Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jogja

Kasus Santri Ora Aji Sleman: 13 Tersangka Penganiayaan, KDR Dilaporkan karena Dugaan Pencurian

13 santri Ora Aji ditetapkan tersangka penganiayaan. Korban KDR justru dilaporkan mencuri uang sesama santri.

Istimewa
Gus Miftah dalam acara Puncak Reuni Akbar Alumni Unissula, Ahad (21/5/2023). 

TRIBUNJATENG.COM, JOGJAKARTA -- Kasus yang melibatkan 13 santri Pondok Pesantren Ora Aji di Sleman, DI Yogyakarta, mengundang perhatian luas.

Mereka ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang santri berinisial KDR.

Namun perkembangan terbaru menunjukkan bahwa KDR juga dilaporkan oleh salah satu dari 13 santri tersebut karena dugaan pencurian.

Laporan Pencurian oleh Sesama Santri

Kuasa hukum Yayasan Pondok Pesantren Ora Aji, Adi Susanto, menjelaskan bahwa laporan terhadap KDR telah dilayangkan ke Polresta Sleman pada 10 Maret 2025. Santri pelapor mengaku kehilangan uang sebesar Rp700.000.

Tidak hanya itu, dugaan pencurian ini disebut melibatkan 7 hingga 8 santri lainnya yang juga merasa kehilangan uang dan barang pribadi.

“Nominalnya bervariasi, dari Rp20 ribu sampai Rp700 ribu. Bahkan ada juga kehilangan barang lain,” ungkap Adi.

Adi menambahkan bahwa kehilangan ini terasa berat karena para santri umumnya berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi pas-pasan.

Perilaku mencuri yang diduga dilakukan KDR pun dinilai mencederai rasa kepercayaan sesama santri.

Proses Hukum Berjalan Paralel

Kapolresta Sleman, Kombes Pol Edy Setyanto, membenarkan bahwa pihaknya menerima laporan pencurian dari beberapa santri terhadap KDR.

“Dari 13 santri, empat di antaranya mengaku barangnya pernah diambil oleh korban (KDR) dan kini sedang diproses,” ujar Edy.

Sementara itu, proses hukum atas dugaan penganiayaan terhadap KDR juga tengah berjalan. Pihak kepolisian masih menyelidiki kasus ini dari berbagai sisi, termasuk motif di balik penganiayaan.

Pandangan Pondok Pesantren Ora Aji

Pengasuh pondok, Miftah Maulana Habiburrahman (Gus Miftah), melalui kuasa hukumnya menyampaikan permintaan maaf kepada publik atas peristiwa ini.

“Ini adalah pukulan besar bagi kami,” ujar Adi mewakili Gus Miftah, yang saat kejadian sedang menjalani ibadah umrah.

Pihak yayasan menegaskan bahwa insiden tersebut murni terjadi antar-santri tanpa keterlibatan pengurus. Pesantren hanya berperan sebagai mediator dalam menyelesaikan konflik ini.

“Tidak ada penyiksaan seperti yang digambarkan di luar. Ini lebih ke bentuk spontanitas anak-anak yang kecewa karena rekannya mencuri,” terang Adi.

Kasus ini mengungkap kompleksitas dinamika kehidupan di pondok pesantren, di mana ikatan emosional dan moral sangat kuat.

Ketika kepercayaan dikhianati, reaksi spontan bisa saja terjadi, meskipun tetap tidak dibenarkan dalam bentuk kekerasan.

Pihak pesantren diharapkan dapat menempuh jalur pembinaan dan pendekatan restoratif demi menjaga marwah lembaga pendidikan keagamaan.

Santri adalah generasi penerus yang perlu diarahkan dengan kasih sayang dan keadilan, bukan kekerasan. (kompas.com)

Baca juga: Gempa Terkini Malam ini 2 Menit yang Lalu, Sabtu 31 Mei 2025, Info BMKG

Baca juga: Kunci Jawaban Bahasa Inggris Kelas 12 Halaman 52 53 54, Kurikulum Merdeka: Application Letter 

Baca juga: Link Live Streaming PSG vs Inter Milan Final Liga Champions, Kick Off Pukul 02.00 WIB

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved