Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

UIN SAIZU Purwokerto

Tradisi Berdiskusi dengan Para Mahasiswa Perlu Terus Dilestarikan

Suasana terasa hangat ketika Dr. Muhammad Ash-Shiddiqy, seorang Dosen Ahli Ekonomi Syariah UIN Saizu Purwokerto, memulai diskusi dengan mahasiswa.

Editor: raka f pujangga
Istimewa
BERDISKUSI - Suasana terasa hangat dan penuh antusias ketika Dr. Muhammad Ash-Shiddiqy, seorang Dosen Ahli Ekonomi Syariah UIN Saizu Purwokerto, memulai diskusi dengan para mahasiswanya. 

TRIBUNJATENG.COM - Suasana terasa hangat dan penuh antusias ketika Dr. Muhammad Ash-Shiddiqy, seorang Dosen Ahli Ekonomi Syariah UIN Saizu Purwokerto, memulai diskusi dengan para mahasiswanya.

Hari itu, topik yang dibahas sangat beragam, mulai dari geopolitik internasional, nasab dan manaqib para Habaib, konsep kewalian, hingga fikih puasa di daerah ekstrem seperti Kutub Selatan.

Dr. Ash-Shiddiqy memulai pembahasan dengan pertanyaan menarik, "Bagaimana penduduk Eskimo atau masyarakat di kutub Utara dan Selatan menjalankan ibadah puasa, sementara siang hari di sana hanya berlangsung sekitar 4 jam?"

Baca juga: Dosen UIN Saizu Bahas Masa Depan Pariwisata Halal di Seminar Internasional Malaysia

Dia menjelaskan dalam mazhab Syafi'iyah, ada pendapat yang menyatakan bahwa puasa harus disesuaikan dengan panjang hari di daerah tersebut, meskipun itu berarti berpuasa selama 20 jam.

Namun, Dr. Ash-Shiddiqy memberikan perspektif lain.

Dia mengajak mahasiswanya merenungkan lama puasa pada masa Nabi Muhammad SAW, yang hanya berkisar 14 jam.

"Bisa jadi ini patokan yang lebih manusiawi bagi penduduk di kutub," ujarnya. Beliau mengutip hadis Nabi SAW, "اقدروا لهم قدرا" (perkirakanlah bagi mereka), yang menurutnya bisa diterapkan untuk menentukan waktu puasa dan sholat di daerah ekstrem.  

Diskusi pun semakin menarik ketika Dr. Ash-Shiddiqy mengaitkan topik ini dengan konsep "sirullah fi khalqihi", yaitu rahasia dan kasih sayang Allah terhadap makhluk-Nya.

"Allah menciptakan segala sesuatu dengan hikmah. Perbedaan waktu siang dan malam di berbagai belahan dunia adalah bukti bahwa Islam adalah agama yang fleksibel dan mempertimbangkan kondisi manusia," jelasnya.  

Tak lama kemudian, obrolan beralih ke kisah inspiratif tentang seorang tokoh yang sangat dihormati Dr. Ash-Shiddiqy, yaitu Mbah Semoga Fauqal Miah, yang usianya sudah lebih dari 100 tahun.

"Beliau selalu menekankan pentingnya menjaga kesehatan sebagai bentuk ikhtiar, namun tetap berserah diri kepada Allah," cerita Dr. Ash-Shiddiqy.

Dia mengutip ayat yang sering dibaca Mbah Semoga, "Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan memberi jalan keluar dan rezeki dari sumber yang tak terduga."  

Dr. Ash-Shiddiqy kemudian menjelaskan bahwa tugas utama manusia adalah bertaqwa, dan bagian dari taqwa itu adalah menghormati semua makhluk Allah. 

"Saya tidak pernah memandang rendah siapa pun, baik Kiai, Habib, atau bahkan orang-orang yang dianggap bermasalah secara sosial," ujarnya.

Dia menekankan pentingnya membedakan antara perilaku buruk seseorang dengan sisi kemanusiaannya.  

Sebagai contoh, Dr. Ash-Shiddiqy menyebutkan bagaimana kita harus bersikap terhadap PSK (Pekerja Seks Komersial).

"Kita mengingkari perilaku mereka, tetapi tidak menghina atau merendahkan kemanusiaan mereka," tegasnya.

Dia mengutip doa Nabi SAW, "اللهم اهد قومي فانهم لا يعلمون" (Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada kaumku, sesungguhnya mereka tidak mengerti).

"Ini adalah bentuk kasih sayang dan kebijaksanaan yang diajarkan Rasulullah," tambahnya.  

Diskusi semakin mendalam ketika Dr. Ash-Shiddiqy membahas konsep penghormatan terhadap hewan, termasuk yang diharamkan seperti babi. 

"Keharaman babi dalam Islam adalah larangan untuk mengonsumsinya, bukan untuk menyakiti atau menghinanya," jelasnya.

Dia menegaskan bahwa babi, seperti makhluk lainnya, adalah ciptaan Allah yang harus dihormati.

"Jika kita menyakiti atau menghina babi, berarti kita telah merendahkan makhluk yang Allah muliakan," ujarnya.  

Dia mengajak mahasiswanya merenungkan bukti kasih sayang Allah kepada semua makhluk-Nya.

"Babi dan anjing, meskipun diharamkan, tetap diberi rezeki oleh Allah. Ini mengajarkan kita untuk tidak bersikap sombong atau merendahkan makhluk lain," paparnya.  

Di akhir sesi, Dr. Ash-Shiddiqy menekankan dua poin penting.

Baca juga: FTIK UIN Saizu Gelar Evaluasi Program PPG dan Asistensi Mengajar di Banjarnegara

Pertama, pentingnya selalu bertawakal kepada Allah dalam setiap keadaan. 

Kedua, pentingnya menghormati semua makhluk Allah, baik manusia, hewan, tumbuhan, atau bahkan benda mati.

"Ini adalah bagian dari taqwa dan bentuk pengakuan kita terhadap kebesaran dan kasih sayang Allah SWT," tutupnya.  

Para mahasiswa pun terlihat terinspirasi dan termotivasi setelah mendengar penjelasan Dr. Ash-Shiddiqy.

Diskusi hari itu tidak hanya memperkaya wawasan keilmuan mereka, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan spiritualitas yang mendalam. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved