Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Grobogan

GKJTU Kaliceret, Gereja Tertua di Grobogan yang Dibangun Tanpa Paku, Berdiri Kokoh Sejak Tahun 1898

Di Desa Mrisi, Kecamatan Tanggungharjo, Grobogan, berdiri sebuah bangunan megah gereja berwarna putih.

Fachri
Gereja Kristen Jawa Tengah Utara Kaliceret berdiri kokoh sejak didirikan 127 tahun yang lalu. Gereja yang berada di Desa Mrisi, Kecamatan Tanggungharjo, Grobogan itu sudah ada sejak masa kependudukan Belanda di tanah air. (TRIBUNJATENG/FACHRI) 

Sebagai bangunan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya, GKJTU Kaliceret kini berada di persimpangan antara pelestarian dan keterbatasan.

Agus berharap pemerintah lebih memberi perhatian terhadap gereja tua ini.

"Karena ini sebagai cagar budaya, pemerintah paling tidak harus campur tangan karena kalau kita tidak dapat memelihara katanya akan diambil pemerintah. Makanya sebagai tanggungjawab, pemerintah juga harus memberikan bantuan untuk memelihara cagar budaya ini," harap Agus.

GKJTU Kaliceret bukan hanya bangunan ibadah, tapi warisan sejarah yang hidup.

Ia berdiri di antara masa lalu dan masa depan, menjaga iman, budaya, dan kisah panjang perjuangan umat yang tak lekang oleh waktu.

Perjamuan Kudus di GKJTU Kaliceret

Saat TribunJateng.com mendatangi GKJTU Kaliceret, suasana hening dan penuh perenungan ditunjukkan oleh para jemaat yang mengikuti ibadah Jumat Agung dengan penuh khidmat.

Ibadah ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan wafatnya Yesus Kristus, momen sakral yang menjadi dasar iman Kristen tentang pengorbanan Sang Juru Selamat untuk menebus dosa umat manusia.

Yang menjadi inti dari ibadah Jumat Agung kali ini adalah perjamuan kudus, sebuah simbol spiritual yang mendalam.

Prosesi sakral ini dilakukan dengan makan roti dan meminum anggur, masing-masing melambangkan tubuh dan darah Kristus.

Agus Trisarjoko, menegaskan bahwa perjamuan kudus bukan sekadar ritual, melainkan penghayatan mendalam atas penderitaan dan kasih Yesus kepada umat manusia.  

“Roti sebagai simbol tubuh Kristus dan anggur sebagai simbol darah Kristus yang tercurah untuk menebus dosa manusia,” ujar Agus kepada TribunJateng.com.

Ia menambahkan bahwa dengan mengikuti perjamuan kudus, jemaat diajak untuk mengingat dan menghidupi kembali makna pengorbanan Yesus, tidak hanya sebagai sejarah, tetapi sebagai dasar untuk menjalani kehidupan penuh kasih dan pengampunan.

"Pada Jumat Agung ini kita mulai dengan ibadah disertai perjamuan kudus untuk mengingatkan kita akan kesengsaraan Tuhan Yesus yang dilakukan semata-mata untuk keselamatan manusia," kata Agus.

Paskah: Kemenangan atas Dosa dan Kegelapan

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved