Berita Solo
Kisah Petani Muda di Solo Berdayakan Tanah Wakaf lewat Hidroponik
Lahan seluas 1.500 meter persegi di belakang Pondok Pesantren Mahasiswa Tanwirul Fikr, Jalan Kabut, Jebres, Kota Surakarta, tampak hijau dan menyegark
Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: m nur huda
TRIBUNJATENG.COM, SURAKARTA - Lahan seluas 1.500 meter persegi di belakang Pondok Pesantren Mahasiswa Tanwirul Fikr, Jalan Kabut, Jebres, Kota Surakarta, tampak hijau dan menyegarkan pandangan.
Di tempat ini, terpasang instalasi hidroponik yang di atasnya tumbuh rupa-rupa sayuran segar, antara lain selada, daun mint, dan aneka jenis sawi.
Lahan berstatus tanah wakaf ini dikelola sebagai kebun hidroponik oleh sosok petani muda bernama Anggi Bitho Lokmanto (34).
Anggi menjalankan usaha hidroponik bernama Aa818_Hydroponic yang merupakan salah satu binaan Astra melalui Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA).
Di tangan pria lulusan S-1 Teknologi Hasil Pertanian Universitas Sebelas Maret ini, tanah wakaf pondok pesantren yang sebelumnya terbengkalai jadi produktif menghasilkan puluhan jenis sayur-mayur segar.
Anggi memang punya visi untuk memberdayakan tanah-tanah wakaf yang sebelumnya tidak produktif melalui pertanian hidroponik. Berikut kisah lengkapnya.
Hidroponik Jadi Solusi Pertanian di Wilayah Urban
Pada 2012, setelah lulus kuliah, Anggi langsung bekerja di perkebunan sawit milik salah satu perusahaan produsen minyak goreng kenamaan di Riau.
Di sana, dia mengurus bagian pembibitan sawit serta Corporate Social Responsibility (CSR) budi daya sayuran.
"Nah, saya dapat ketertarikan dan ilmu tentang budi daya sayuran dari kegiatan CSR itu," ucap Anggi saat ditemui TribunJateng.com di kebun hidroponik yang dia kelola, Jumat (27/9/2024).
Pada 2018, dia keluar dari pekerjaan karena ingin membangun bisnis sendiri di kampung halamannya di Palur, Desa Ngringo, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar.
Anggi lalu memikirkan jenis usaha apa yang bisa dia jalankan secara berkelanjutan dan bukan sekadar tren sesaat. Akhirnya, berdasarkan latar belakang pendidikan dan pengalaman pekerjaan yang dia punya, Anggi memutuskan melakoni usaha pertanian.
"Tapi pertanian konvensional di wilayah Solo tidak bisa. Sebab cuacanya panas dan tanahnya kurang subur. Luas lahan juga kurang. akhirnya saya putuskan menjalankan usaha pertanian hidroponik," jelas dia.
Menurut Anggi, hidroponik jadi solusi atas tiga kendala, yakni keterbatasan luas lahan, kurangnya tingkat kesuburan lahan, dan cuaca panas.
Hidroponik tidak perlu lahan terlalu luas karena siklus panennya lebih cepat ketimbang pertanian konvensional. Kemudian tingkat kesuburan bisa dimaksimalkan dengan pemberian nutrisi yang tepat. Adapun suhu lingkungan yang panas bisa dimanipulasi dengan menjaga kelembapan dan mengatur aliran air.
Diresmikan Respati Ardi, Ini Sederet Fasilitas di Gedung Baru RS Hermina Solo |
![]() |
---|
Awalnya Dikira Barang Antik, Pria di Solo Kaget Temukan Granat Tangan Berusia 72 Tahun |
![]() |
---|
BREAKING NEWS, Tukang Rosok di Kampung Debegan Solo Temukan Granat Aktif |
![]() |
---|
Kisah Martin WNA Polandia Kehilangan Sepeda Patrol, Hendak Dijual Pelaku Seharga Rp8 Juta di Solo |
![]() |
---|
Kepala Sekolah SMA Pangudiluhur Santo Yosef: Mas Wapres Gibran Tak Pernah Sekolah di Sini |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.