Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Ungaran

Fakta Baru Nilai Sejarah di Benteng Willem II Ungaran, Wujudkan Museum sebagai Ruang Literasi

Sejarah mencuat kembali dari balik tembok tua Benteng Willem II atau Fort De Ontmoeting menyusul temuan-temuan baru.

TRIBUN JATENG/REZA GUSTAV
BUKTI SEJARAH DI KORAN - Seorang kurator sejarah, Anthony Tumimomor menunjukkan arsip lembaran koran-koran zaman kolonial Belanda terkait peristiwa di Benteng Willem II Ungaran, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Minggu (25/5/2025). 

TRIBUNJATENG. COM, UNGARAN – Sejarah mencuat kembali dari balik tembok tua Benteng Willem II atau Fort De Ontmoeting menyusul temuan-temuan baru yang diungkap dalam acara Srawung Benteng dan Pameran Sejarah di benteng tersebut di Ungaran, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang pada Minggu (25/5/2025). 

Fakta-fakta yang selama ini tertutup kabut narasi populer mulai dikupas, mengungkap bahwa benteng bersejarah di jantung kota Ungaran ini pernah menjadi panggung peristiwa besar yang berdampak luas pada sejarah kolonial di Nusantara.

Pameran yang diinisiasi oleh Sanggar Tari Kertapati, sekelompok kurator sejarah lokal, termasuk akademisi itu tidak hanya menampilkan artefak dan literatur kolonial, tapi juga menggugat ulang persepsi umum mengenai sejarah benteng.

Baca juga: Dampak Revitalisasi Benteng Willem I Ambarawa, 6 Warga Harus Pindah, Tali Asih Rp 2,5 Juta

Seorang kurator dan dosen Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Anthony Tumimomor mengatakan bahwa dari hasil penelusuran sejarah, terdapat satu temuan mengejutkan adalah koreksi atas narasi yang menyebutkan Pangeran Diponegoro ditahan selama empat hari di benteng ini.

“Kami menemukan, berdasarkan buku sumber primer Belanda tahun 1851, bahwa Pangeran Diponegoro hanya singgah sekitar 12 jam di Ungaran dalam perjalanannya dari Magelang ke Semarang.

Dia tiba sore hari dan melanjutkan perjalanan keesokan paginya pukul 09.00 WIB,” kata Anthony kepada Tribunjateng.com.

Temuan lain yang mencengangkan yakni adanya penguatan bukti bahwa benteng ini pernah menjadi lokasi penyerahan kekuasaan dari Prancis-Belanda kepada Inggris. 

Selama ini, penyerahan tersebut diyakini terjadi di Semarang

Namun arsip surat kabar dan dokumen Belanda menunjukkan bahwa momen penting itu justru berlangsung di Ungaran.

“Ini bukan sekadar tempat transit pasukan. Benteng Willem II adalah saksi bisu runtuhnya imperium kolonial besar di Jawa, ketika Belanda menyerah kepada Inggris. 

Artinya, kota kecil Ungaran pernah menjadi titik temu dua kekuatan global di masa itu,” kata Anthony, yang juga bertindak sebagai kurator pameran.

Benteng yang dibangun sejak abad ke-18 itu awalnya didirikan untuk memperingati pertemuan Sunan Pakubuwono II dengan Gubernur Jenderal Gustaf van Imhoff pada 18 Mei 1746, sebuah diplomasi penting yang menjadi titik balik sejarah Mataram dan VOC.

Seiring waktu, benteng itu berkembang menjadi pusat garnisun VOC untuk mengamankan jalur perdagangan antara Semarang dan pedalaman Jawa.

Dari penelusuran dan narasi sejarah inilah muncul mimpi baru, yaitu menjadikan satu di antara ruangan di dalam benteng sebagai museum mini, yang bisa menjadi ruang literasi sejarah bagi masyarakat lokal.

“Saya berharap ruangan ini dapat dialihfungsikan menjadi museum kecil. 

Ruang yang bukan hanya menyimpan artefak, tapi juga membangkitkan kesadaran akan pentingnya memahami sejarah sendiri,” ujar Anthony.

Dia menekankan pentingnya peran pemerintah daerah untuk mewujudkan hal tersebut. 

Sebab, hanya melalui kebijakan dan dukungan pemerintah, museum yang diimpikannya bisa menjangkau lebih banyak masyarakat, termasuk generasi muda dan siswa-siswa sekolah.

“Kalau hanya komunitas yang bergerak, dampaknya kecil. 

Pemerintah yang bisa ‘mengkomando’ sekolah-sekolah agar datang dan belajar di sini, itu yang kami harapkan,” imbuh dia.

Anthony juga menyebut kolaborasi dengan Disdikbudpora Kabupaten Semarang melalui tokoh seperti Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Semarang, Tri Subekso telah membuka jalan bagi perhatian yang lebih besar terhadap pelestarian cagar budaya. 

Bahkan para guru sejarah di Ungaran telah diundang untuk terlibat dalam pelestarian ini, sebagai bentuk sinergi antara akademisi, komunitas, dan pemerintah.

Benteng Willem II sendiri telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh pemerintah daerah pada 2025 ini.

Namun, pemanfaatan ruang-ruangnya masih terbatas sebagai ruang pertemuan. 

Baca juga: Jumlah Kunjungan Museum Kartini Jepara Meningkat Saat Peringatan Hari Kartini ke 146

Para penggagas pameran berharap ini bisa segera berubah.

“Kita tidak boleh hanya memandang bangunan ini sebagai warisan fisik. 

Ini adalah pintu menuju pemahaman identitas sejarah kita sendiri,” pungkas Anthony. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved