Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Rembang

3 Anak TK Dikeluarkan Karena Orang Tua Tak Mau Nyoblos di Pilkada Rembang, Kuasa Hukum: Ada Bukti!

Kuasa hukum para ketiga orang tua murid TK yang dikeluarkan karena menjadi korban politik di Kabupaten Rembang, telah mengantongi bukti.

Editor: raka f pujangga
Tribunjateng.com/Rezanda Akbar D.
Ahmad Najieh, Kuasa Hukum Ketiga Ortu Murid TK yang Dikeluarkan oleh sekolah di Rembang. 

TRIBUNJATENG.COM, REMBANG - Kuasa hukum para ketiga orang tua murid TK, korban politik di Kabupaten Rembang mengatakan bahwa saat ini telah mengantongi sejumlah bukti terkait ketiga anak yang diblacklist oleh pihak sekolah.

"Bukti-bukti itu telah ada, ada beberapa bukti percakapan lewat WhatsApp. Itu telah dihapus oleh pihak yang bersangkutan," jelas Ahmad Najieh, Senin (25/11/2024).

Untuk itu, pihaknya melakukan pendalaman terhadap bagaimana proses ini berjalan.

Baca juga: Kasus 3 Anak TK Jadi Korban Politik di Rembang, Ombudsman Jateng Lakukan Investigasi

Pihaknya akan melakukan pendampingan mulai dari saat ini hingga proses tersebut selesai.

Kendati demikian, Najieh menemukan bukti dari perwakilan sekolah yang menunjukan pengeluaran anak, termasuk pesan yang dikirimkan oleh perwakilan sekolah yang telah dihapus.

"Pada intinya, kalau melihat dari percakapan tersebut. Pada prinsipnya dua orang anak TK kalau memang tidak mau memilih maka di blacklist pihak sekolah," ujarnya.

"Tidak ada surat dikeluarkan karena itu bersifat lisan. Maka pihak orang tua tahu diri dan akhirnya mengundurkan diri," tambahnya.

Saat ini, pihaknya masih mengumpulkan bukti-bukti termasuk kecurangan pilkada yang dilakukan di lingkungan TK tersebut.

Terkait nasib para ketiga anak itu, saat ini sudah bersekolah di tempat yang baru. 

Sebelumnya diberitakan, Ombudsman Jawa Tengah melototi polemik tiga anak TK di Rembang yang menjadi korban politik, usai orang tua murid enggan mencoblos paslon favorit yayasan.

Dari keterangan Siti Farida Kepala Perwakilan Ombudsman Jawa Tengah, mengatakan saat pihaknya telah bergerak untuk melakukan investigasi terkait kejadian itu.

"Kami mengoptimalkan koordinasi lebih dahulu, kemarin sore pak Sekda menjanjikan untuk melakukan follow-up. Kita lihat dahulu, selain itu kami juga berjejaring dengan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia)," ujarnya saat dihubungi Tribunjateng, Senin (25/11/2024).

Untuk itu, dia berharap pihak korban atau orang tua pelajar TK yang dirugikan itu mau untuk melaporkan kejadian ini kepada KPAI.

Selain itu, pihaknya mendorong para instansi/perangkat daerah terkait pendidikan dan perlindungan anak. 

Hal ini untuk memastikan bahwa hak-hak anak tetap terlindungi, mendapatkan pelayanan pendidikan, tanpa diskriminasi. 

"Pemerintah Daerah melalui perangkatnya harus hadir menyelesaikan persoalan dimaksud," kata Siti Farida.

Siti Farida menjelaskan bahwa pihak orang tua murid yang menjadi korban politik berhak mendapatkan perlindungan dan bisa melapor ke Ombudsman serta KPAI untuk menindak lanjuti terkait pelayanan pendidikan dan hak-hak anak.

Meski demikian terkait kasus tersebut, pihaknya mewanti agar sebaiknya tidak ada affiliasi politik dalam dunia pendidikan. 

"Affiliasi politik berpotensi bisa mengarah ke diskriminasi, hati-hati kalau fokusnya anak ini pelanggaran ke hak anak. Sebaiknya semua pihak sangat hati-hati, kami saat ini fokus ke pelayanan publiknya. Gimana caranya anak harus sekolah," ujarnya.

Dia menegaskan, tidak boleh ada kriminalisasi terhadap kasus yang bergulir ini.

Dia berharap meski saat ini masuk masa tenang Pilkada namun tetap fokus terhadap penyelesaian hak anak.

"Penyelenggara pelayanan tidak boleh melakukan mal administrasi termasuk konflik kepentingan dan tindakan diskriminasi, perlu dilakukan pemeriksaan yang komperhensif dan berimbang. Kami masih mengarahkan dari Pemda dalam hal ini Sekda Rembang menindak lanjuti," ujarnya.

Sebagai pengingat, Polemik TK Darul Fiqri di Desa Pamotan masih menggelinding terhadap kasus dikeluarkan para murid TK yang menjadi korban politik, dengan pihak sekolah lantaran beda pilihan Bupati Rembang.

Untuk mengkonfirmasi hal tersebut, Kepala Desa Pamotan, A. Masykur Ruhani atau yang akrab disapa Aang, mengatakan bahwa sebelumnya pada hari Sabtu (23/11/2024) dirinya telah memanggil pihak yayasan.

Aang mengatakan bahwa kronologi kejadian yakni Yayasan TK Darul Fiqri meminta tolong kepada orang tua murid untuk mencoblos Paslon Bupati dan Wakil Bupati Rembang Nomor 2 Harno-Hanies.

Alasan pihak yayasan meminta tolong para wali murid untuk mencoblos Paslon 2, lantaran yayasan tersebut adalah milik dari Harmusa Oktaviani, yang telah menduduki kursi Anggota DPR RI atau anak dari calon Bupati Rembang Harno.

"Biar tidak simpang siur, sebetulnya dari yayasan waktu silaturahmi ke wali murid itu dari pihak guru dan yayasan minta tolong, karena punya gawe. Pak Harno kan nyalon," tuturnya, saat dikonfirmasi Tribunjateng Minggu (24/11/2024).

Namun karena ketiga ortu tersebut tidak bisa membantu, mereka memilih untuk mengundurkan diri dari sekolah, dengan alasan beda pilihan politik.

Namun pihaknya juga sempat memanggil yayasan sekolah untuk mengkonfirmasi terkait pengeluaran murid sekolah.

"Apa benar itu dikeluarkan, terus dia (yayasan) kan kita minta tolong karena bapak nyalon minta tolong dibantu, bahasanya gitu minta tolong," kata Aang sembari menirukan pihak yayasan.

"Sekolahnya Harmusa kayanya, anaknya yang di DPR RI yang punya yayasan, tidak ada apalagi mas Harno sampai mengeluarkan. Ya enggak lah, ngopeni pilihan ini sudah pusing. Fokus ke pilihan," sambungnya.

Dia mengatakan bahwa dua orang yang keluar tergabung dalam partai pengusung dari kubu Paslon 1 atau lawan politik.

"Awalnya satu orang, dan paginya tiga wali murid itu keluar. Yang keluar itu, dari partai pengusung sebelah, ini dikapitalisasi terus di masukin ke medsos akhirnya digoreng semacam ini," tuturnya.

Aang mengakui, belum melakukan mediasi dengan tiga wali murid yang bersangkutan. Rencananya mediasi akan dilakukan pada Senin depan.

"Mereka bertiga warga Desa Sidorejo, mereka tetangga desa. Kami sudah identifikasi itu dari partai pengusung rivalnya pak Harno, mediasi antar desa saja. Saya sudah komunikasi dengan kepala desanya, itu ternyata keluar sendiri," ujarnya.

Berita awal, Tiga murid TK Darul Fiqri di Dukuh Cikalan, Desa Pamotan, Kecamatan Pamotan, Rembang dikeluarkan dari yayasan lantaran wali muridnya beda pilihan politik dengan pemilik sekolah di Pilkada 2024.

Icha, Bian dan Chaca adalah murid TK Darul Fiqri yang orang tuanya tidak bisa mematuhi perintah pihak yayasan untuk mencoblos salah satu Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Rembang.  

Ambarwati, wali murid dari Icha mengatakan, bahwa dirinya tidak bisa mengikuti perintah pihak TK Darul Fiqri karena sudah mempunyai pilihan Cabup-cawabup sendiri yang sesuai dengan hati nuraninya. 

Karena tetap pada pendiriannya, dan tidak bisa lagi ditawar, dirinya memilih anaknya dikeluarkan dari sekolah. 

"Pada hari Kamis kami didatangi Pak Joko Suryanto sama Bu Umi sama Bu Ima selaku guru anak saya TK. Lah, di situ Pak Joko bilang kalau anaknya yang sekolah di TK Darul Fiqri harus mencoblos nomor urut 02. Kalau tidak harus keluar," ucapnya pada Sabtu (23/11/2024).

Ambarwati merasa bahwa pilihan politiknya benar, dan menolak calon yang bertindak semena -mena. Menurutnya beda pilihan itu wajar, namun, karena pemilik yayasan tetap pada pendiriannya, ya terpaksa anaknya jadi korban.

"Lha saya bilang, kalau dibagi gimana Bu Umi, boleh apa tidak? Kata Bu Umi, tidak boleh harus semua," jelas dia.

Baca juga: Ini Sosok Harmusa Oktaviani Pemilik TK di Rembang yang Keluarkan Murid karena Beda Pilihan Politik

Senada, Jamilah orang tua Chaca mengaku kaget usai mengetahui bahwa anaknya di coret dari peserta didik di TK Darul Fiqri. 

Saat mencoba mengkonfirmasi melalui sambungan telepon kepala TK Darul Fiqri, ia sempat diperintahkan untuk memilih paslon nomor urut 02 namun dirinya menolak.

"Katanya Mba Caca juga di blacklist tapi kok tidak datang ke rumah. Soalnya Mbaknya sudah dekat sama Mas Juremi. Terus ditanya, kalau mbaknya nyoblos nomor 02 gimana? Maaf Bu saya pilih nomor satu. Terus bilang, ya sudah kalau tidak bisa ya mohon maaf terpaksa harus dikeluarkan dari sekolah," imbuhnya. (Rad)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved