Berita Perancis
Pemerintahan PM Barnier di Ujung Tanduk, Sayap Kanan Kiri Prancis Kompak Ajukan Mosi Tidak Percaya
Pemerintahan Prancis berada di ujung tanduk setelah kelompok sayap kanan dan kiri mengajukan mosi tidak percaya terhadap Perdana Menteri,
TRIBUNJATENG.COM, PARIS - Pemerintahan Prancis berada di ujung tanduk setelah kelompok sayap kanan dan kiri mengajukan mosi tidak percaya terhadap Perdana Menteri, Michel Barnier, pada Senin (2/12).
Mosi ini diperkirakan akan dilakukan pada Rabu (4/12) hari ini, dan jika disetujui, Prancis akan menyaksikan runtuhnya pemerintahannya yang pertama melalui mekanisme ini sejak 1962.
Ketegangan ini tidak hanya memengaruhi kestabilan politik Perancis, tetapi juga ekonomi. Investor merespons dengan menjual saham dan obligasi Prancis, yang memperdalam tekanan pada ekonomi terbesar kedua zona euro itu.
Indeks saham CAC 40 telah merosot hampir 10 persen sejak pemilu dadakan pada Juni lalu.
Dilansir Reuters, Marine Le Pen, pemimpin kelompok sayap kanan National Rally (RN), menyalahkan kepemimpinan Barnier dan menyebut bahwa ia telah memperburuk situasi.
“Prancis sudah muak,” ujar Le Pen, seraya menegaskan partainya akan mendukung mosi tidak percaya.
Di sisi lain, kelompok kiri yang dipimpin oleh Mathilde Panot dari France Unbowed menuduh pemerintah Barnier sebagai sumber kekacauan politik.
“Kami hidup dalam kekacauan politik karena pemerintahan Michel Barnier dan kepresidenan Emmanuel Macron,” tegas Panot.
Pemicu utama adalah keputusan Barnier untuk memaksakan Rancangan Undang-Undang Jaminan Sosial tanpa persetujuan parlemen.
RUU ini berisi langkah penghematan termasuk kenaikan pajak dan pemotongan anggaran senilai 60 miliar euro, yang telah memicu perlawanan tajam dari RN dan kelompok kiri.
Barnier sebelumnya mengandalkan dukungan RN untuk mempertahankan pemerintahannya yang minoritas. Namun, langkah ini memutus hubungan yang rapuh dengan kelompok sayap kanan tersebut.
Jika mosi tidak percaya disahkan, Barnier diharuskan mengundurkan diri. Namun, Presiden Emmanuel Macron kemungkinan akan meminta pemerintah saat ini untuk tetap menjabat sementara hingga ia menemukan perdana menteri baru, yang diperkirakan baru akan terjadi tahun depan.
Skenario lain adalah pembentukan pemerintahan teknokrat yang netral, meskipun langkah ini tidak akan mengakhiri kebuntuan politik. Macron juga dapat menggunakan kewenangan konstitusional untuk meloloskan anggaran tanpa persetujuan parlemen, meski langkah ini berisiko secara hukum dan politis.
Ketegangan di Prancis terjadi saat Jerman juga sedang menghadapi Pemilu, sementara dunia menunggu pelantikan kembali Donald Trump di Gedung Putih. Runtuhnya pemerintahan di Paris berpotensi menciptakan kekosongan politik di jantung Eropa, meningkatkan ketidakpastian pada masa-masa yang sudah penuh tantangan ini. Jika krisis ini tidak segera terselesaikan, Perancis berisiko menghadapi guncangan politik dan ekonomi yang lebih besar, dengan dampak yang bisa meluas ke seluruh Uni Eropa. (kps/rtr/Tribunnews)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.