Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Program PINTAR

Pengembangan Media Belajar Numerasik melalui Lesson Study Tingkatkan Capaian Numerasi Kombel

Pengembangan Media Belajar Numerasik melalui Lesson Study Tingkatkan Capaian Numerasi Kombel

Penulis: non | Editor: galih permadi
Youtube Tribun Jateng
Pengembangan Media Belajar Numerasik melalui Lesson Study Tingkatkan Capaian Numerasi Kombel 

TRIBUNJATENG.COM - Berangkat dari capaian numerasi yang masih rendah di rapor pendidikan ke 14 satuan pendidikan sekolah dasar di kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal.

Tim The Big Book mengusung metode Numerasik sebagai Proyek Fasilitator Daerah (Fasda) Perubahan 2.0, untuk meningkatkan nilai capaian rapor numerasi.

Hal itu disampaikan Juni Tri Setiyono, guru SDN Danawarih 03, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal dalam Program Spesial Ngobrol Pintar Guru Jateng (Ngopi Gayeng) bersama Tanoto Foundation.

Selain dari hasil rapor, dipilihnya Kecamatan Balapulang, juga karena tiga dari dua fasda terdapat di Balapulang.

Sehingga Tim The Big Book mencoba untuk berkontribusi dalam perubahan dalam peningkatan capaian numerasi.

Pada program sebelumnya, Fasda 1.0 fokus pada literasi, kini pada program 2.0, The Big Book fokus pada pengembangan media pembelajaran numerasik di Kabupaten Tegal.

Numerasik merupakan singkatan dari 'numerasi yang asik', sehingga siswa-siswi dihadapkan dengan angka menggunakan metode yang menyenangkan.

Juni mengatakan jika, numerasi sebetulnya tidak hanya merujuk pada angka dan matematika.

"Sebetulnya semua disiplin lmu itu menuju ke numerasi, jadi ada ada bagian numerasinya.

Nah kita untuk numerasi yang asik ini kita mau mencoba gitu untuk para peserta dari kita guru itu ada 14 satuan pendidikan," tutur Juni.

Dalam satu sekolah terdapat empat guru dari kelas 1 sampai 4 yang bertugas mengembangkan media numerasik agar pembelajaran numerasi kepada murid lebih mengasikkan.

Sementara perbedaan pendekatan dan target pada program 1.0 dan 2.0 terdapat pada jangkauannya. 

Meski jangkauan pada 1.0 lebih luas, namun pada program numerasi di 2.0 ini tentu memiliki tantangan tersendiri meski di satu Kecamatan.

"Di setiap pelatihannya, kita harus mengimbangi dengan waktu, karena waktu itu di Agustus.

Kita harus benar-benar me-manage waktunya agar peserta bisa menerima pelatihannya dan juga kita juga menyesuaikan waktu dengan kegiatan kita," jelas Juni.

Juni mengaku, banyak belajar dalam proyek kali ini, pasalnya Tim The Big Book baru pertama kali menggarap program numerasi.

Selain itu numerasik memiliki banyak kegiatan yang dilakukan sehingga terasa lebih menyenangkan.

"Ini lebih asik daripada yang 1.0 karena di pelatihan kali ini tuh kita Loka Karya jadi mereka itu bisa mobile dari tidak hanya duduk mendengarkan materi," tambahnya.

Karena program besifat medium, metode lesson study dilakukan dengan pendampingan.

"Jadi kita pendampingan ke peserta, bagaimana mereka mengimplementasikan dari media yang telah mereka buat gitu dan juga kita melibatkan kepala sekolah untuk ikut mengobservasi sejauh mana

implementasi dari media yang mereka buat," ujar Juni.

Selain itu perbedaan di 1.0 dan 2.0 adalah peran Kepala Sekolah.

"Dulu hanya untuk koordinasi tapi kalau kali ini kita benar-benar melibatkan kepala sekolah, karena mereka juga pas pembukaan dan sebagainya mereka ikut serta.

Jadi tahu inih mau ngapain nih Bapak Ibu gurunya gitu kan mau pelatihan seperti apa, kemudian apa yang dihasilkan produknya."

Selain waktu, ternyata dalam pengenalan konsep numerasi peserta, yakni para guru juga masih banyak yang bingun dan bertanya-tanya konsep numerasi.

Pada saat mulai untuk merancang juga masih banyak kendala yang dialami peserta.

"Jadi memang kita harus benar-benar untuk pendekatan ke pesertanya kita membimbing pesertanya agar apa yang dari konsep numerasinya kemudian medianya itu benar-benar sinkron gitu bisa pas gitu. Jadinya yang dibuat itu tidak melenceng dari apa yang eh konsep yang tidak kita latihkan," beber Juni.

Tim The Big Book juga mengawasi para peserta dari tim selama kurang lebih tiga minggu melakukan obsevasi ke sekolah-sekolah.

Untuk melihat sejauh mana progres peserta dan juga sejauh mana mereka menerapkan apa yang diajarkan di kelas.

Progres saat ini sekira 80 persen dari terlihat dari hasil post test yang terlihat mengalami peningkatan dari sebelumnya.

Dalam proyek ini, peran Kepala Sekolah di fasda perubahan 2.0, ikut terjun langsung mengawasi berjalannya pelatihan.

"Mereka ikut langsung dan juga sebagai motivator untuk peserta dan juga observer kan karena mereka terlibat untuk melihat sejauh mana pembuatan media dan juga menggunakan di kelasnya, implementasinya."

Untuk pelatihan sudah ada di 14 satuan pendikan Sekolah Dasar di kecamatan Balapulang.

Tim The Big Books menyasar minimal 50 peserta untuk memenuhi kuota medium.

"Jadi kami ambil dari 14 kebetulan memang di kecamatan Balapulang yang capaian numerasinya masih dalam tahap sedang dan kurang itu di 14 sekolah itu," ungkap Juni.

Dalam implementasinya, terdapat media numerasi non digital seperti gelas bilangan yang dapat membantu siswa kelas awal dalam memahami konsep numerasi.

"Peserta itu ada yang buat gelas bilangan itu untuk numerasinya dari satuan untuk dekomposisi dari bilangan dari ada ratusan, satuan dan sebagainya untuk memisah-misahkan," jelas Juni.

Gelas bilangan menggunakan lidi dan sedotan jadi setiap gelas yang digunakan itu diberi keterangan.

Lidi atau sedotan tersebut itu nanti dimasukkan ke kategori ratusan puluhan satuan yang kemudian bisa dijumlahkan.

Metode gelas bilangan juga perlu disesuaikan dengan fase atau kelasnya.

Contohnya fase A atau fase B masih dalam tahap menghitung puluhan.

"Fase C itu kan sudah sampai ratusan atau puluhan ribu berarti sesuaikan dengan itu dan juga bisa dijumlahkan sebetulnya.

Untuk penggunaannya jadi misalnya kita mau menghitung 1200 ditambah 1250, ditambah dengan 2500 misalnya.

Jadi 2-nya dikasihkan di ribuan, 5-nya di ratusan, kemudian kalau 500 ya berarti 0-nya di satuan ya gitu," papar Juni. 

Pengukuran keberhasilan proyek ini dilakukan melalui pre test dan post test, Juni mengatakan ada hasil yang cukup signifikan seusai keduanya dilakukan.

"Pre test ini menarik nih karena pas kita pre test kepada peserta gitu, karena memang peserta ketika kita latih kan tidak ada pengetahuan yang awal.

Mungkin mereka ada yang tahu pengetahuan tentang numerasi, tapi tidak terlalu banyak ketika kita teskan banyak yang nilainya mungkin dari skala 0 sampai 100.

Ada yang 40, 30 dan sebagainyanya benar-benar dari belum mengetahui betul."

Sebetulnya peserta juga sudah tahu ada hitungan dan sebagainya, namun konsep numerasi literasi baru-baru ini diterima oleh peserta.

Namun hasil post tesnya menunjukkan ada peningkatan sekira dari 80 persen peserta itu sudah mencapai KKM dengan rata-rata nilai 75.

Pre-test mengangkut tentang apa itu bilangan, pengetahuan dasar tentang konsep informasi yang nantinya di post-tesnya ditanyakan kembali.

"Sehingga mereka sudah ada ada pengetahuan ketika kita latihkan gitu. Jadi mereka 'Oh iya ternyata numerasi adalah seperti ini' gitu."

Tim the Big Book memastikan kelanjutan dari proyek dengan adanya diseminasi sejak kegiatan Fasda 1.0.

"Di fasda perubahan 2.0 kita akan bekerjasama dengan beberapa komunitas belajar. Kita akan melaksanakan diseminasi terkait dengan ini jadi tidak berhenti sampai sini.

 Bahkan rencananya sih kalau misalnya peserta kita bimbing untuk menuliskan praktik baiknya.

Jadi mereka tidak hanya membuat medianya tetapi mereka menuliskan prosesnya," kata Juni.

Media dalam bentuk naskah itu kemudian bisa disebarkan dan praktik baiknya itu bisa ditiru oleh guru lainnya.

Naskah tersebut diunggah ke website yang bisa diakses dalam bentuk E-Perpus.

"Dari produk mereka itu kita dokumentasikan kemudian tadi yang tadi tulisan-tulisannya kemudian agar bisa disebarkan tidak hanya di guru Kabupaten Tegal, tapi bisa meluas karena basisnya adalah internet atau website."

Di proyek fasda perubahan 2.0 melibatkan lembaga lokal dan media partner seperti LPPL Slawi FM dan menggaet beberapa lembaga, di antaranya lembaga perbankan.

Ada tiga lembaga perbankan yang kegiatan Fasda 2.0, yakni Bank Indonesia, Bank Jateng dan Bank TGR.

Selain itu Slawi FM sebagai media partner melipu dan menuliskan artikel yang disebar luaskan melalui Slawi FM.

Melalui proyek Fasda 2.0 ini, Juni berharap produk media numerasik dapat disebarlaskan dan juga dipraktikkan oleh guru, khususnya di Kabupaten Tegal dan secara umum di seluruh Indonesia.

"Tadi saya jelaskan melalui website ya website-nya The Big Book jadi harapannya itu dapat dikembangkan dan juga. Khusus untuk peserta harapannya pada tahun depan itu itu sudah ada capaian numerasi yang meningkat dari sebelumnya kurang atau sedang, itu paling tidak naik sudah menjadi baik gitu."

Juni menambahkan meskipun tidak ada proyek Fasda Perubahan dalam 6 bulan maupun setahun ke depan program ini akan tetap berlanjut.

"Kita terus berlanjut untuk menyebarkan ilmu gitu ya, baik dari guru ataupun yang lainnya jadi kita membuka luas untuk kerja sama dengan siapa saja.

Kemudian tadi terkait dengan pengembangan media baik digital baik literasi numerasi dan juga pengemban digital dan non digitalnya," tambah Juni.

Menjawab pertanyaan dari Umi Sadiyati Guru SD Negeri Tegalandong 02 tentang bagaimana dukungan Tim The Big Book agar kegitan tentap berjanjut untuk semua guru yang ada di kombel, gugus maupun di SD  Negeri Tegalandong 02 sendiri.

"Kalau mau kerja sama dengan kita ya ayo aja karena kita memang membuka seluas-luasnya. Kita sudah sering beberapa kali dengan kombel Jakarta juga kita mengadakan untuk webinar online-nya itu bareng-bareng dari kita materi yang sedang sedang jalan atau materi yang memang kita butuhkan terutama literasi numerasi itu kita sangat terbuka sekali untuk bekerja sama dengan siapa saja," jawabnya.

Pertanyaan dari Andi Rohma guru SD Negeri Lebakuah 01 tentang media pembelajaran numerasik dapat diakses oleh guru lainnya yang tidak mengikuti pelatihan.

"Bisa diakses oleh semuanya. Bahkan kita masuk ke tim inovator di tahun kemarin inovator kompeten Tegal untuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan itu masuk dalam tim inovator untuk The Big Book-nya gitu jadi bisa diakses oleh siapa saja dan kemudian kita juga punya komunitas belajar di PMM namanya The Big Book Tegal itu kita taglinennya adalah literasi numerasi dan digitalisasi.

Jadi tadi yang ibu juga sampaikan mau kerjasama bagaimana, kita bisa mengadakan webinar bersama kolaborasi seperti itu."

Pertanyaan dari Ika SD Negeri Balaradin 04, tentang kriteria media pembelajaran numerasi yang baik itu seperti apa.

"Media yang dibuat itu tentunya harus memudahkan dan juga seperti sarana bermain anak. Jadi ketika anak menggunakan media itu mereka tidak seperti sedang belajar tapi sedang bermain gitu ya tapi tentunya tidak hanya bermain mereka belajar."

"Intinya medianya itu bisa digunakan kemudian bisa mengajarkan konsep numerasi yang benar gitu ya jangan sampai media yang dibuat itu ternyata makin membingungkan. Media yang baik adalah bisa digunakan, menyenangkan dan juga mengajarkan konsep yang benar," tutupnya.

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved