Berita Semarang
UMKM Binaan BRI, Putri Merdekawati Lestarikan Bumi Lewat Usaha Batik Warna Alam
Bagi Putri Merdekawati, menjaga alam menjadi tanggungjawab semua orang, tak terkecuali dirinya sebagai pelaku usaha.
Penulis: Eka Yulianti Fajlin | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Bagi Putri Merdekawati, menjaga alam menjadi tanggungjawab semua orang, tak terkecuali dirinya sebagai pelaku usaha.
Ia bukanlah aktivis lingkungan, namun rasa cinta terhadap lingkungan selalu tertanam dalam jiwanya. Bentuk cinta lingkungan ia aplikasikan dalam menjalankan usahanya
Batik Warna Alam Si Putri demi menjaga bumi tetap lestari.
"Bumi itu buat anak cucu kita, bukan dikasih. Hal itu yang menguatkan aku bagaimana aku tetap usaha tapi tidak merusak lingkungan," ungkap Owner Batik Warna Alam Si Putri, saat ditemui di rumah produksinya, Kampung Watusari, Kelurahan Pakintelan, Kota Semarang, Minggu (9/3/2025).
Tren global yang kini mulai peduli tentang ecofashion semakin membulatkan tekad Putri konsisten menjalankan usaha tanpa merusak lingkungan. Sejak usahanya dibuka pada 2017 hingga detik ini ia tetap menggunakan bahan-bahan alam dalam pewarnaan batiknya.
Usaha Batik Warna Alam Si Putri bermula dari dirinya menyukai batik-batik bermotif lembut. Ia juga darah keturunan orang Yogyakarta. Dimana, historis orang Yogyakarta identik dengan batik karena daerah istimewa tersebut merupakan salah satu pusat perkembangan industri batik di Indonesia.
Perempuan berusia 45 tahun itu belajar membatik warna alam dari sahabatnya. Sebelum memulai usaha, ia sempat melakukan tes market. Tes market ini bertujuan untuk mengetahui pangsa pasar. Ia membawa 20 produk dan berhasil terjual sebanyak 17 produk. Melihat hasil tes market itu, ia meyakini ada pangsa pasar batik warna alam yang cukup baik.
Gunakan berbagai tumbuhan hingga limbah organik
Teknik membatik yang ia terapkan murni handmade atau buatan tangan meliputi teknik canting, cap, kombinasi cap dan canting, serta ecoprint.
Sejumlah barang yang orang lain anggap sampah, justru di tangan terampil Putri diolah menjadi pewarna alami berkualitas tinggi. Misalnya, limbah organik tanaman peneduh di pinggir jalan yang biasanya dibuang, ia gunakan untuk pewarna alam.
"Orang buang, kami pakai. Orang-orang yang buang sampah (organik-red), kami WA. Kami tinggal kasih karung," ucap Putri.
Putri juga menanam sendiri sejumlah pohon di sekitar rumah produksinya.
Beberapa tanaman ia gunakan untuk pewarna alami maupun ecoprint meliputi mahoni, jati, ketapang, biden, redpanama, kenikir, cepokak, mangga, kelengkeng, dan sebagainya. Bahkan, sejumlah tanaman liar di sekitar rumahnya pun ia pakai untuk memperindah karya batiknya.
"Pernah juga olah limbah organik, biji alpukat dari orang penjual es jus. Mereka kumpulin nanti WA kalau sudah banyak," tambahnya.
Menurut dia, teknik membatik pewarna sintetis dan alam hampir sama. Hanya saja, batik dengan pewarna alami membutuhkan pencelupan tidak hanya sekali, namun beberapa kali. Kain harus dicelup hingga mendapat warna sesuai keinginan.
"Sedikit lebih lama karena berdasar air. Semua rebusan. Nggak bisa sekali toreh selesai. Harus celup kering sampai kita dapat warna yang kita inginkan, kelihatan kuat. Pencelupan bermacam-macam, ada yang lima sampai tujuh kali," ungkapnya.
Dibantu sejumlah karyawannya, Putri bisa memproduksi berbagai karya batik mulai dari kain hingga beragam pakaian pria maupun wanita serta asesories.
Imbas Berita Beras Oplosan: Beras Premium di Pasar Tradisional Semarang Mulai Langka |
![]() |
---|
Sulit Turun! Harga Beras di Semarang Masih 'Mentereng' di Atas Rp15 Ribu |
![]() |
---|
RS Kariadi Rujuk Pasien Ke Rumah Sakit Lain Untuk Mencegah Layanan IGD Membuludak |
![]() |
---|
Pemkot Rencana Tambah 280 Unit Program RTLH, Prioritaskan Penderita TBC |
![]() |
---|
Tak Boleh Lagi Parkir Bejubel, Dewan Minta Tindaklanjut Pemkot Tata Kota Lama |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.