Berita Viral
Daftar Subsidi yang Digelontorkan Pemerintah Mulai Juni Termasuk bagi yang Bergaji di Bawah 3,5 Juta
Daftar subsidi yang digelontorkan pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Daftar subsidi yang digelontorkan pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Termasuk insentif bagi masyarakat dengan gaji di bawah Rp 3,5 juta.
Yang pertama, mulai Juni mendatang, pemerintah akan memberikan diskon listrik hingga bantuan tunai, diskon tiket kereta api, diskon tiket pesawat, kapal hingga diskon tarif tol.
Baca juga: Kabar Gembira! Pegawai dengan Gaji di Bawah Rp 3,5 Juta Akan Dapat Bantuan Subsidi Upah BSU 2025
Untuk tarif listrik, pemerintah akan memberikan diskon sebesar 50 persen selama dua bulan terhitung mulai Juni dan Juli.
Diskon listrik ini ditargetkan menyasar 79,3 pelanggan rumah tangga dengan daya listri di bawah 1.300 VA.
Lalu untuk potongan tarif tol, pemerintah menargetkan 110 juta pengendara, terhitung selama dua bulan mulai Juni hingga Juli mendatang.
Lalu juga ada tambahan alokasi bantuan sosial berupa kartu sembako dan bantuan pangan dengan target 18,3 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) untuk bulan Juni-Juli 2025.
Kelima, Bantuan Subsidi Upah (BSU) bagi pekerja dengan gaji di bawah Rp 3,5 juta atau UMP, serta guru honorer.
Keenam, perpanjangan program diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) bagi pekerja di sektor padat karya.
Keenam stimulus yang saat ini sedang difinalisasi dan rencananya akan diluncurkan pada 5 Juni 2025.
Dikutip dari Tribunnews.com, pertumbuhan ekonomi RI saat ini memang tengah melambat.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2025 hanya 4,87 persen.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, jumlah tersebut berdasarkan besaran produk domestik bruto (PDB) pada triwulan I 2025, atas dasar harga berlaku sebesar Rp 5.665,9 triliun, dan atas dasar harga konstan Rp 3.264,5 triliun.
"Sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan 1 2025 adalah sebesar 4,87 persen, bila dibandingkan dengan triwulan 1 2024 atau secara year on year," kata Amalia dalam Konferensi Pers, Senin (5/5/2025).
Berdasarkan data BPS, pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I tercatat lebih rendah dibanding triwulan IV-2024 yang tumbuh 5,02 persen secara tahunan atau (year on year/YoY).
Amalia menyatakan, ekonomi Indonesia jika dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2024 terkontraksi sebesar 0,98 persen.
Pertumbuhan ekononomi ini juga lebih rendah dibanding triwulan I tahun 2024 yang mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,11 persen secara YoY.
"Pertumbuhan ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I 2024 yang tumbuh 5,11 persen," jelas Amalia.
Sementara itu, Amalia menyebut bahwa pelambatan pertumbuhan ekonomi ini sejalan dengan pola yang sudah terjadi di tahun-tahun sebelumnya.
"Secara quartal to quartal, pertumbuhan ekonomi triwulan I 2025 ini sejalan dengan pola yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya di setiap kuartal ke satu itu relatif selalu lebih rendah dibandingkan dengan kuartal keempat tahun sebelumnya," ungkap Amalia.
Sementara itu langkah pemerintah yang menggelontorkan insentif besar-besaran ini karena pemerintah dinilai mulai khawatir terhadap melemahnya daya beli masyarakat.
"Ini mencerminkan adanya kekhawatiran (pemerintah) terhadap melemahnya daya beli masyarakat," kata Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet seperti yang dikutip dari Tribunnews.com, Minggu (25/5/2025).
Menurutnya, ini dinilai bukan bentuk insentif biasa, tetapi bisa dilihat sebagai respons terhadap tekanan konsumsi domestik yang tak kunjung pulih setidaknya sejak tahun lalu.
Yusuf menjelaskan, pada triwulan II tahun ini hampir tidak ada momen musiman yang biasanya mendongkrak belanja masyarakat seperti Ramadan atau Lebaran.
Artinya, kata dia, potensi perlambatan konsumsi rumah tangga sangat besar bila tidak diintervensi pemerintah. Sinyal ini sudah terlihat dari data penjualan ritel yang stagnan.
"Jadi, paket insentif ini memang terlihat sebagai langkah darurat untuk menjaga agar pertumbuhan ekonomi tidak anjlok lebih dalam," ujar Yusuf.
Menurut dia, efektif atau tidaknya insentif ini untuk mendongkrak daya beli masyarakat akan sangat bergantung pada kecepatan dan ketepatan implementasinya.
Bantuan seperti subsidi upah dan bantuan pangan dinilai bisa langsung dirasakan.
"Namun, insentif seperti Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) tiket pesawat cenderung menyasar kelompok menengah ke atas yang relatif tidak mengalami penurunan daya beli sebesar masyarakat bawah," ucap Yusuf.
"Jadi, insentif semacam itu bisa tidak terlalu efektif jika tujuannya adalah merangsang konsumsi secara luas," jelasnya.
Tak Mampu Dongkrak Daya Beli
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudistira menilai besaran Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang ideal seharusnya mencapai Rp 1 juta per pekerja bagi mereka yang bergaji Rp 3,5 juta per bulan.
"Idealnya 30 persen atau setara Rp 1 juta untuk pekerja gaji Rp 3,5 juta. Jika subsidi upahnya di bawah Rp 600 ribu per bulan, maka daya dorong ke konsumsi rumah tangga bakal terbatas," kata Bhima kepada Tribunnews, Minggu (25/5/2025).
Sayangnya, pemerintah telah menyatakan bahwa BSU kali ini tidak akan sebesar saat pandemi Covid-19, yang kala itu mencapai Rp 600 ribu per bulan.
Bhima juga mengatakan bahwa BSU perlu diimbangi dengan pengendalian harga kebutuhan pokok dan transportasi perumahan, sehingga daya beli pekerja bisa terjaga.
Selain itu, pemerintah dinilai wajib mengikutsertakan pekerja informal agar bisa masuk ke skema subsidi upah ini.
"Pelajaran saat pandemi Covid-19 kemarin, pekerja informal tidak mendapat subsidi upah karena pemerintah masih berbasis data BPJS Ketenagakerjaan," ujar Bhima.
Selain itu, Bhima menyebut pemerintah seharusnya memberlakukan diskon tarif listrik kepada pelanggan rumah tangga dengan daya mencapai 2.200 Volt Ampere (VA).
"Diskon tarif listrik dilanjutkan merupakan hal yang positif asalkan golongannya sampai 2.200 VA, bukan hanya di bawah 1.300 VA," kata Bhima.
Ia menjelaskan bahwa banyak rumah tangga dengan daya 2.200 VA yang sebenarnya dihuni oleh penyewa rumah dan kos-kosan karyawan.
Mereka disebut termasuk tergolong kelas menengah dan membutuhkan dukungan insentif tarif listrik juga.
Bhima memandang uang yang biasanya dibelikan token listrik, bisa dibelanjakan untuk kebutuhan lain seperti membeli baju, sepatu, dan membayar cicilan utang.
"Jadi, ada perputaran uang di masyarakat yang bantu peningkatan omzet sektor UMKM di daerah," ujar Bhima. (TribunJogja.com)
| Viral Jalan Rusak di Karangrejo Purworejo, Warga Menyebut Sungai Kering |
|
|---|
| Cerita Ningsih Neneknya Mega Korban Rumah Ambruk di Kauman Semarang: Dengar Cucu Teriak Minta Tolong |
|
|---|
| Maling yang Terbakar di Surabaya Sering Curi Motor, Begini Kondisinya Sekarang |
|
|---|
| Heboh Setelah Safrianus Meningal, 17 Warga Syok Daging Anjing yang Dibagikan Terinfeksi Rabies |
|
|---|
| Daftar 14 Artis Indonesia Gugat Cerai Pasangan Sepanjang 2025, Terbaru Sabrina Chairunnisa |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/Ilustrasi-uang-rupiah.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.