Dokter Tewas di Kamar Kos Semarang
Kasus Wafatnya Mahasiswi PPDS Undip Masalah Serius buat Profesi Dokter, Ini yang Harus Dilakukan
Peristiwa wafatnya mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), dr Aulia Risma Lestari.
Penulis: hermawan Endra | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Peristiwa wafatnya mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), dr Aulia Risma Lestari, harus direspons secara serius dan hati-hati.
Sebagai usaha menjaga citra profesi kedokteran, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) diminta untuk dapat bersikap tegas dalam menyikapi kasus ini.
Ketua Komite Pusat Solidaritas Penyelamat Citra Profesi (KPSPCP), dr Daeng Mohammad Faqih menegaskan peristiwa yang menyebabkan wafatnya mahasiswi PPDS Anestesi FK Undip ini menjadi kasus yang serius.
Namun dia mengingatkan dalam merespons dalam bentuk pernyataan, keputusan maupun tindakan harus disampaikan secara hati-hati dan jangan sampai melebihi dari ranah hukum yang bukan menjadi areal profesi sebagai dokter.
“Bagi keluarga korban pasti ini menimbulkan kesedihan mendalam dan kemarahan. Bagi masyarakat secara umum, pasti akan menimbulkan kemarahan dan kutukan kepada siapa saja yang menyebabkan hilangnya nyawa."
"Untuk itu harus ditangani secara serius dan hati-hati, jangan sampai resposn kita melebihi dari hukum,” kata sosok yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) periode 2018-2021 ini.
“Oleh karena itu kita harus tegas dan tidak ada pembelaan terhadap tindakan bulliying (jika terbukti). Karena bulliying ini bertentangan dengan etika profesi, hukum dan bisa menghancurkan solidaritas dan citra luhur profesi."
"Untuk itu kita harus hati hati menangani kasus ini, kita harus menyelesaikan hal-hal yang terkait dengan bulliying secara baik dan tegas,” ujarnya.
Surat yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan (Ditjen Yankes) Kementerian Kesehatan Nomor TK.02.02/D/44137/2024 tentang Penghentian Sementara Program Studi Anestesi Undip Semarang di RS Kariadi Semarang.
Dalam surat tersebut dijelaskan alasan penghentian sementara Prodi Anestesi karena adanya dugaan perundungan yang memicu bunuh diri dari dr Aulia Risma Lestari.
dr C Andryani, dokter forensik di RS Bhayangkara Bandarlampung menjelaskan suatu kematian disebut dengan bunuh diri maka harus didukung bukti dan harus melalui proses serta tindakan kepolisian.
Perlu juga, kata dia, dicari adanya niat untuk bunuh diri tersebut. “Penentuan bunuh diri bukan oleh wartawan atau desas desus tapi oleh penyidik Polri setelah dilakukan proses sidik-lidik sesuai peraturan perundangan,” katanya.
Sementara itu Guru besar Unair Prof. Dr. Djohansjah Marzoeki, dr., Sp.B., Sp.BP-RE(K), menggambarkan kasus yang dialami di FK Undip ini sebagai bentuk premanisme birokrasi.
Ia menjelaskan premanisme merupakan suatu tindakan yang melakukan dengan ancaman, kekerasan untuk merampas milik orang lain.
Lantas apakah benar diduga Kemenkes melakukan premanisme? Penutupan anestesi di Jawa Tengah, menurut dia, sebagai keputusan keliru yang diambil oleh pihak Kemenkes. Alasannya yang memiliki prodi itu adalah Universitas Diponegoro, tapi mengapa yang menutup pihak Kemenkes.
Tim Kemenkes Dihambat Saat Selidiki Kasus Pungli dan Perundungan PPDS Undip, Ini Faktanya |
![]() |
---|
Jawaban Kejati Jateng Soal "Pingpong" Berkas Kasus Pemerasan PPDS Undip Semarang |
![]() |
---|
Ini Alasan Polda Jateng Tak Tahan 3 Tersangka Pemerasan dan Bully PPDS Undip: Kooperatif |
![]() |
---|
Dokter Zara Yupita Azra Tersangka Pemerasan dan Bully Aulia Malah Dinyatakan Lulus Ujian Nasional |
![]() |
---|
3 Tersangka Kasus dr Aulia, Dokter Zara Lulus Ujian Lisan Nasional, 2 Tersangka Lain Bebas Bekerja |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.