Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Regional

Sempat Dihina karena Kurang Mampu, Kuli Pengangkut Gula Asal Desa Terpencil Lulus Polisi

Rahmat sempat mendapatkan ejekan dari beberapa orang lantaran dinilai tidak mampu dari segi ekonomi untuk mendaftar sebagai anggota Polri.

Kompas.com/Istimewa
Rahmat Daniel kuli pengangkut gula asal desa terpencil di Sulawesi Selatan (Sulsel), memeluk sang ibu Nurmiah saat dinyatakan lulus dalam perekrutan bintara Polri TA 2024 Polda Sulsel, Sabtu (6/7/2024). (Dokumentasi/Polda Sulsel) 

TRIBUNJATENG.COM, MAKASSAR - Pemuda bernama Rahmat Daniel asal desa terpencil di Sulawesi Selatan (Sulsel) mewujudkan mimpinya menjadi abdi negara.

Perjuangan keras menjadi motivasi dan penyemangatnya.

Pemuda berusia 19 tahun yang terlahir dari keluarga ekonomi menengah ke bawah itu dinyatakan lulus sebagai anggota Polri tahun anggaran (TA) 2024, setelah melalui perjuangan yang menguras air mata.

Baca juga: 10 Polisi Diduga Sekap dan Aniaya Warga saat Bongkar Kasus Peredaran Kendaraan Bodong di Bali

Rahmat merupakan putra bungsu dari lima orang bersaudara.

Rahmat lahir dari pasangan suami istri bernama Hasanuddin dan Nurmiah, yang kesehariannya bekerja sebagai buruh serabutan di salah satu desa terpencil yakni Desa Tapong, Kecamatan Tellu Limpoe, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Pastinya untuk mewujudkan mimpi itu, Rahmat harus melalui perjuangan ekstra dan ketekunan. Ditambah himpitan ekonomi keluarga yang sempat membuat ragu Rahmat mewujudkan mimpinya.

Ditemui awak media usai dirinya dinyatakan lolos masuk pendidikan bintara Polri TA 2024 Polda Sulsel, pada Minggu (7/7/2024), Rahmat tidak bisa menyembunyikan rasa harunya.

Dia bercerita, awal mula dirinya berani mendaftarkan diri sebagai anggota Polri. Saat itu, kata dia, beberapa personel Polda Sulsel datang di sekolah Rahmat untuk memberikan sosialisasi dan informasi terkait perekrutan anggota Polri.

"Waktu itu saya sudah mau lulus sekolah, ada panita pendaftaran datang kasih informasi bahwa akan dibuka pendaftaran (Polri). Saya pertama ragu karena orangtua saya tidak ada biaya," ucap Rahmat.

Setelah itu, Rahmat akhirnya meminta restu kedua orangtuanya untuk mendaftarkan diri. Kedua orangtua Rahmat pun juga menyetujui kemauan putra bungsunya tersebut.

Jadi kuli untuk dapat uang

Rahmat sadar, dengan kondisi kedua orangtuanya yang memasuki usai senja dan hanya bekerja serabutan menjadi buruh tani hingga buruh bangunan tidak dapat mencukupi biaya proses pendaftaran.

"Saya sekolah di kota karena di desa saya itu tidak ada SMA, jadi saya cuma sampai sekolah SMP di desa. Itu juga waktu SMA saya menumpang tinggal di rumah keluarga di kota," bebernya.

Jika memasuki waktu libur sekolah, Rahmat menyempatkan diri untuk pulang ke desanya dan harus menempuh waktu sampai 4 jam dari kota Kabupaten Barru.

Di sana, Rahmat membantu ekonomi keluarga sekaligus menabung untuk biaya pendaftaran sebagai anggota Polri kala itu.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved