Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Ayam Goreng Widuran

Nasib Ayam Goreng Widuran Solo Terancam Berurusan dengan Hukum Gara-gara Menu Nonhalal

Ayam Goreng Widuran Solo berpotensi berurusan dengan hukum setelah kasus menun nonhalal viral di media sosial.

Penulis: Val | Editor: rival al manaf
kolase TribunJateng
PEMILIK AYAM WIDURAN - Ayam goreng legendaris di Solo, Ayam Widuran mendapatkan kecaman publik lantaran baru ketahuan menggunakan bahan non halal. Restoran yang berdiri sejak tahun 1971 ini seketika viral di media sosial karena banyak masyarakat muslim yang merasa tertipu. 

TRIBUNJATENG.COM - Ayam Goreng Widuran Solo berpotensi berurusan dengan hukum setelah kasus menun nonhalal viral di media sosial.

Banyak masyarakat yang tertipu, karena hampir selama 52 tahun restoran itu berdiri tidak pernah mereka mengumumkan menu makanannya mengandung bahan nonhalal.

Merespons hal tersebut Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Anwar Abbas, mendesak agar permasalahan penyajian menu non-halal restoran Ayam Goreng Widuran diproses ke jalur hukum. 

Baca juga: Sosok Indra, Pemilik Ayam Goreng Widuran Solo yang Ternyata Gunakan Bahan Non Halal

Baca juga: BREAKING NEWS: Ayam Goreng Widuran Jadi Sorotan, Wali Kota Solo Minta Ditutup Sementara 

Baca juga: Viral Ayam Goreng Widuran Solo Berdiri Sejak 1971 Ternyata Tak Halal, Anggota Dewan Tertipu

Anwar menyebutkan, tindakan yang dilakukan pengelola restoran telah melanggar Undang-Undang Jaminan Produk Halal yang seharusnya menjamin terlindunginya hak-hak individu, terutama umat Islam.

"Maka, pihak penegak hukum harus memproses kasus Ayam Goreng Widuran tersebut sebagaimana mestinya," kata Anwar dalam keterangan resmi yang diterima, Senin (26/5/2025).

Anwar menuturkan, agar tujuan dari hukum bisa ditegakkan, terutama bagi para pengusaha, proses hukum terhadap pengelola Ayam Goreng Widuran harus dilakukan.

Menurut dia, ketidaktahuan pengelola terhadap aturan perundang-undangan tidak bisa menjadi alasan bebas dari jeratan hukum.

"Ketidaktahuan pelaku terhadap hukum tidak dapat menjadi alasan untuk membebaskan seseorang dari tanggung jawab hukum," ujarnya.

Anwar menilai ada unsur kesengajaan dari pengelola restoran yang telah beroperasi sejak tahun 1973 di Kota Solo, Jawa Tengah, tersebut.

Pasalnya, pengelola tidak memberikan informasi label kepada pelanggannya jika penyajian menu restoran tersebut menggunakan bahan non-halal.

"Semestinya pihak restoran memberi tahu para pelanggannya, apakah secara verbal atau tertulis, tentang status non-halal dari produk ayam goreng yang mereka jual, tetapi ternyata hal itu tidak terjadi," jelasnya.

Hal ini, lanjut Anwar, tidak bisa diterima oleh umat Islam dan harus berlanjut ke ranah hukum.

"Kami sangat menyayangkan sikap dari pihak pengelola restoran karena mereka sudah berjualan 52 tahun lamanya, tapi tidak membuat keterangan yang secara eksplisit mencantumkan status tidak halal di outlet maupun pada platform daring mereka," imbuhnya.

Sebelumnya diberitakan, rumah makan Ayam Goreng Widuran yang berdiri sejak 1973 menjadi perbincangan hangat di media sosial.

Restoran ini diketahui menggunakan bahan non-halal dalam menu ayam kremes, yang baru diketahui publik usai viral di internet.

Kekecewaan konsumen mencuat di kolom ulasan Google Review, banyak yang mengaku merasa tertipu karena menyangka semua menu yang disajikan adalah halal.

Bahkan, sebagian pelanggan baru menyadari status non-halal setelah membaca pemberitaan dan komentar warganet.

Salah satu karyawan resto tersebut mengonfirmasi bahwa label non-halal baru dipasang beberapa hari terakhir setelah muncul banyak komplain dari pelanggan.

Anggota Dewan Merasa Tertipu

Ternyata tak sedikit konsumen yang merasa tertipu atas apa yang terjadi tersebut lantaran warung yang telah berdiri sejak tahun 1971 itu baru mengumumkan adanya bahan baku non halal.

Salah satu pihak yang merasa dirugikan tak lain adalah Komisi IV DPRD Solo yang sempat menyantap kuliner yang dibeli dari warung tersebut beberapa waktu lalu.

Hal itu diungkap oleh salah satu anggota komisi IV DPRD Solo dari fraksi PKS Sugeng Riyanto.

Ia menceritakan bahwa beberapa hari sebelum warung Ayam Widuran mengumumkan menggunakan bahan baku non halal di salah satu produknya.

Ia dan rekan-rekan sempat mengunjungi warung tersebut.

"Yang pertama saya perlu sampaikan bahwa saya termasuk korban dan juga Komisi IV."

" Jadi sekitar dua pekan lalu seusai sidak ada teman kami usul makan siang di warung itu, dan kita tahunya itu halal."

"Sehingga kesana dibungkus dan dibawa, terus selang beberapa hari muncul informasi itu. Jadi saya secara pribadi maupun komisi IV DPRD Solo merasa dirugikan karena pihak penjual tidak memberikan informasi yang memadahi tentang produknya non halal," ungkap Sugeng saat dihubungi, Minggu (25/5/2025).

Alih-alih saling menyalahkan, Sugeng lebih memilih untuk menyarankan kepada rekan di DPRD untuk menjadikan polemik warung ayam Widuran ini jadi momentum kembali menggodok Peraturan Daerah (Perda) terkait aturan makanan non halal.

"Ini menjadi momentum yang baik untuk DPRD Solo dalam hal ini memberikan kepedulian dengan memproduksi atau membuat Perda tentang jaminan produk halal maupun perlindungan konsumen. Ya di antara dua itu," lanjut Sugeng.

"Maksudnya adalah ada sangat banyak konsumen di Solo yang mereka muslim dan karena case seperti ini akhirnya tertipu. Tidak ada informasi yang memadai, seperti yang waktu kami ke sana, yang memesan dan membayar makanan itu pakai Jilbab. Artinya kalau pihak penjual memiliki itikad baik harusnya memberikan informasi," urai Sugeng.

Disinggung terkait langkah pemerintah kota (Pemkot) Solo dalam hal menangani polemik seperti ini. Sugeng berharap agar pemerintah daerah segera mengambil tindakan salah satunya dengan ikut mendorong terwujudnya usulan Perda perlindungan konsumen.

"Kalau dari sisi pemerintah daerah saya kira pemerintah punya aparatur dalam hal ini Satpol PP maupun kepolisian dengan berbekalkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen cukup untuk digunakan sebagai rujukan agar pihak aparat bisa memberikan tindakan terhadap penjual yang serupa," kata dia.

Lebih lanjut, Sugeng juga menyarankan bahwa pencantuman label halal dan non halal di usaha kuliner bisa menjadi anjuran. 

Ini sebelum pemilik usaha mengajukan izin pembukaan usaha ke dinas terkait.

"Itu kan juga bagian penegakan hukum di negara kita. Karena saya kira ini jadi cukup bagus apabila terkait pelabelan halal non halal juga dicantumkan dalam persyaratan perizinan usaha kuliner. Jadi langkah itu kan lebih preventif," pungkasnya.

Awal Mula Terungkap

AYAM GORENG WIDURAN - Suasana di Ayam Goreng Widuran Jalan Sutan Syahrir, Kepatihan Kulon, Jebres, Solo, Sabtu (24/5/2025). Heboh di media sosial Ayam Goreng Widuran di Kota Solo ternyata dimasak dengan bahan yang tidak halal.
AYAM GORENG WIDURAN - Suasana di Ayam Goreng Widuran Jalan Sutan Syahrir, Kepatihan Kulon, Jebres, Solo, Sabtu (24/5/2025). Heboh di media sosial Ayam Goreng Widuran di Kota Solo ternyata dimasak dengan bahan yang tidak halal. ((TribunSolo.com / Ahmad Syarifudin))

Ayam Goreng Widuran panen bintang 1 di google review setelah banyak konsumen salah paham.

Mereka terlanjur mengkonsumsi produk restoran ini tanpa tahu ternyata termasuk dalam kategori non-halal.

Salah satu karyawan, Ranto mengakui bahwa pemberian keterangan non-halal baru dilakukan setelah banyaknya komplain yang ditujukan ke restoran ini.

Ia tak bisa menjelaskan lebih jauh kenapa keterangan non-halal baru dilakukan baru-baru ini setelah ada komplain.

“Udah dikasih pengertiannya non-halal. Ya karena viralnya dikasih pengertian non-halal kremesnya itu. Beberapa hari yang lalu,” jelasnya saat ditemui Sabtu (24/5/2025).

Ia pun menyertakan keterangan non-halal di outlet, sosial media, hingga google maps.

“Reklame sudah ada. Di IG sudah ada. Baru yang viral ini,” tuturnya.

 Selama ini, menurutnya kebanyakan pelanggan mereka merupakan non-muslim. 

“Kebanyakan non-muslim (pelanggan). Sejak 1971,” jelasnya.

Melalui keterangan tertulis di akun instagramnya, pihak manajemen juga meminta maaf atas kegaduhan yang belakangan terjadi.

Manajemen telah memastikan keterangan non-halal di semua outletnya.

Mengandung Minyak Babi

Kepala Kantor Kemenag Kota Surakarta, Ahmad Ulin Nur Hafsun mengimbau kepada restoran untuk mencantumkan keterangan non-halal di produknya.

Hal ini perlu dilakukan agar ke depan tak ada yang salah paham mengira suatu produk halal padahal tidak.

“Kalau misalnya non-halal disebutkan non-halal. Di warungnya ada tulisannya non-halal. Atau kalau tidak non-halal mengandung babi sehingga jelas,” ungkapnya saat dihubungi Sabtu (24/5/2025).

Seperti telah diketahui, sejumlah konsumen memberikan bintang 1 di google review karena terlanjur makan Ayam Goreng Widuran. Mereka tidak tahu kalau ternyata restoran ini menjual produk non-halal.

Ulin mengungkapkan pihaknya akan menyampaikan kepada pihak terkait agar mereka melakukan pembinaan. Dengan begitu tidak ada lagi salah paham terkait produk halal dan non-halal.

“Kita akan sampaikan kepada pihak terkait untuk membina. Terkait pelaku usaha ada dinas terkait untuk membina. Beberapa kali kesempatan sudah kita sampaikan,” jelasnya.

Setiap konsumen berhak atas perlindungan termasuk jaminan produk halal. Meski begitu, belum ada yang secara spesifik mengatur mengenai produk-produk non-halal.

“Bagaimana pun seluruh pelaku usaha harus tunduk pada regulasi yang mengatur tentang itu. Setidaknya ada dua regulasi yang mengatur. Satu yang berkaitan dengan jaminan produk halal. Yang kedua perlindungan konsumen,” terangnya.

Kepala Dinas Perdagangan Kota Solo Agus Santoso menjelaskan pihaknya akan menindaklanjuti peristiwa ini dengan mengecek langsung ke lokasi restoran pada Selasa (275/2025).

“Kemarin sudah kita rakorkan dengan beberapa OPD. Rencana mau kita cek ke lokasi. Kami kan kaitan dengan bahan mentah. Kalau bahan matang DKK dan Balai POM,” ungkapnya.

Baru Dipasang Logo Non-Halal

Ayam Goreng Widuran panen bintang 1 di google review setelah banyak konsumen salah paham.

Mereka terlanjur mengkonsumsi produk restoran ini tanpa tahu ternyata termasuk dalam kategori non-halal.

Salah satu karyawan, Ranto mengakui bahwa pemberian keterangan non-halal baru dilakukan setelah banyaknya komplain yang ditujukan ke restoran ini.

Ia tak bisa menjelaskan lebih jauh kenapa keterangan non-halal baru dilakukan baru-baru ini setelah ada komplain.

“Udah dikasih pengertiannya non-halal. Ya karena viralnya dikasih pengertian non-halal kremesnya itu. Beberapa hari yang lalu,” jelasnya saat ditemui Sabtu (24/5/2025).

Ia pun menyertakan keterangan non-halal di outlet, sosial media, hingga google maps.

“Reklame sudah ada. Di IG sudah ada. Baru yang viral ini,” tuturnya.

Selama ini, menurutnya kebanyakan pelanggan mereka merupakan non-muslim. 

“Kebanyakan non-muslim (pelanggan). Sejak 1971,” jelasnya.

Melalui keterangan tertulis di akun instagramnya, pihak manajemen juga meminta maaf atas kegaduhan yang belakangan terjadi.

Manajemen telah memastikan keterangan non-halal di semua outletnya.

Diketahui menu kremesannya non halal karena minyak penggorengan mengandung minyak babi. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved