Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jateng

Perintah Gubernur Jateng ke Bupati dan Wali Kota Soal Putusan MK Gratiskan SD SMP Negeri dan Swasta

Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, mengimbau seluruh Bupati dan Wali Kota di wilayahnya untuk mulai

Penulis: Lyz | Editor: muh radlis
Istimewa
Dalam 100 hari kinerja Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi dan Wakil Gubernur Taj Yasin, salah satu terobosan kebijakan yang disambut antusias oleh warga adalah program kemitraan dengan sekolah SMA-SMK swasta. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, mengimbau seluruh Bupati dan Wali Kota di wilayahnya untuk mulai menyusun skema penerapan sekolah gratis bagi jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Langkah ini sebagai bentuk tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXII/2024 yang menegaskan kewajiban negara dalam menyelenggarakan pendidikan gratis untuk wajib belajar 9 tahun, baik di sekolah negeri maupun swasta.

Ahmad Luthfi menjelaskan bahwa program pendidikan gratis untuk tingkat SMA, SMK, dan SLB sudah berjalan di Jawa Tengah.

Untuk mendukung program tersebut, pemerintah provinsi juga telah menjalin kerja sama dengan 139 SMA/SMK swasta yang tersebar di berbagai daerah.

Kemitraan ini bisa menambah daya tampung hingga sekitar 5.000 siswa.

Prioritas utamanya adalah anak-anak dari keluarga miskin, termasuk yang tergolong dalam kategori miskin ekstrem, serta anak-anak yang belum mengenyam pendidikan.

"Kalau SD-SMP wilayah kabupaten/kota, jadi bupati dan wali kota yang terkait SD-SMP.

Kewenangan kita (Pemprov) hanya di SMA, SMK dan SLB," ujar Ahmad Luthfi Senin (2/6/2025).

"Di tempat kita mempunyai kerja sama kemitraan dengan SMA/SMK swasta.

 Jadi kita tempelkan kepada SMA-SMK swasta, kita cukup untuk 5.ribu an orang," tuturnya.


Ahmad Luthfi menerangkan, kategori anak tidak sekolah atau putus sekolah dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu dari keluarga miskin ekstrem, kemudian ada karena tradisi.


"Jadi ada daerah-daerah tertentu kalau sudah SMP kudu kerjo (harus kerja) padahal belum tentu dapat kerja dan akhirnya ia tidak sekolah.

Ini yang kita galakkan kembali sehingga pendidikan bisa mereduksi kemiskinan," tandasnya.

Sementara itu Ikatan Kepala Sekolah SMP Swasta (IKSS) Kabupaten Kudus angkat bicara terkait keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyoal pendidikan dasar 9 tahun jenjang SD dan SMP sederajat, baik negeri maupun swasta digratiskan.

Ketua IKSS Kudus, Syaifuddin Najib menyampaikan, jika keputusan tersebut nantinya diakomodir oleh pemerintah menjadi sebuah kebijakan, pemerintah harus bisa menjamin ketercukupan pendanaan bagi sekolah dasar yang digratiskan.

Terutama sekolah swasta yang selama ini hanya mengandalkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler dari pemerintah pusat dan sumbangan pendidikan, tanpa didukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

APEL PAGI: Siswa SMP di Kudus mengikuti kegiatan apel pagi sebelum menjalankan KBM, baru-baru ini. IKSS Kabupaten Kudus menyuarakan empat tuntutan jika keputusan MK ditindaklanjuti menjadi kebijakan menggratiskan sekolah jenjang SD dan SMP negeri dan swasta. (TRIBUN JATENG/SAIFUL MA'SUM)
APEL PAGI: Siswa SMP di Kudus mengikuti kegiatan apel pagi sebelum menjalankan KBM, baru-baru ini. IKSS Kabupaten Kudus menyuarakan empat tuntutan jika keputusan MK ditindaklanjuti menjadi kebijakan menggratiskan sekolah jenjang SD dan SMP negeri dan swasta. (TRIBUN JATENG/SAIFUL MA'SUM) (TRIBUN JATENG/SAIFUL MA'SUM)

Menurut dia, wacana program sekolah gratis tingkat SD dan SMP negeri swasta bisa berjalan dengan baik apabila pemerintah pusat memberikan dukungan pendanaan yang menyeluruh, layak, dan berkelanjutan.

Sebagai Ketua IKSS Kudus, Najib mendukung penuh program sekolah gratis. Tetapi, program tersebut tidak bisa serta-merta diterapkan di sekolah swasta tanpa adanya jaminan pembiayaan operasional.

Di antaranya berkaitan dengan honor guru, kebutuhan sarpras, serta dana BOS yang layak dan fleksibel dalam penggunaannya.

IKSS Kudus menyuarakan empat tuntutan utama agar sekolah swasta dapat ikut serta dalam program sekolah gratis.

Pertama, honor guru dan tenaga kependidikan ditanggung pemerintah pusat, minimal sesuai UMR atau lebih.

Kedua, pemerintah memperhatikan penyediaan dan perbaikan sarana prasarana pendidikan, supaya sekolah swasta mampu memberikan layanan pembelajaran yang setara.

Ketiga, diharapkan ada peningkatan dana BOS untuk sekolah swasta, dengan menyesuaikan kebutuhan riil dan jumlah siswa.

Dan keempat, penerapan SOP penggunaan dana BOS diharapkan lebih fleksibel, agar sekolah bisa menyesuaikan kebijakan dengan kondisi sekolah masing.

Najib menegaskan, tanpa dukungan pendanaan yang adil dan menyeluruh, dikhawatirkan kebijakan sekolah gratis justru dapat menjadi bumerang bagi eksistensi sekolah swasta.

Padahal selama ini sudah berperan penting dalam memperluas akses pendidikan di berbagai wilayah.

"Sekolah swasta bukan lembaga komersial, melainkan mitra strategis pemerintah dalam dunia pendidikan.

Jika diminta gratis, maka negara wajib hadir sepenuhnya, termasuk menghargai profesionalisme guru dengan upah yang layak," terangnya, Senin (2/6/2025).

Selain itu, lanjut Najib, IKSS juga menyerukan agar organisasi pendidikan swasta dilibatkan secara aktif dalam perumusan dan evaluasi kebijakan pendidikan nasional.

 Supaya terjadi keadilan dan kesinambungan dalam hal memajukan pendidikan di Indonesia.

Meski demikian, IKSS Kudus menilai bahwa keputusan MK masih belum final.

Artinya, isi dari ketusan MK masih harus ditindaklanjuti DPR RI, sekaligus perlu dirumuskan oleh kementerian terkait.

"Intinya sekolah swasta kalau gratis, penafsirannya banyak. Gratis apanya, SPP atau lainnya juga.

Harapan kami, kalau dibuat gratis, harus ada beberapa hal yang tercapai.

Sarpras, honor, dan dana BOS seperti sekolah negeri, kalau mau membantu ya 100 persen," tuturnya. (Rtp/Sam)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved