Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Semarang

Hysteria Luncurkan Penta K Labs 5, Dorong Seni Kolektif dan Isu Penyintas Kultural

Dalam rangka memperingati usia ke-20, Kolektif Hysteria meluncurkan program dua tahunan bertajuk Penta K Labs 5. 

Penulis: budi susanto | Editor: rival al manaf
(DOK KOLEKTIF HISTERIA)
DIALOG PUBLIK - Direktur Hysteria, Adin mengisi forum Pekakota yang merupakan Forum ke-77, Rabu (30/4/2025) lalu, di Kedai Kopi Kang Putu, Patemon, Gunungpati, Kota Semarang. Dalam kegiatan tersebut Kolektif Hysteria juga meluncurkan program dua tahunan bertajuk Penta K Labs 5. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Dalam rangka memperingati usia ke-20, Kolektif Hysteria meluncurkan program dua tahunan bertajuk Penta K Labs 5. 

Festival ini tidak hanya menjadi ruang ekspresi artistik, tetapi juga medium pertukaran ide, penguatan jaringan, dan kerja sosial berbasis komunitas akar rumput.

Program ini akan berlangsung dari 26 Juli hingga 31 Agustus 2025, melibatkan lebih dari 60 partisipan dari berbagai komunitas seni, akademisi, dan individu lintas disiplin. 

Baca juga: Misi Akhir Musim PSIS Semarang: Tetap "Ngotot" Lawan Barito Putera Meski Terdegradasi

Baca juga: Resah PMK Ancam Kurban Iduladha: Peternak di Semarang Bentengi Sapi dengan Jamu Tradisional

Forum perdana diselenggarakan dalam gelaran Pekakota Forum ke-77, Rabu (30/4/2025) lalu, di Kedai Kopi Kang Putu, Patemon, Gunungpati, Kota Semarang.

Penta K Labs sendiri merupakan biennale atau acara dua tahunan yang digagas Hysteria sejak beberapa tahun lalu. 

Program ini menjadi wadah kreatif kolektif untuk merespons isu-isu perkotaan.

“Penta K Labs adalah biennale yang diinisiasi Hysteria. Kami ingin teman-teman seniman dan kolektif punya gambaran soal program ini setelah forum pertama ini,” kata Anita, Head of Project Penta K Labs 5, Selasa (20/5/2025).

Adapun direktur Hysteria, Adin, mengatakan bahwa selama 20 tahun berdiri, Hysteria kerap berjalan sendiri tanpa sokongan dari institusi besar.

“Dulu, hampir tidak ada dukungan dari luar. Kebanyakan justru dari teman-teman komunitas sendiri. Kami sering bertanya di akhir tahun, apakah Hysteria masih perlu dilanjutkan?” ungkap Adin.

Tahun ini, Hysteria mengusung manifesto “Tulang Lunak Bandeng Juwana”. 

Tema tersebut dipilih sebagai simbol perubahan sikap komunitas, dari yang keras kepala menjadi lentur namun tetap menjaga identitas.

“Semarang ini kota bandeng, keras tapi bisa dipresto. Filosofinya, kelompok seperti Hysteria juga bisa dilunakkan, diterima, tapi tidak kehilangan jati dirinya,” terang Adin.

Lewat manifesto tersebut, Hysteria ingin mengangkat isu “Penyintas Kultural”, yakni bagaimana komunitas seni alternatif bertahan hidup dan tetap relevan dalam pembangunan kota.

“Kami hadir karena merespons kota. Bahkan sering kali eksistensi kami tidak dianggap ada. Tapi kami percaya, kota ini juga dibentuk oleh kelompok kecil yang sering tak terlihat,” ujarnya.

Alih-alih menggunakan seleksi kompetitif, Penta K Labs menerapkan kurasi partisipatif. 

Setiap kelompok atau individu akan menjalani tiga kali sesi kurasi selama Juni–Juli 2025. 

Mereka juga akan menerima bantuan awal sebesar Rp2,5 juta serta akses ke fasilitas Hysteria seperti ruang kerja, alat dokumentasi, dan jaringan komunitas.

Kolaborasi antarpartisipan sangat ditekankan dalam program ini. Hysteria ingin membangun ekosistem kreatif yang horizontal dan setara, bukan hierarkis.

“Sering kali kelompok yang punya sumber daya besar merasa paling penting. Padahal kontribusi kota datang juga dari kelompok-kelompok kecil yang bertahan,” tambah Adin.

Salah satu keunikan Penta K Labs 5 adalah mengajak partisipan merespons tujuh komunitas budaya di Semarang, seperti Wayang Orang Ngesti Pandawa, Sanggar Tari Greget, dan grup musik legendaris Nasida Ria. 

Karya yang dihasilkan bisa berupa ciptaan baru, pengembangan proyek lama, atau bentuk eksperimentasi baru.

Lokasi kegiatan pun tak terbatas di pusat kota. Ruang alternatif seperti Kota Lama hingga Collabox juga akan menjadi tempat berlangsungnya kegiatan seni.

Forum ini menjadi langkah awal kerja kolektif untuk menciptakan pendekatan baru membangun kota, tidak melalui proyek-proyek top-down, tetapi melalui seni, riset kontekstual, dan kerja komunitas yang berpijak pada keseharian warga.

“Lewat program ini, kami berharap teman-teman komunitas bisa terus menciptakan inisiatif-inisiatif yang menjaga kehidupan kota tetap bermakna, walau sering dianggap tidak penting oleh pihak luar,” imbuh Adin. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved