Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Lipsus Produk China Banjiri Jateng

Saat Produk China Membanjiri Jateng, Harga Pakaian Bekas Mengejutkan, Bagaimana Brand Lokal?

Kebiasaan berburu pakaian bekas impor atau yang biasa disebut thrift shopping menjadi fenomena populer bagi kalangan anak muda

|
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: muslimah
Tribunjateng/Permata Putra Sejati
Contoh baju-baju bekas impor yang dijual kembali di salah satu toko baju yang ramai di Purwokerto, Selasa (23/7/2024). 

 
TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO - Banyak produk China yang mudah ditemukan di pasaran, baik mal, pusat perbelanjaan, toko fashion, minimarket, electric gadget dan lainnya.


Salah satu produk yang gampang didapat adalah pakaian bekas pakai atau thrifting impor asal China.


Berdasarkan pantauan Tribunbanyumas.com di salah satu toko pakaian Purwokerto yang khusus menjual baju-baju impor bekas asal China terlihat begitu ramai. 


Bahkan toko tersebut begitu digandrungi anak muda Purwokerto karena menjual pakaian bekas dengan kualitas yang masih bagus.

Baca juga: 2 Kali Diracun Tak Mempan, AsepTewas di Percobaan Pembunuhan Ketiga, Pelaku Istri, Anak, Calon Mantu


Adapun harga jaket dipatok dengan harga mulai Rp60 sampai Rp100 ribu, kemeja putri Rp60 ribu sampai Rp75 ribu. 


Ada pula kaos-kaos berkerah berkisar Rp35 ribu  sampai Rp75 ribu.

Bahkan yang mengejutkan lagi banyak dijual kaos-kaos bekas berlogo dan  tulisan asal China dihargai Rp10 ribu sampai Rp25 ribu. 


Salah satu pengunjung toko, Leon (26) mengatakan sudah biasa berburu baju-baju atau barang bekas impor. 


"Kalau saya liat kualitas, misalkan itu bekas dan masih bagus plus murah ya dibeli gak masalah.

Tetapi misal harus memilih produk lokal saya akan pertimbangankan dulu, bagus apa tidak, kalau bagus ya sudah pasti dibeli," katanya. 


Ia mengatakan membeli lebih kepada kualitas, dan nyatanya kadang produk impor bagus-bagus dengan harga murah. 


Sehingga produk lokal harus bersaing dengan gempuran impor bekas. 


Kebiasaan berburu pakaian bekas impor atau yang biasa disebut thrift shopping menjadi fenomena populer bagi kalangan anak muda.


Namun, belum banyak dari para pelaku usaha jual beli baju bekas impor yang menyadari terkait aturan usaha perdagangan produk impor. 


Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas menyatakan apabila pelaku usaha menjual pakaian bekas impor, maka pelaku usaha tersebut dapat diduga melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. 


Pelaku usaha baju bekas impor asal Banyumas, Chandra Nur Khoirul (28) berpandangan usaha pakaian impor bekas saat ini adalah peluang besar. 


Alasannya adalah karena lifestyle gaya hidup para muda-mudi yang gemar belanja, suka mencari brand terkenal dengan harga murah. 


"Barang-barang impor bekas itu unik dan langka, biasanya barangnya beda-beda dengan yang ada di pasaran. 


Meskipun memang berbisnis usaha pakaian bekas impor ini seperti membeli kucing dalam karung, kita tidak tahu kondisi di dalamnya seperti apa," terangnya. 


Ia menjelaskan ia biasanya membeli satu bal pakaian bekas impor dari kenalan distributor dari Bandung atau Depok. 


Dalam satu bal itu berisi kurang lebih 50 sampai 100 pakaian bekas yang tidak semua dalam kondisi bagus. 


"Tidak semua barang bagus, jadi pasti ada saja yang zonk, satu dua atau tiga ada yang seperti robek, ada noda, tapi kalau masih bisa dibersihkan dan diperbaiki. 


Tapi kalau beruntung bisa juga dapat pakaian yang benar masih terlihat baru dan ada labelnya," imbuhnya. 


Dari satu bal berisi 50-100 piece itu, ia mengaku mengeluarkan modal sebesar Rp1.1 juta dengan keuntungan bisa dua kali lipat dari modal awal tersebut. 


Meski diakuinya kadang dia menemukan dalam satu bal itu tidak sepenuhnya barang asli impor, karena ternyata ada juga barang campuran produk Indonesia. 


Terkait perilaku orang membeli pakaian bekas impor, ada fakta ternyata, orang yang membeli pakaian bekas impor bukan hanya datang dari kalangan berkantong cekak. 


Tetapi juga mereka yang berkantong tebal pun terkadang memanfatkannya membeli barang bekas. 


Alasannya, antara lain karena kualitas lebih bagus dibandingkan produksi lokal, kemudian modelnya yang keren-keren. 


Menanggapi gempuran barang impor China, salah satu pengusaha fashion lokal asal Banyumas, Ari Nugroho mengatakan keberadaan barang impor cukup berdampak. 


"Memang berdampak tapi kita brand lokal punya kelas sendiri, ada pengaruh tapi tidak banget karena kita punya kelas dan segmentasinya sendiri. 


Saya jual baju produk lokal design jaket ready to wear senilai Rp 450 ribuan," terangnya. 


Dia juga jual kaos lukis senilai Rp 150 ribuan


"Cuma memang yang beli itu segmentasi beda. 


Orang kurang suka batik, saya coba mengdesign sedemikian rupa agar batik bisa tampil dimanapun dan disukai siapapun," katanya. 


Dia yang mempunyai brand bernama Dejarumi mengusung tema lokal batik dan modern.


"Cintai produk lokal, apalagi kalau second itu risiko dipakai orang bekas. Mending cintai produk lokal," terangnya. (jti) 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved