Mitos Dusun Simpar Banjarnegara
Viral Mitos Dusun Simpar Banjarnegara yang Ditakuti Pejabat, Berikut Fakta dan Kisahnya
Viral mitos Dusun Simpar, di Desa Tlaga, Kecamatan Punggelan, Kabupaten Banjarnegara yang konon banyak ditakuti pejabat.
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, BANJARNEGARA - Viral mitos Dusun Simpar, di Desa Tlaga, Kecamatan Punggelan, Kabupaten Banjarnegara yang konon banyak ditakuti pejabat.
Dusun kecil itu ditakuti pejabat lantaran kepercayaan apabila ada pejabat datang berkunjung, maka akan lengser bahkan meninggal dunia.
Pejabat tersebut tidak harus pejabat negara yang setingkat pusat, akan tetapi camat, kelurahan, kabupaten, bahkan ASN berpangkat.
Sehingga tidak ada pejabat dikatakan berani datang berkunjung ke Dusun Simpar.
Lantas bagaimana latarbelakang munculnya mitos tersebut menjadi ketakutan para pejabat berkunjung kesana.
Kepala Desa Tlaga, Lestanto menceritakan kepada Tribunbanyumas.com, bahwa mitos itu bermula dari kepercayaan akan kisah jaman dulu kala saat masih di masa kerajaan.
Daerah yang sekarang menjadi Dusun Simpar sempat dipimpin oleh seorang petinggi setara seperti ajudan kerajaan.
Pemimpin itu mempunyai dua orang anak, yang merupakan kakak-beradik.
Masyarakat menilai kakak tersebut mempunyai sifat yang buruk sementara adiknya punya sifat yang baik.
"Waktu dulu tidak boleh diceritakan detail, tapi pada intinya jaman kerajaan ada petinggi semacam tumenggung ajudan kerajaan atau pemimpin wilayah situ.
Pemimpin di wilayah situ punya 2 anak kakak beradik, si adik baik dan kakak kurang baik.
Masyarakat pengennya yang meneruskan si adik," ujarnya kepada Tribunbanyumas.com, lewat sambungan telfon, Senin (15/7/2024).
Kades menceritakan karena sang kakak kurang terima atas perlakuan tersebut lalu memilih merantau dan mencari ilmu atau kesaktian.
Setelah itu ingin merebut kekuasaan.
"Sampai pada akhirnya konon ada yang bilang kalau kakak-adik itu ketemu dan bertarung di Sungai yang kini dikenal Sungai Nagasari, tapi entah siapa yang menang.
Sungai itu dikenal dengan nama Sungai Nagasari.
Ada yang mengibaratkan "si kakaknya" tadi perumpamaan jadi Naga.
Kalau ketemu Naganya ya nyawa ilang, kalau ketemu sari ya penghasilan atau jabatan hilang," katanya.
Ia tidak memungkiri kalau mitos tersebut ada dan berkembang di masyarakat begitu kuat hingga saat ini.
Ia mencontohkan beberapa kasus yang pernah terjadi beberapa pejabat ada yang mengalami sendiri tersebut.
Contohnya seperti camat, mantri hutan, mandor hutan yang diakuinya jadi bagian dari mitos tersebut entah hilang jabatan atau meninggal.
"Namun ada fakta lain bahwa nyatanya pak wakil Bupati Banjarnegara pak Samsudin, tahun 2000an alhamdulilah selesai sampai masa jabatan dan pernah mengadakan pengajian juga disana dan selamat-selamat saja dan tidak ada apa-apa," terangnya.
Ia mengatakan artinya siapa yang berani silahkan saja lewat atau berkunjung.
Namun ia tidak memungkiri kalau pantangan atau kepercayaan itu tetap ada sampai sekarang.
Terkait adanya isu dengan adanya mitos tersebut pembangunan di Dusun Simpar menjadi terganggu itu adalah tidak benar.
"Tidak benar kalau terkendala dan tidak ada yang berani kesana.
Alhamdulillah tidak ada kendala, dan selalu ada yang memantau lansung.
Malah kita sedang buat jalan, bedah rumah juga teratasi. Cuma kadang saya tidak kesana, karena menurut sesepuh desa, saya supaya jangan lewat sana dulu, tapi tetap saya kontrol dan lepas tangan," terangnya.
Kades harus memutar arah terlebih dahulu atau secara sederhananya mencari jalur lain yang biasa dia lakukan.
Tetapi ia memastikan pembangunan tidak berpengaruh.
Pembangunan tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Ia menceritakan sebelumnya ada perbaikan 4 rumah yang memerlukan bantuan alat.
Karena ada PNS yang bertugas, maka si PNS tersebut tidak berani melewati dusun tersebut.
Akhirnya pihak desa mengambil inisiatif menyelesaikan dan ditugasi orang lain agar selesai.
Dusun Simpar merupakan daerah perbukitan yang kondisi jalannya naik turun.
Dampak dusun tersebut sangat asri, banyak pepohonan dan sungai yang tampak alami.
Jumlah penduduk masih sedikit dan tampak rumah warga tidak berdekatan dengan akses jalan sudah cukup bagus.
Soal ada anak yang berambut gimbal alami yang hidup di kampung Simpar salah satu kampung terpencil di atas perbukitan.
Sampai dengan saat ini ada 8 anak berambut gimbal alami di dusun tersebut berkisar umur 2 tahun sampai 6 tahun.
Namun kisah mitos dusun simpar ditakuti pejabat dan anak gimbal adalah sesuatu yang berbeda.
"Ibu beda lain hal, kalau anak gimbal disini kurang lebih ada 8," katanya.
Apabila memang ingin potong rambut, minimal harus berusia 7 tahun dan proses pemotongan rambut gimbal alami ini harus juga di sertai ritual pemotongan. (jti)
Baca juga: Sekda Jepara Ajak Masyarakat Aktif Laporkan ASN yang Tidak Netral
Baca juga: Lirik Lagu Semua Itu Tulus Mike Mohede Feat Judika
Baca juga: Novi Sartika Buka Suara: Akunnya Diretas untuk Hujat Fuji dan Selebgram Lain
Baca juga: 1.200 Porsi Bubur Asyura Khas Menara Kudus Dibagikan ke Masyarakat
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.