Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Jepara

Sejarah Tradisi Perang Obor di Jepara, Bermula dari Pertikaian yang Berujung Keberkahan

Tradisi Perang Obor di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara memiliki sejarah panjang.

|
Penulis: Tito Isna Utama | Editor: rival al manaf

TRIBUNJATENG.COM, JEPARA - Tradisi Perang Obor di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara memiliki sejarah panjang.

Menurut penutur lokal, tradisi ini bermula dari pertikaian dua leluhur yang salam paham namun berujung keberkahan.

Diketahui bahwa tradisi perang obor saat ini sudah dinobatkan sebagai warisan budaya tak benda.

Dua tokoh leluhur tersebut adalah Mbah Gemblong dan Kiyai Babadan.

Baca juga: Gagal Jadi Anggota DPR RI, Jadug Coba Peruntungan Sebagai Calon Bupati Jepara

Baca juga: Pimpin Upacara Peringatan Hari Kebangkitan Nasional 2024, Ini Pesan Kapolres Jepara

Tokoh Agama Desa Tegalsambi, Slamet Riyadi menceritakan, tradisi perang obor muncul berawal dari kisah dua leluhur desa di Tegalsambi. 

Menurut Slamet, Kiyai Babadan merupakan peternak kaya yang mempunyai banyak hewan ternak hingga tak kuasa mengasuh sendiri. 

Oleh karena itu, Kiyai Babadan meminta bantuan Mbah Gemblong untuk ikut mengurus ternak-ternaknya.

Slamet menjelaskan awalnya Mbah Gemblong mengurus ternak dengan baik. 

Namun terjadi salah antar keduanya lantaran lama-lama hewan ternak Kiyai Babadan banyak yang kurus dan jatuh sakit.

Suatu ketika, Mbah Gemblong sedang asyik memancing ikan dan memasak ikan-ikan hasil tangkapan dengan cara dibakar.

"Mbah Gemblong sedang menyantap ikan yang dibakar, kemudian Kiyai Babadan datang," kata Slamet kepada tribunjateng.com, Senin (20/5/2024).

Melihat Mbah Gemblong asyik menyantap ikan, Kiyai Babadan tidak terima karena mengira Mbah Gemblong tidak melaksanakan tugas mengurus ternak dengan baik. 

Kiyai Babadan kemudian mengambil obor yang ada di kandang lalu memukulkannya ke Mbah Gemblong.

"Mbah Gemblong tidak terima diperlakukan demikian, kemudian membalas dengan mengambil blarak yang disulut api untuk membalas Kiyai Babadan. Sehingga terjadilah perang obor," ungkapnya.

Pertikaian tersebut berlanjut di sekitar kandang ternak sehingga api merembet ke kandang. 

Kobaran api di kandang membuat hewan-hewan yang semula sakit langsung lari tunggang-langgang dan menjadi sehat.

 "Melihat hewan-hewan ternak kembali sehat, akhirnya keduanya mengakhiri perang obor," tuturnya 

Kepada anak cucunya, kemudian dua leluhur tersebut berwasiat untuk melestarikan perang obor sebagai tolak balak.

"Untuk mengingat peristiwa ini, kemudian setiap tahun dilakukan tradisi perang obor sebagai tolak balak sekaligus sedekah bumi atas hasil panen dan ternak yang melimpah," ungkapnya .

Hal serupa disampaikan, Kepala Desa Tegalsambi, Agus Santoso menambahkan bahwa tradisi ini disesuaikan dengan ajaran agama Islam seiring perkembangan zaman. 

Oleh karena itu, tradisi perang obor diawali dengan rangkaian panjang sejak 35 hari sebelum pelaksanaan.

"Mulai dari barikan atau ziarah makam leluhur, selametan, wayangan dan sedekah bumi," kata Agus. 

Sebagai informasi tambahan, bahwa perang obor nanti malam akan dilaksanakan di Desa Tegalsambi pukul 18.00 WIB, Senin (20/5/2024).(Ito) 

 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved