memiliki tekad yang kuat. Keduanya yakin untuk menuju titik sukses perlu adanya ketekunan. Semboyan itulah yang menjadi pegangan.
“Hingga akhirnya anak saya yang pertama itu wafat di usianya 14 tahun pada 2019. Namun Tuhan memberikan anugerah dua anak lagi,” kata Pitono.
Seolah sudah terbiasa dengan pahitnya hidup, Pitono dan Roini sampai tidak tahu bagaimana cara dia mempraktikkan kesabaran. Hidup serba cukup atau bahkan sesekali mengalami kekurangan adalah santapan setiap hari-hari.
Di balik itu semua pasangan tidak pernah mau berhenti untuk tetap melanjutkan kehidupan sebagai produsen tempe.
Tekad yang terbangun kuat itulah yang membuat pasangan ini tetap bertahan untuk terus mengais rezeki dari membuat tempe sejak 2005.
Seiring berjalannya waktu, usaha tempenya terus menuju progres positif. Dari yang semula hanya mampu menghabiskan kedelai 15 kilogram untuk tempe dalam sehari, pada 2015 usaha tempenya sudah mulai menggeliat positif. Dalam sehari dia mampu menghabiskan kedelai 50 kilogram.
Tahun demi tahun usaha tempenya terus menuju ke arah yang menjanjikan. Modal produksi tempe yang berkualitas dan menjalin relasi yang hangat dengan para pelanggan serta sudah terbangunnya kepercayaan rupanya menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Hingga akhirnya dua tahun terakhir merupakan puncak awal kesuksesannya dalam merintis usaha tempe.
Tempenya selalu laris. Alhasil dia juga harus meningkatkan kuantitas produksi yang imbasnya peningkatan omzet. Saat ini, taruhlah dalam sebulan omzet yang bisa diraih Pitono bisa mencapai Rp 15 juta.
“Dari awal saya usaha tempe hanya mampu menghabiskan 15 kilogram kedelai dalam sehari, saat ini sudah mampu habis 180 kilogram kedelai dalam sehari,” kata Pitono.
Dalam sehari 180 kilogram kedelai yang diolah bisa menjadi tempe sebanyak 235 buah. Tempenya yang putih dan bersih memiliki ukuran besar dan tebal. Masing-masing tempe buatannya memiliki panjang 26 sentimeter, lebar 20 sentimeter, dan tebal 6 sentimeter.
Untuk mengolah tempe membutuhkan waktu 4 hari. Mulai dari kedelai direbus sampai matang rata-rata 3 jam. Setelah itu kedelai rebus direndam air selama sehari semalam.
Setelahnya kedelai dicuci sampai bersih dan ditaburi ragi untuk proses fermentasi. Baru setelahnya kedelai dikemas dalam daun jati dan didiamkan selama dua hari untuk proses fermentasi hingga menjadi tempe.
Setelah jadi tempe, biasanya Pitono membawa sebagian tempe untuk dijual di Pasar Bitingan Kudus. Selain itu ada pengepul yang siap untuk menjualkan tempenya ke beberapa warung makan, menjual di depan pabrik, maupun jualan keliling ke kampung-kampung.
Sejak dua tahun terakhir memang Pitono tidak sendiri dalam menjual tempe. Ada lima kolega Pitono sebagai pengepul yang ikut serta menjualkan tempenya.
“Itu lima orang teman-teman saya semua. Kami ajak untuk kerja bareng, biar sama-sama bisa menikmati hasilnya,” ujar Pitono.
Untuk keperluan bahan baku kedelai Pitono dikirimi langsung oleh distributornya sepekan sekali. Dia memilih kedelai dengan kualitas terbaik agar tempe yang dibuatnya hasilnya mampu memikat para pelanggannya.
Kemudian untuk bungkus tempe berupa daun jati, dia telah memiliki langganan pedagang daun jati dari Pasar Mayong Kabupaten Jepara.
Akses Modal
Bukan persoalan mudah bagi Pitono dalam merintis usaha produksi tempe sejak 19 tahun lalu. Di fase awal dia merintis usaha acap kali dia harus kehabisan modal.
Hal itu karena antara pendapatan yang sangat kecil tidak mampu menutup kebutuhan hidupnya. Hingga akhirnya dia mendapat tawaran pinjaman untuk modal pada 2012.
Tawaran modal itu datang dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) melalui skema Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dia masih ingat betul, saat itu produk KUR masih belum banyak yang mengakses.
Dia awalnya khawatir kalau tidak mampu untuk melunasi, tapi demi keberlangsungan usaha akhirnya tawaran itu diiyakan.
Setelah merasakan manfaat dari skema pinjaman KUR dari BRI, beberapa tahun kemudian Pitono tidak lagi sungkan untuk mengakses pinjaman modal dari KUR untuk pengembangan usahanya. Baginya KUR telah memberikan manfaat dalam menjalankan usaha.
“Masih sangat ingat awal dulu saya pinjam untuk modal sebesar Rp 5 juta,” kata Pitono.
Kini usaha produksi tempe milik Pitono telah menuju ke arah yang lebih cerah. Setiap hari tempe buatannya selalu habis terjual.
Dia akan terus berusaha mempertahankan torehan ini dengan terus membuat tempe dengan produksi yang bagus sembari merawat para pelanggannya dengan menjalin hubungan yang hangat.
Sementara Pimpinan Cabang BRI Kudus Iman Indrawan mengatakan, pihaknya memiliki komitmen untuk terus melakukan pendampingan kepada para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Di antara yaitu dengan menggulirkan KUR bagi pelaku UMKM untuk meningkatkan usaha.
Iman melanjutkan, KUR merupakan satu di antara produk pinjaman dari BRI yang bisa menjadi tumpuan modal bagi pelaku UMKM. Tentu pinjaman KUR itu setelah melalui analisa yang matang baik dari BRI maupun sesuai ketentuan pemerintah.
“Bentuk BRI Kudus untuk meningkatkan usaha atau perekonomian masyarakat melalui kredit KUR. Niat kami masyarakat maju bareng. Kalau mereka maju kami juga ikutan kena dampaknya,” kata Iman.
Diketahui KUR merupakan salah satu produk pinjaman dari BRI. Di BRI sendiri akan tiga macam pinjaman KUR. Pertama yaitu KUR Mikro Bank BRI dengan plafon maksimal Rp 50 juta per debitur.
Selanjutnya yaitu KUR Kecil Bank BRI yaitu kredit modal kerja atau investasi kepada debitur yang memiliki usaha produktif dan layak dengan plafon di atas Rp 50 juta sampai Rp 500 juta.
Terakhir KUR Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yaitu pinjaman untuk membiayai pemberangkatan calon TKI ke negara penempatan kerja dengan plafon maksimal Rp 25 juta. (*)
Baca juga: Mahasiswa Arsitektur Unika Semarang Tampilkan Hasil Karya Terbaik
Baca juga: Siap Buka Penerimaan Mahasiswa Baru 2024, Pascasarjana UIN Saizu Targetkan 300 Pendaftar
Baca juga: Rangkaian HUT ke 423 Kabupaten Tegal Ada Hiburan Musik Grup Band Ungu Gratis, Catat Tanggalnya
Baca juga: Mentan Arman Salurkan 10 Ribu Pompa Untuk Petani di Jawa Tengah Secara Langsung
Sosok Bisyarah, Taruni Akmil Peraih Anindya Wiratama 2025, Pernah Gagal Daftar Akpol |
![]() |
---|
Dari Terpal Kecil ke Kolam Impian: Kisah Ahmad Manshur dan Rintis Bisnis Sepulang Kerja |
![]() |
---|
Resep Mahasiswa Kedokteran UGM Raih IPK 4.00: Manajemen Waktu, Visi Hidup, dan Daya Juang Tinggi |
![]() |
---|
Sosok Gadis Putus Kuliah Geser Taylor Swift dari Daftar Orang Terkaya Versi Forbes Tahun Ini |
![]() |
---|
Tampang Ahmad Bajuri, Kades Mungil dari Kalimantan yang Viral dan Menginspirasi di Media Sosial |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.