Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Opini

Peran Mahasiswa dalam Mengawal Kebijakan Pendidikan Tinggi

Opini Ahmat Fauzi, Mahasiswa Sarjana Terapan Teknik Informatika, Politeknik Harapan Bersama.

Editor: M Zainal Arifin
Istimewa
Ahmat Fauzi, Mahasiswa Sarjana Terapan Teknik Informatika, Politeknik Harapan Bersama. (dok) 

Peran Mahasiswa dalam Mengawal Kebijakan Pendidikan Tinggi

Oleh : Ahmat Fauzi
*Mahasiswa Sarjana Terapan Teknik Informatika, Politeknik Harapan Bersama (Poltek Harber)

TRIBUNJATENG.COM - Mahasiswa dikenal sebagai agent of changes atau agen perubahan, sebuah julukan yang mencerminkan peran signifikan mereka dalam mendorong perubahan sosial dan kebijakan di berbagai sektor, termasuk pendidikan tinggi. Julukan ini bukanlah sekadar label, melainkan sebuah pengakuan atas potensi besar yang dimiliki oleh mahasiswa dalam memengaruhi dinamika sosial, ekonomi, dan politik. Sebagai aktor utama dalam dunia pendidikan, mahasiswa tidak hanya menjadi penerima dampak dari kebijakan yang diterapkan, tetapi juga memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk turut serta dalam proses pengambilan kebijakan. Peran ini didukung oleh perspektif unik dan pemahaman langsung mereka terhadap berbagai isu yang terjadi di dalam kampus maupun dalam konteks pendidikan nasional yang lebih luas. Oleh karena itu, partisipasi aktif mahasiswa dalam mengawal kebijakan pendidikan tinggi menjadi hal yang sangat krusial dan tidak bisa diabaikan.

Sebagai agent of changes, mahasiswa memiliki peran yang tidak terbatas hanya pada lingkup kampus. Dalam sejarah, mahasiswa telah membuktikan bahwa mereka mampu menjadi kekuatan yang berpengaruh dalam mendorong perubahan kebijakan pada tingkat nasional. Kemampuan ini tercermin dalam berbagai gerakan mahasiswa yang mampu menarik perhatian publik dan pengambil kebijakan, mendorong pemerintah untuk meninjau ulang atau bahkan mengubah kebijakan yang dianggap tidak adil atau merugikan. Ketika kebijakan pendidikan tidak sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan, mahasiswa sering kali menjadi garda terdepan yang menyuarakan keberatan, menuntut penjelasan, dan bahkan mendorong perubahan melalui aksi kolektif. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa bukan hanya sekadar entitas pasif yang mengikuti arus, tetapi mereka adalah subjek yang aktif dan kritis dalam merespons kebijakan yang tidk sesuai dengan kepentingan mereka.

Pentingnya partisipasi mahasiswa dalam mengawal kebijakan pendidikan tidak bisa diremehkan. Partisipasi ini bukan hanya merupakan bentuk dari tanggung jawab moral sebagai bagian dari komunitas akademik, tetapi juga merupakan hak demokratis yang harus dipergunakan dengan bijaksana. Mahasiswa memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dan institusi pendidikan benar-benar mencerminkan kebutuhan, aspirasi, dan kepentingan mereka. Dengan terlibat aktif dalam proses diskusi, musyawarah, serta aksi protes yang terorganisir, mahasiswa dapat menjadi penyeimbang kekuatan yang mencegah kebijakan yang tidak adil atau merugikan dari diterapkan. Tanpa partisipasi aktif mahasiswa, kebijakan pendidikan tinggi berisiko tidak mencerminkan kondisi nyata yang dihadapi oleh pelajar, yang pada akhirnya bisa merugikan mahasiswa itu sendiri dan masyarakat luas.

Selain itu, peran mahasiswa dalam mengawal kebijakan pendidikan tinggi juga memiliki dimensi yang lebih dalam, yaitu sebagai pengawas moralitas kebijakan. Dalam konteks ini, mahasiswa berfungsi sebagai pengingat bagi pemerintah dan institusi pendidikan untuk tetap berpegang pada nilai-nilai etika dan keadilan dalam merumuskan kebijakan. Misalnya, dalam kasus kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada tahun akademik 2024, banyak mahasiswa dari berbagai kampus seperti Universitas Hasanuddin (UNHAS), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Brawijaya (UB), dan masih banyak lagi, memberikan kritik tajam yang menuntut transparansi lebih lanjut mengenai proses penentuan besaran UKT dan
penggunaan dana tersebut oleh institusi pendidikan. Kritik ini bukan hanya sekadar protes, tetapi juga panggilan untuk akuntabilitas yang lebih besar dari pihak kampus dan pemerintah.

Adapun demonstrasi rutin yang terjadi pada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) merupakan contoh nyata lainnya dari bagaimana mahasiswa berperan aktif dalam mengawal kebijakan pendidikan. Demonstrasi ini menyoroti berbagai isu penting seperti ketimpangan akses pendidikan, beban biaya pendidikan yang terus meningkat, dan kurangnya perhatian pemerintah terhadap kebutuhan dasar mahasiswa. Aksi ini menunjukkan bahwa mahasiswa tidak hanya berperan sebagai objek dari kebijakan pendidikan, tetapi juga sebagai subjek yang aktif dalam proses pembentukan kebijakan tersebut. Dengan memobilisasi opini publik melalui demonstrasi dan aksi kolektif, mahasiswa mampu mendorong pemerintah untuk bertindak lebih responsif terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat, terutama dalam konteks pendidikan tinggi.

Sebagai kesimpulan, peran mahasiswa dalam mengawal kebijakan pendidikan tinggi adalah sesuatu yang vital dan tak tergantikan. Mereka bukan hanya penerima kebijakan, tetapi juga penggerak utama yang memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan benar-benar mencerminkan prinsip-prinsip keadilan, inklusivitas, dan kepentingan publik. Partisipasi aktif dan kritik konstruktif dari mahasiswa adalah elemen kunci dalam membentuk kebijakan pendidikan yang lebih adil dan responsif terhadap kebutuhan zaman. Dengan terus mengawasi, mengkritisi, dan mendorong perubahan, mahasiswa memainkan peran penting dalam menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik untuk generasi mendatang.
Lebih dari sekadar simbol perlawanan, mahasiswa adalah penggerak perubahan yang menjadi ujung tombak dalam perjuangan mewujudkan keadilan pendidikan yang lebih luas dan bermakna bagi seluruh masyarakat. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved