G30S PKI
Detik-detik Terakhir Jenderal Ahmad Yani Sebelum Diculik, Jadi Target Utama G30S/PKI
Hanya beberapa jam sebelum tragedi berdarah 30 September 1965 meletus, sang Men/Pangad tengah berbincang hangat dengan para wartawan.
Penulis: Awaliyah P | Editor: galih permadi
Detik-detik Terakhir Jenderal Ahmad Yani Sebelum Diculik, Jadi Target Utama G30S/PKI
TRIBUNJATENG.COM - Kisah Jenderal Ahmad Yani sebelum tragedi G30S/PKI, sempat bertemu wartawan untuk wawancara.
Siapa sangka senyum hangat Jenderal Ahmad Yani di pagi hari itu menjadi pertanda akhir dari hidupnya?
Hanya beberapa jam sebelum tragedi berdarah 30 September 1965 mencekam, sang Men/Pangad tengah berbincang hangat dengan para wartawan.
Dikutip Tribunjateng.com dari surat kabar Kompas edisi 12 Oktober 1965, dalam suasana upacara penyerahan penghargaan Sam Karya Nugraha di atas kapal Tampomas, Ahmad Yani tampak begitu berseri.
Ia bahkan sempat bernostalgia dengan para jurnalis yang pernah meliput aksinya dalam operasi menumpas PRRI dan Permesta di Sulawesi Utara.
"Jij dulu pernah ikut operasi sama saya di Manado bukan?" tanyanya penuh keakraban.
Tak ada satu pun yang menduga di balik senyum ramah itu, bahaya mengintai.
Malam harinya, Yani dan beberapa perwira tinggi lainnya menjadi sasaran penculikan oleh pasukan yang dipimpin Letkol Untung Sjamsuri.
Rumah dinas Ahmad Yani di Jalan Cempaka, Jakarta Pusat, menjadi saksi bisu peristiwa tragis tersebut.
Ketika para penculik tiba di kediamannya, Jenderal Ahmad Yani diberitahu ada panggilan mendesak dari Presiden.
Ahmad Yani meminta waktu untuk mandi dan berganti pakaian.
Penolakan atas permintaan itu membuat situasi memanas.
Dalam kemarahan, salah seorang penculik menampar wajah Jenderal Ahmad Yani dan memaksanya keluar rumah.
Perlawanan Jenderal Yani yang berusaha menutup pintu tak mampu menghentikan niat jahat para penculik.
Sebuah tembakan mengakhiri segalanya.
Jasad sang Jenderal kemudian dibawa ke Lubang Buaya, menjadi bagian dari tumpukan jenazah para pahlawan revolusi yang gugur secara tragis.
Kolonel A. Latief, Komandan Brigif I Kodam V Jaya, turut terlibat dalam peristiwa ini.
Rumahnya dijadikan tempat rapat persiapan operasi penculikan.
Para perwira tinggi seperti Jenderal Ahmad Yani, Mayjen R. Soeprapto, Mayjen MT Haryono, Mayjen S. Parman, Brigjen DI Panjaitan, dan Brigjen Sutoyo Siswomiharjo menjadi target utama.
Kapten Czi (Anumerta) Pierre Tendean, ajudan Jenderal Abdul Haris Nasution, juga ikut menjadi korban.
Tuduhan membentuk "Dewan Jenderal" yang ingin menggulingkan Presiden Soekarno menjadi alasan di balik penculikan dan pembunuhan para perwira tinggi tersebut.
Jasad mereka kemudian ditemukan di sebuah lubang buaya di Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Wawancara terakhir Ahmad Yani dengan para wartawan menjadi kenangan mendalam.
Senyum hangat dan cerita-cerita penuh semangatnya kini hanya tinggal kenangan.
Kepergiannya yang tragis menjadi salah satu catatan kelam dalam sejarah bangsa Indonesia. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.