Kenaikan BBM
Pemerintah Kaji Lagi Rencana Kenaikan Harga BBM Bulan Depan
Pemerintah masih mengkaji kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada Juni 2024, menyusul dampak kenaikan harga komoditas itu akibat
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Pemerintah masih mengkaji kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada Juni 2024, menyusul dampak kenaikan harga komoditas itu akibat konflik geopolitik di Timur Tengah yang belum mereda.
Hal itu diungkapkan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Menurut dia, rencana kenaikan harga BBM masih dalam tahap pengkajian. "Masih dikaji lagi," katanya, ketika ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta Selatan, Kamis (30/5).
Sebelumnya, Airlangga sempat mengungkapkan, pemerintah akan terus memonitor situasi untuk menyesuaikan anggaran subsidi energi jika diperlukan.
"Kami monitor di harga minyak berapa. Kami terus melakukan exercise, dan kami menjaga agar resource yang ada bisa dimanfaatkan. Tentunya subsidi tepat sasaran menjadi catatan bagi pemerintah," tuturnya.
Airlangga pun berharap, harga minyak bisa stabil, meski ia mengakui bahwa harga minyak bisa dipastikan naik jika eskalasi konflik di Timur Tengah masih terus memanas.
"Kami melihat 1-2 bulan situasi seperti apa. Jadi kalau tidak ada eskalasi, kami berharap harga minyak bisa flatten. Tetapi kalau ada eskalasi, tentu berbeda," tukasnya.
Dihubungi terpisah, Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting juga mengatakan hal serupa. Ia menyebut, wacana kenaikan harga BBM itu masih diulas oleh pihaknya. "Masih kami review," ujarnya, kepada Tribunnews, Kamis (30/5).
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara soal kemungkinan harga BBM naik pada Juni 2024. Menurutnya, pemerintah masih melakukan evaluasi, menghitung, dan mempertimbangkan kemampuan fiskal negara sebelum memutuskan akan menaikkan harga BBM.
"Semuanya dilihat fiskal negara. Mampu atau tidak mampu, kuat atau tidak kuat," katanya, saat ditemui di Istora Senayan, Jakarta, Senin (27/5) malam.
Presiden menuturkan, kemampuan APBN untuk subsidi BBM akan dihitung dengan pertimbangan harga minyak dunia, terutama di tengah kondisi geopolitik saat ini. Ia menyebut, semua aspek tersebut akan dikalkulasi dan dihitung lewat pertimbangan yang matang.
"Harga minyaknya sampai seberapa tinggi. Semuanya akan dikalkulasi, semua akan dihitung, semua akan dilakukan lewat pertimbangan-pertimbangan yang matang, karena itu menyangkut hajat hidup orang banyak," ucapnya, seperti dilansir Antara.
Jokowi menilai, keputusan pemerintah terhadap harga BBM akan mempengaruhi segala lini kehidupan masyarakat.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus mewaspadai potensi kenaikan harga minyak dan gas (migas) global, imbas memanasnya konflik geopolitik di Timur Tengah.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kenaikan harga minyak dan gas global akan berimbas pada APBN, dan akan mengganggu kondisi perekonomian, serta mengerek inflasi.
“Kita masih perlu waspada pada kemungkinan border distraction dari rantai pasok, terutama untuk minyak dan gas. Karena memang kondisi di sana (Iran dan Israel-Red) masih sangat memanas, dan kecenderungan harga minyak yang tinggi berarti akan mempengaruhi baik APBN dan perekonomian kita, juga menyebabkan tekanan dan inflasi,” katanya, baru-baru ini.
Menciptakan risiko
Menurut dia, saat ini tensi geopolitik juga belum menurun dan cenderung meningkat imbas memanasnya konflik Iran-Israel. Ketegangan tersebut akan menciptakan risiko yang cukup dalam terhadap perekonomian global.
Bahkan, saat Pertemuan Musim Semi Dana Moneter Internasional-Kelompok Bank Dunia Tahun 2024 (2024 IMF-WBG Spring Meetings) di Washington DC, Amerika Serikat pada 15-20 April lalu, ketegangan perekonomian global ini menjadi headline yang dibahas para perwakilan berbagai negara.
Menkeu menyebut, berbagai negara berharap ketegangan Iran dan Israel tidak semakin memanas, dan kedua negara tersebut berusaha untuk menghindari peperangan secara terbuka. Meski demikian, dia menambahkan, ada potensi konflik dari kedua negara tersebut menurun.
Direktur Anggaran Kemenkeu, Isa Rachmatarwata menyatakan, pemerintah bisa melakukan penyesuaian terhadap anggaran subsidi energi bila diperlukan, sebagai langkah menyikapi lonjakan harga minyak dan pelemahan rupiah.
Fenomena itu dinilai bakal berdampak terhadap kebutuhan anggaran subsidi energi. "Sesuai dengan UU APBN, Menteri Keuangan memang memiliki kekuasaan untuk adjust anggaran subsidi," ucap Isa.
Meski demikian, ia menyebut, kenaikan harga minyak mentah dan apresiasi dollar AS berpotensi mengerek penerimaan negara yang berasal dari sektor migas. "Ini bisa menjadi keleluasaan Menteri Keuangan untuk melonggarkan anggaran untuk subsidi," bebernya.
Sebelum melakukan penyesuaian anggaran, Isa menyebut, pemerintah akan melakukan langkah antisipatif, seperti mengelola konsumsi masyarakat guna mencegah pembengkakan anggaran subsidi energi.
"Bagaimana kita mengelola pembagian beban dengan badan usaha dan sebagainya, kita akan manage secara proper pada saat yang dibutuhkan," tuturnya. (Tribunnews/Endrapta Ibrahim Pramudhiaz/Kompas.com/Kontan)
Baca juga: PLN bakal Ubah 2.000 Tiang Listrik Jadi Tempat Charger Mobil Listrik
Baca juga: Jadi Dalang Visa Haji Palsu, 2 WNI Terancam Penjara 6 Bulan dan Dilarang Masuk Arab Saudi 10 Tahun
Baca juga: Detik-detik Calon Wali Kota Tewas Ditembak Saat Kampanye
Baca juga: Pejabat China Korupsi Rp2,4 Triliun Dijatuhi Hukuman Mati
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.