Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Kronologi Utang Nenek di Tangerang Rp 500 Ribu Jadi Rp 40 Juta, Bunga Rp 100 Ribu/ Minggu

Seorang nenek berusia 80 tahun di Kabupaten Tangerang, Banten harus berurusan dengan rentenir gara-gara utang Rp 500 ribu di tahun 2016.

Penulis: Puspita Dewi | Editor: galih permadi
DOKUMENTASI PRIBADI WARGA
ILUSTRASI NENEK DAN UANG - NENEK JUTAWAN: Kolase foto Nenek Indottang yang hidup sebatang kara di Luwu meninggal dunia, belum lama ini. Warga terkejut menemukan uang Rp300 juta dan surat tanah. 

Kronologi Utang Nenek di Tangerang Rp 500 Ribu Jadi Rp 40 Juta, Bunga Rp 100 Ribu/ Minggu

TRIBUNJATENG.COM- Seorang nenek berusia 80 tahun di Kabupaten Tangerang, Banten harus berurusan dengan rentenir gara-gara utang Rp 500 ribu di tahun 2016.


Uang yang dipinjam Rp 500 ribu tersebut 

dikenakan bunga Rp 100 ribu per minggu. 


Namun saat tak bisa membayar, bunga tersebut ditambahkan ke pokok utang alhasil nilainya terus bertambah.


Alhasil pada tahun 2022 utang nenek tersebut berubah menjadi Rp 20 Juta, dan menjadi Rp 40 Juta pada tahun 2025.


Ironisnya, sang rentenir menyita lahan nenek.


Peristiwa tersebut terjadi di Desa Selembaran Jati, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten.


Penyitaan sertifikat lahan tersebut terjadi karena keluarga A tidak mampu melunasi utang kepada rentenir, yang dijadikan sebagai jaminan.


Masalah ini berawal ketika S, putra dari nenek A, meminjam uang sebesar Rp 500.000 dari seorang rentenir dengan inisial MR pada tahun 2016 untuk membiayai pengobatan A yang sedang sakit.


"Pinjaman Rp 500.000, bunganya Rp 100.000 per minggu, jadi tiap minggu S bayar bunganya saja, sementara pokoknya tetap, sampai satu waktu tidak punya uang untuk bayar dan bunga ditambahkan ke pokok utang, akhirnya nilai utang dan bunganya terus bertambah," kata D, kerabat dari keluarga A kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Minggu (16/3/2025).


Hingga kemudian, pada tahun 2020, rentenir MR mengkonfirmasi ke S bahwa utang beserta bunganya telah membengkak menjadi Rp 20.000.000.


MR kemudian meminta kepada S untuk menyerahkan sertifikat lahan seluas 100 meter milik keluarga yang terdapat di samping rumahnya sebagai jaminan utang tersebut.


Saat punya uang, suami S sempat berupaya untuk menebus sertifikat tanah itu melalui rentenir lain berinsial R tetapi ternyata sertifikat sudah berada di tangan CE yang merupakan bos MR dan R sehingga tidak bisa diambil.


Padahal R sudah diberi uang Rp 3.000.000 untuk mengambil sertifikat tersebut.


"Lebih parahnya lagi CE kemudian datang ke rumah dan bilang tanahnya akan diambil 40 meter, sertifikatnya akan dipecah," Kata dia.


CE beralasan sebidang lahan itu akan diambil karena utang S membengkak jadi Rp 40.000.000. 


Utang itu diakumulasikan dari utang S dan utang rentenir MR yang juga punya utang ke CE.


"Aneh banget kan, utang si MR malah dilimpahkan juga ke S," ujarnya.


Adapun uang Rp 3.000.000 sebelumnya diberikan ke R, dipakai oleh CE untuk biaya pecah sertifikat Rp 2.500.000.


Kini, bidang lahan seluas 40 meter sudah dimiliki oleh CE dan dibangun kontrakan di atasnya.


D mengaku geram dengan kasus itu yang menurutnya merupakan perampasan. Dia sudah mencoba berbagai upaya untuk mengembalikan hak lahan milik kerabatnya.


"Kemarin Alhamdulillah ada dari desa, camat dan anggota dewan datang, dikumpulkan para korban lain juga totalnya ada ratusan," kata D.


Ia berharap kasus ini dilirik oleh pemerintah kabupaten, bahkan pemerintah pusat karena dianggap meresahkan.


Sementara itu, anggota DPRD Kabupaten Tangerang yang datang ke lokasi, Chris Indra Wijaya mengatakan, akan mencari solusi terbaik dari permasalahan ini.


Menurutnya, kasus ini juga sudah dinformasikan ke Bupati dan Wakil Bupati Tangerang.


"Pemerintah kabupaten, baik desa, kecamatan, dan bupati harus hadir dalam menangani ini, ini sudah harus menjadi perhatian karena melibatkan ratusan bahkan ribuan warga terjerat rentenir," kata Chris.


Selain itu, Chris mendengar banyak warga yang mendapat intimidasi dan perampasan barang saat tidak membayar utang tersebut.


Lebih lanjut, Chris mengaku sudah berkonsultasi dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk upaya hukum bagi para warga yang menjadi korban.


(*)

 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved