Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Semarang

Kisah Tukiyem Perajin UMKM Anyaman Lidi Kelapa Kabupaten Semarang, Mengabdikan Hidup Menjaga Tradisi

Di sebuah permukiman di Dusun Jatisari, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang, terdapat sosok seorang perempuan bernama Tukiyem .

Penulis: Reza Gustav Pradana | Editor: rival al manaf
(TRIBUN JATENG/REZA GUSTAV)
MENGANYAM LIDI KELAPA - Perajin UMKM di Jatisari, Plumutan, Bancak, Kabupaten Semarang, Tukiyem menganyam helai lidi kelapa menjadi barang-barang kebutuhan sehari-hari, Minggu (27/4/2025). Produk yang dia hasilkan beberapa di antaranya meliputi piring, mangkok, tempat buah, tempat parsel, dan lain sebagainya. 

TRIBUNJATENG.COM, UNGARAN - Di sebuah permukiman di Dusun Jatisari, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang, terdapat sosok seorang perempuan bernama Tukiyem (50) yang mengabdikan hidupnya untuk menjaga tradisi kerajinan anyaman lidi kelapa. 

Setiap hari, dengan tangan yang terampil, dia mengubah helai-helai lidi kelapa menjadi barang-barang yang berguna, mulai dari piring, mangkok, keranjang, hingga tempat pensil dan tempat buah untuk parsel. 

Tak banyak yang tahu, dibalik produk anyaman usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) itu, terdapat cerita panjang tentang perjuangan dan ketekunan yang tak kenal lelah. 

Produk UMKM tersebut dijuluki sebagai Rogo-Rege yang sudah mengakar dan produknya menjadi ciri khas di wilayah setempat, baik bagi Tukiyem maupun para perajin lain di lingkungannya.

Menurut Tukiyem, Rogo-Rege bukanlah sekadar nama, melainkan filosofi yang memiliki makna sejarah perjuangan dari nenek moyangnya.

Kata Rogo, lanjut dia, berasal dari raga yang artinya tubuh yang digunakan untuk berjalan kaki mengantarkan produk anyaman tersebut ke pasar.

Pasar-pasar yang bisa dijangkau warga di desa tersebut terbilang sangat jauh, sehingga memerlukan waktu tempuh seharian bagi para perajin untuk berjalan.

“Misal ke pasar di Purwodadi, berjalan kaki seharian, lalu menginap di pasar hingga keesokan paginya mulai berjualan.

Jadi perjuangan yang mengorbankan tubuh, kalau Rege itu sepertinya kiasan saja sambungan dari rogo, jadi Rogo-Rege,” kata Tukiyem ketika ditemui Tribunjateng.com di rumahnya, Minggu (27/4/2025).

Bagi dia, kerajinan yang dia tekuni merupakan sebuah bentuk penghormatan terhadap perjuangan nenek moyang termasuk orangtuanya yang dulu harus menempuh jalan panjang hanya untuk menjual hasil anyaman.

Tukiyem menceritakan kisah perjuangan orangtuanya sewaktu dia masih kecil, sehingga membuatnya merasa harus menjaga tradisi memproduksi Rogo-Rege.

“Bapak saya membawa anyaman di pundak, ibu saya menggendong adik saya, dan mereka berjalan kaki ke pasar di Purwodadi. 

Barang dagangan direnteng dengan tali bambu,” imbuh dia.

Dalam sehari, Tukiyem bisa membuat berbagai macam barang, tergantung model dan jenisnya.

Sebuah anyaman piring bisa selesai dalam waktu lima hingga 10 menit, sementara sebuah mangkok atau tempat buah membutuhkan waktu lebih lama, sekitar 30 hingga 60 menit.

Ketekunan Tukiyem tidak datang tanpa tantangan.

Satu di antara tantangan terbesar yang dia hadapi adalah bahan baku lidi kelapa yang tak selalu tersedia.

“Kalau musim panen, bahan baku sering kurang. Saya harus memilih lidi yang lentur, yang besar, dan yang sedang. Semua itu harus dipilah dengan hati-hati supaya anyaman yang dihasilkan rapi,” ungkap dia.

Meskipun usaha anyaman tidak bisa dia andalkan seratus persen, Tukiyem tidak menyerah.

Untuk mendapatkan penghasilan lebih banyak, Tukiyem harus melakukan pekerjaan lain di ladang, mencari rumput, atau menanam jagung.

Setelah maghrib, ketika pekerjaan di ladang selesai, barulah dia mulai menganyam, menghasilkan 10 hingga 25 barang hingga malam larut.

“Untuk piring dan mangkok, dipatok Rp2 ribu per buah, kemudian dijual seharga Rp2.500 oleh tengkulak.

Sedangkan yang lebih sulit dan rumit lebih mahal, misal tempat pensil, dihargai Rp10 ribu,” sebut Tukiyem.

Tukiyem telah menjalani profesi ini lebih dari dua dekade, sejak 1997.

Bagi dia, menganyam adalah cara hidup, cara bertahan, dan cara untuk menjaga warisan budaya yang sudah ada sejak nenek moyang.

Setiap produk anyaman yang dihasilkan, lanjut dia, bukanlah hanya barang, namun juga simbol dari sebuah perjalanan panjang yang penuh dengan usaha dan pengorbanan. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved