Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Banjarnegara

Keluarga Habis Ditelan Bencana, Suwarni Penyintas Longsor Bangkit berkat Usaha Keripik Herbal

Peristiwa memilukan itu menjadi salah satu bencana alam terbesar sepanjang sejarah di Indonesia. 

Penulis: khoirul muzaki | Editor: M Syofri Kurniawan
TRIBUN JATENG/KHOIRUL MUZAKI
TUNJUKAN PRODUK: Suwarni, pengusaha UMKM, menunjukkan produk keripik di rumahnya Dusun Gunung Raja, Desa Sijeruk, Kecamatan Banjarmangu, Banjarnegara, Minggu (27/4/2025). Dia mendapat pendampingan dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk kemajuan usahanya. (TRIBUN JATENG/KHOIRUL MUZAKI) 

TRIBUNJATENG.COM, BANJARNEGARA - Bencana tanah longsor di Dusun Gunung Raja Desa Sijeruk, Kecamatan Banjarmangu, Banjarnegara, 2006 lalu menyisakan trauma bagi Suwarni (46) hingga sekarang. 

Peristiwa memilukan itu menjadi salah satu bencana alam terbesar sepanjang sejarah di Indonesia. 

Satu kampung berikut penghuninya lenyap tersapu longsor. 90 warga dilaporkan tewas tertimbun tanah dan bebatuan. Seluruh harta benda ikut terkubur dan sirna. 

Baca juga: Dari Pedagang Asongan Sukses Dirikan Pasar Tiban, Kiat Jitu Rina Gaet Pelanggan

Ditemui di rumahnya, Minggu (27/4/2025), Suwarni tertegun sebelum menceritakan ulang peristiwa itu. Matanya mulai berkaca. Lukanya seperti kembali terbuka. 

Ingatannya masih tajam, meski ada upaya untuk melupakan. Dalam insiden itu, suami dan dua anak Suwarni ikut jadi korban. Nyawa mereka tak terselamatkan. 

Saat kejadian, Suwarni pun hampir kehilangan nyawa. Ia sempat pingsan. Tubuhnya sudah tak terlihat di permukaan. Badannya terkubur cukup dalam.  Beruntung ia ditemukan masih bernapas oleh tim SAR gabungan saat menggali timbunan. 

"Saya terseret longsor sampai 200 an meter, tubuh saya tertimbun, sudah sadar ketika di rumah sakit,”katanya, Minggu (27/4/2025).

Kehidupannya sampai saat ini adalah keajaiban. Ia seperti diberi kesempatan hidup kedua, meski harus kehilangan seluruh anggota keluarga dan harta benda.

Suwarni meninggalkan dusun yang banjir darah dan air mata, bersama segelintir warga yang tersisa. 

Di rumah relokasi bantuan pemerintah, Dusun Gunung Raja, Suwarni yang tinggal seorang diri berusaha menata hidupnya kembali. 

Ia tak mau larut dalam jurang kesedihan. Kesempatan hidup kedua harus ia rawat dan perjuangkan. 

Suwarni akhirnya menikah kembali dan membangun keluarga bersama suami barunya. Ia dikaruniai dua putra kembar, seakan menggantikan dua anaknya yang telah hilang. 

"Dua anak saya meninggal, sekarang saya dikasih anak lagi 2 kembar, sudah SMK,” katanya.

Hasil pertanian salak yang dikelola suaminya jadi gantungan perekonomian. Suwarni tak ingin hanya jadi ibu rumah tangga tanpa kegiatan. 

Terlebih dua anaknya mulai menginjak Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Kebutuhan semakin bertambah. Ia ingin membantu suaminya mencari nafkah.

Keripik Tanaman Obat

Tahun 2017, saat ia bergabung Kelompok Wanita Tani (KWT), seorang Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) memberinya ide brilian. 

Tanaman Pegagan atau juga dikenal Panegoang banyak tumbuh liar. Hanya segelintir warga yang memanfaatkan tanaman itu untuk sayur atau masakan. 

tumbuh subur di teras rumah Suwarni
PEGAGAN: Pegagan atau Panegoang tumbuh subur di teras rumah Suwarni Dusun Gunung Raja, Desa Sijeruk, Kecamatan Banjarmangu, Banjarnegara, Minggu (27/4/2025). Tanaman obat itu diolah Suwarni menjadi keripik lezat yang disukai semua kalangan. (TRIBUN JATENG/KHOIRUL MUZAKI)

Selebihnya, tanaman itu dibuang karena dianggap tak  berguna. Bahkan ada yang menjadikannya makanan kambing seperti halnya rumput. 

Padahal Pegagan punya segudang manfaat untuk kesehatan. Tanaman itu bahkan dipercaya berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit. 

"Pegagan tadinya disepelekan, paling buat sayur atau makan kambing,” katanya.

Meski kaya manfaat, tidak semua orang menyukai tanaman obat tersebut.

Karena itu, Suwarni mencoba mengolahnya agar bisa diterima lidah semua orang. Ia memetik daun Pegagan yang tumbuh liar di kebun dan persawahan. 

Setelah membersihkan, ia mencampurnya dengan tepung atau adonan yang sudah dibumbui, lalu menggorengnya di wajan. 

Suwarni tak langsung menjual keripik Panegoangnya ke pasar. Ia meminta PPL yang mendampinginya untuk mencicipi dan menguji rasa. 

Meski baru pertama membuat, Suwarni sudah menuai pujian karena keripik Panegoangnya yang lezat. 

Paduan bumbunya pas dan gurih dengan tekstur renyah. Ia berhasil menyulap tanaman obat jadi camilan yang disukai semua kalangan.

"Itu pas saya bikin dan sudah dicicipi, katanya sudah layak dijual. Setelah itu saya berani jual,” katanya.

Setelah teruji rasanya, Suwarni percaya diri menjual keripik Panegoangnya ke pasar. Ia juga menitipkan produknya di warung-warung desa yang menjual makanan ringan. 

Pesanan keripik Pegagan terus meningkat hingga jadi produk unggulan usahanya.

Bahkan saat momentum puasa dan lebaran 2025 lalu, produksi keripik Pegagannya sebanyak 1 kuintal ludes di pasaran. 

Suwarni sempat terkendala kurangnya stok daun Pegagan yang tumbuh liar saat pesanan membeludak. 

Tapi kini ia sudah tak khawatir kekurangan bahan. Satu bidang lahan kebunnya saat ini ia khususkan untuk ditanami Pegagan. 

"Ada yang langganan keripik Pegagan di tempat saya untuk terapi pengobatan," katanya.

Semakin lama usaha Suwarni kian lancar. Ia tak puas hanya menjual satu produk. Suwarni mencoba mendiversifikasi produknya sesuai kebutuhan pasar. 

Ia kembali berinovasi dengan tanaman obat lain yang mudah ditemukan di alam sekitar. Suwarni mencoba memproduksi keripik berbahan Pare, buah yang dikenal dengan rasanya yang pahit. 

Buah pare yang sudah dikupas, dirajang kecil-kecil dan tipis agar lebih menarik. Lalu dicampur adonan tepung dengan bumbu sebelum digoreng. 

Tak kalah dengan Pegagan, keripik Parenya yang gurih dan renyah juga laris di pasaran. 

"Kalau produknya bermacam-macam, lebih menarik, lakunya juga lebih banyak,”katanya

Suwarni tak berhenti berinovasi. Ia terus mencoba memproduksi aneka keripik unik dan beda dengan yang lain.  

Ia juga memproduksi peyek rebon dengan campuran Pete. Produk hasil kreasi Suwarni lainnya antara lain kerupuk salak dan keripik Combro berbahan singkong. 

Banyaknya varian produk yang ia buat mampu memikat pelanggan hingga omzetnya meningkat. 

Kualitas produknya pun kian teruji. Ia kini bahkan jadi suplier tetap makanan ringan di beberapa toko modern atau swalayan di kota Banjarnegara

"Untuk harga grosir, saya jual produk perbungkus Rp 10 ribu. Kalau ecer harganya lebih,” katanya.

Suwarni mengemas keripik Pegagan
KEMAS KERIPIK PEGAGAN: Suwarni mengemas keripik Pegagan di rumahnya Dusun Gunung Raja, Desa Sijeruk, Kecamatan Banjarmangu, Banjarnegara, Minggu (27/4/2025). Banyaknya varian produk yang ia buat mampu memikat pelanggan hingga omzetnya meningkat. (TRIBUN JATENG/KHOIRUL MUZAKI)

Dukungan BRI

Suwarni butuh kolaborasi untuk memajukan usahanya. Ia bergabung dengan Asosiasi Wanita Pengusaha Makanan Ringan (Aswapemari) Banjarnegara untuk memperkuat jejaring.

Dari situ, ia juga mendapat pendampingan dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk kemajuan usahanya.

Ia mendapat bantuan modal dari BRI sebesar Rp 2,4 juta. Bantuan modal itu sangat penting baginya untuk mengembangkan usaha. Ia mempergunakannya untuk membeli mesin penggiling.

Sebelumnya, untuk memproduksi makanan ringan, ia masih menggunakan alat dan tenaga manual sehingga kurang efektif dan efisien.

“Kalau pakai manual, bikinnya lama, butuh tenaga banyak juga, tidak menutup untuk bayar tenaga. Sekarang pakai mesin lebih cepat, saat orderan banyak gak bingung,” katanya.

Tak hanya bantuan modal, Suwarni juga mendapat bantuan meja stainless dan timbangan. Meja dipakainya untuk menunjang produksi makanan ringan. Timbangan juga penting untuk menakar bahan maupun produk sebelum proses pengemasan.

Suwarni juga mengakses modal pinjaman ke BRI lewat program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Uang itu dipakainya untuk menunjang usaha, termasuk membeli bahan baku produksi aneka keripiknya.

“Buat beli bahan juga,” katanya.

Saiun, teman sekaligus pelanggan setia Suwarni ketagihan dengan produk makanan ringan wanita itu. Menurut dia, produk keripik Suwarni memiliki kekhasan tersendiri.

Di samping lezat dari segi rasa, keripik produksi Suwarni juga tidak meninggalkan banyak minyak seperti produk usaha rumahan pada umumnya.

Yang lebih menarik bagi dia adalah bahan yang dipakai ternyata tanaman obat, seperti Pegagan dan Pare. Saiun sendiri lebih menyukai keripik Pegagan karena tidak pahit saat dikonsumsi.

Sebagai ibu rumah tangga, Saiun mengaku juga biasa mengonsumsi Pegagan dengan cara dimasak atau disayur. Karenanya, ia antusias ketika mendapati Pegagan diolah jadi keripik yang gurih dan lezat.  

“Jadi tanpa terasa, saat memakan keripik Pegagan dan Pare, kita sebenarnya mengonsumsi tanaman obat yang bagus untuk kesehatan,” katanya.

Sebagai teman, Saiun mengaku kagum dengan sosok Suwarni yang punya kemampuan bertahan (survival) kuat dalam mengarungi kehidupan berat.

Jadi korban bencana hingga seluruh anggota keluarganya meninggal, serta seluruh hartanya lenyap,  bukan kenyataan yang mudah bagi setiap orang.

Tapi ia salut Suwarni bisa melewati ujian berat itu dan bangkit menjadi wanita kuat.

Bahkan, Suwarni kini membuktikan bisa menjadi wanita pengusaha yang hebat hingga menginspirasi banyak orang.

“Bu Suwarni pantang mundur, bisa bangkit dari keterpurukan. Meski usaha pasang surut, dia juga tetap semangat,” katanya. (aqy)

Baca juga: Kisah Penyintas Kanker Bangun Usaha di Banjarnegara, Tetap Berbagi meski Warung Sepi

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved