Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Bencana Tanah Gerak di Sirampog Brebes

'Tidak Layak Huni' Penampakan Sirampog Brebes Jadi Kampung Mati Gegara Tanah Bergerak

Penampakan Desa Babakan di Brebes jadi kampung mati usai tanah bergerak. Rumah hancur, warga mengungsi. Desa dinyatakan tidak layak huni.

|
Editor: Awaliyah P

"Tidak Layak Huni, Bolo" Penampakan Sirampog Brebes Jadi Kampung Mati Gegara Tanah Bergerak

TRIBUNJATENG.COM - Sebuah video viral memperlihatkan kondisi mengenaskan di Desa Babakan, Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes.

Dalam video itu terlihat desa berubah menjadi kampung mati akibat pergeseran tanah yang terjadi beberapa waktu lalu.

Warga Desa Babakan terpaksa mengungsi.

Dalam rekaman yang tersebar di media sosial, terlihat warga berjalan kaki sambil membawa barang-barang seadanya.

Rumah-rumah mengalami kerusakan parah.

Ada yang atapnya hancur, dindingnya retak, bahkan sampai terbelah.

"Jadi desa mati, desa tak berpenghuni."

"Barang-barang masih tergeletak, tapi warganya sudah meninggalkan desa ini," ucap seseorang dalam video.

Tak hanya rumah warga, jalanan, mushola, masjid, dan sawah juga ikut hancur.

Desa Babakan Sirampog kini tampak sunyi dan kosong.

Narator dalam video tersebut juga menyebut desa tersebut sudah tidak layak untuk ditinggali.

"Desa ini sudah tidak layak huni, bolo," ujarnya sambil memperlihatkan kondisi mengenaskan di desa tersebut.

"Hancur, sehancur-hancurnya, bolo," lanjut dia.

Hingga kini, warga masih mengungsi ke tempat yang lebih aman.

Musibah Tanah Bergerak di Brebes

Musibah tanah bergerak terjadi pada Kamis (17/4/2025) pukul 02.00 WIB usai hujan intensitas tinggi.

Kejadian ini menimpa empat dukuh di Desa Mendala, Kecamatan Sirampog, masing-masing Dukuh Krajan, Karang Anyar, Babakan dan Cupang Bungur.

Akibatnya 446 jiwa mengungsi, 570 jiwa terdampak, 120 rumah rusak, 80 hektar sawah rusak dan 1.325 meter infrastruktur jalan rusak.

Nasib korban tanah gerak di Desa Mendala, Kecamatan Sirampog, Brebes, Jawa Tengah seperti diombang-ambing bencana.

Baru sehari menempati hunian sementara (Huntara) senilai Rp 1,3 miliar kini mereka malah jadi korban bencana banjir.

Pada Kamis (22/5/2025), Huntara yang dihuni oleh 130 kepala keluarga tersebut terendam banjir akibat luapan saluran irigasi dan drainase, menyusul hujan deras yang mengguyur wilayah tersebut sejak siang hingga sore hari.

Sebelumnya, warga baru saja dipindahkan dari tenda pengungsian ke Huntara yang diresmikan oleh Bupati Brebes, Paramitha Widya Kusuma, pada Rabu (21/5/2025) sore.

Air bercampur lumpur masuk ke sejumlah unit Huntara, khususnya di Blok Babakan dan Krajan, membuat para penghuni panik karena air turut masuk ke dalam kamar.

Tak sedikit yang memilih meninggalkan Huntara sementara waktu karena kondisi tidak nyaman.

"Sore ini kembali ke Krajan, karena di Huntara kebanjiran. Mungkin besok baru bisa dibersihkan," ungkap Ahmad, salah satu penghuni Huntara Blok Krajan kepada wartawan, Kamis.

Kepala Desa Mendala, Muhammad Basori, membenarkan banjir membawa material lumpur dan menyebabkan air masuk ke beberapa unit Huntara.

"Air sampai masuk ke rumah-rumah Huntara. Selokan di situ mampet juga, tapi ini lagi dibersihkan. Termasuk lumpur yang di rumah rumah," kata Muhammad Basori saat dikonfirmasi wartawan, Kamis malam.

Ia menambahkan, hujan deras membuat upaya perbaikan drainase terhambat.

Hingga pukul 19.15 WIB, hujan belum reda.

"Tadi warga sempat perbaiki, tapi hujan turun deras lagi. Semoga tidak terjadi apa apa," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, sebanyak 130 kepala keluarga korban tanah gerak di Desa Mendala resmi dipindahkan dari posko pengungsian ke Huntara pada Rabu (21/5/2025). 

Mereka telah tinggal lebih dari satu bulan di tenda pengungsian Gunung Poh, pasca bencana yang dipicu hujan deras dengan intensitas tinggi sejak pertengahan April 2025.

Bupati Paramitha Widya Kusuma memimpin langsung proses pemindahan warga ke Huntara, yang berupa bangunan semi permanen berukuran 4x5 meter persegi.

"Tiap jiwa mendapat Rp 10 ribu selama tiga bulan dari Kemensos. Selain itu, mereka tetap disuplai logistik bahan makanan dari bantuan para donatur," jelas Paramitha.

Paramitha juga berkomitmen mempercepat proses relokasi ke hunian tetap (huntap) bagi para korban.

“Meski bukan rumah permanen, Huntara ini diharapkan bisa menjadi tempat tinggal yang aman dan laik sampai hunian tetap telah siap,” pungkasnya.

Spesifikasi Huntara di Desa Mendala Huntara di Desa Mendala dibangun dari rangka baja ringan dengan dinding papan kalsibot.

Pintu terbuat dari triplek dan lantainya dilapisi semen.

 Fasilitas umum seperti kamar mandi dan dapur bersama juga disediakan.

Sebelumnya, puluhan rumah warga mengalami kerusakan parah akibat pergerakan tanah pada Kamis (17/4/2025), menyusul hujan lebat yang mengguyur wilayah Brebes selatan.

Ratusan jiwa terpaksa tinggal di posko darurat selama berpekan-pekan.

Sirampog dan Warisan Alamnya

Sirampog terletak di kaki selatan Gunung Slamet, kawasan yang sejak lama dikenal dengan kesuburan tanahnya dan keberlimpahan air dari mata air pegunungan.

Sawah terasering, kebun hortikultura, dan hutan rakyat dulunya menjadi ciri khas dari kecamatan ini.

Namun, dalam dua dekade terakhir, wajah alam Sirampog berubah drastis.

Hutan-hutan yang dulu rimbun, kini sebagian besar telah berubah menjadi kebun sayur intensif.

Mata air yang dulu mengaliri sawah kini menyusut, bahkan menghilang.

 Banyak lahan yang dulu subur berubah menjadi lahan kritis.

Masyarakat, dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ekonomi, tanpa disadari telah meminjam terlalu banyak dari alam, tanpa pernah membayar kembali.

Kronologi dan Sebaran Longsor
Longsor di Kecamatan Sirampog pada awal 2025 bukan hanya satu peristiwa tunggal.

Ini adalah rangkaian bencana di berbagai desa:

Desa Mendala: Terjadi di Dusun Krajan, memutus akses jalan desa, merusak sejumlah rumah, dan mengancam lahan pertanian.
Desa Manggis: Longsor besar di Dukuh Sambungregel menimbun ruas jalan penghubung dan menyebabkan trauma mendalam pada warga.
Desa Sridadi: Laporan menunjukkan kerusakan ringan hingga sedang akibat pergerakan tanah.
Desa Mlayang: Khususnya di Dukuh Jatiteken dan Siroyom, pergerakan tanah menyebabkan 12 rumah retak dan jalan antardukuh terputus.
Akar Masalah: Deforestasi dan Eksploitasi Air
Deforestasi menjadi faktor utama di balik kerapuhan struktur tanah di Sirampog.

Perubahan fungsi hutan menjadi kebun sayur dan ladang pertanian monokultur menyebabkan hilangnya tutupan vegetasi yang berfungsi sebagai penahan air dan pengikat tanah.

Eksploitasi air pun memperburuk situasi.

Ribuan pipa paralon dan selang menjulur dari mata air menuju lahan-lahan pertanian hortikultura.

Pengambilan air secara besar-besaran, tanpa kendali dan tanpa pendekatan konservasi, menyebabkan tekanan pada ekosistem pegunungan.

Lahan-lahan miring yang seharusnya menjadi zona lindung justru berubah menjadi ladang produksi.

Sistem irigasi alami digantikan dengan jaringan pipa yang tidak memperhitungkan kapasitas resapan.

Air hujan yang turun deras tidak lagi diserap, tetapi langsung mengalir ke bawah, membawa serta material tanah dan menyebabkan longsor. (*)

(*) 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved