Berita China
China Berharap Dalai Lama Pulang, Beijing Buka Peluang Diskusi dengan Pemimpin Spiritual Tibet
Pemerintah China menyatakan harapannya agar Dalai Lama "kembali ke jalan yang benar" dan membuka peluang diskusi terkait masa depannya, asalkan
TRIBUNJATENG.COM, BEIJING - Pemerintah China menyatakan harapannya agar Dalai Lama "kembali ke jalan yang benar" dan membuka peluang diskusi terkait masa depannya, asalkan pemimpin spiritual Tibet itu memenuhi sejumlah syarat.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, dalam konferensi pers, pada Senin (10/2).
Akan tetapi, harapan Beijing itu ditolak oleh Parlemen Tibet di pengasingan India. Dalai Lama, yang akan berusia 90 tahun, pada Juli mendatang, hidup di pengasingan sejak 1959 setelah melarikan diri dari Tibet ke India, akibat gagalnya pemberontakan terhadap pemerintahan China.
Meski demikian, pemimpin Buddhisme Tibet itu pernah menyatakan keinginannya untuk kembali ke tanah kelahirannya sebelum meninggal dunia.
Dalam pernyataannya, Guo menegaskan bahwa China terbuka untuk berdialog mengenai masa depan Dalai Lama, dengan catatan ia harus meninggalkan sikap yang dianggap Beijing sebagai ancaman terhadap "persatuan Tanah Air".
"Dalai Lama perlu secara terbuka mengakui bahwa Tibet dan Taiwan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari China, dengan Republik Rakyat China sebagai satu-satunya pemerintah yang sah," ujar Guo.
Pernyataan tersebut muncul sebagai tanggapan atas pertanyaan terkait meninggalnya Gyalo Thondup, kakak tertua Dalai Lama, pada Sabtu (8/2) lalu dalam usia 97 tahun di Kalimpong, India.
Thondup sebelumnya pernah menjadi utusan tidak resmi dalam perundingan dengan pejabat China.
Namun, syarat yang diajukan China ditolak oleh Wakil Ketua Parlemen Tibet di pengasingan, Dolma Tsering Teykhang.
"Tidak mungkin Yang Mulia (Dalai Lama—Red) berbohong, itu tidak akan terjadi," ujarnya dari Dharamshala, India, tempat Dalai Lama tinggal.
Teykhang menilai tuntutan Beijing sebagai bentuk distorsi sejarah.
"Jika mereka mendikte bahwa Yang Mulia harus berbicara tentang Tibet sebagai bagian yang tidak dapat dicabut dari China, itu adalah sebuah distorsi sejarah," kata Teykhang.
"Dengan memutarbalikkan sejarah, Anda tidak bisa mendapatkan solusi yang damai dan bersahabat," tambahnya.
Dalai Lama telah mengundurkan diri sebagai pemimpin politik pemerintahan Tibet di pengasingan pada 2011, meski Beijing tidak mengakui keberadaan pemerintahan tersebut.
Sejak saat itu, perundingan resmi antara perwakilan Dalai Lama dan China mandek. Namun, menurut Teykhang, diskusi melalui saluran tidak resmi masih berlangsung meski ia enggan membeberkan detailnya.
Presiden Prabowo Temui Xi Jinping, Indonesia-China Teken Sejumlah Kerja Sama |
![]() |
---|
China Umumkan Presiden Prabowo Akan Berkunjung Akhir Pekan Ini |
![]() |
---|
Terjangan Topan Bebinca Berkecepatan 150 Kilometer per Jam Lumpuhkan Shanghai |
![]() |
---|
Kualitas Infrastruktur China Dipertanyakan Setelah Runtuhnya Jembatan Danning |
![]() |
---|
WOW! Seorang Pria Selundupkan 104 Ular Hidup dalam Celana |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.