Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Temanggung

Kisah Pilu Dusun Jumbleng di Temanggung, Permukiman yang Lenyap Tertimbun Tanah Longsor

Malam yang sunyi itu tiba-tiba pecah oleh jeritan tangis minta tolong dan bunyi kentongan bertalu-talu.

TRIBUN JATENG/YAYAN ISRO ROZIKI
DUSUN JUMBLENG: Suasana Dusun Jumbleng. Di balik keindahan alam dan kebun kopi yang terhampar luas, ternyata terdapat sebuah kisah tragis. (TRIBUN JATENG/YAYAN ISRO ROZIKI) 

Bahkan, pak dhe saya sempat dua jam lamanya terkubur material longsor,” bebernya. 

Usai berhasil lolos dari maut, Tarom hanya mampu melihat lalu lalang warga yang berhamburan menyelamatkan diri sembari mencari tempat yang lebih aman.

Ia juga seketika merasa lunglai melihat pemandangan yang tak pernah ia duga sebelumnya.

Rumah yang menjadi sandaran hidupnya bersama keluarga, kini terpendam bersama masjid dan belasan rumah warga lain.

Meski 36 tahun telah berlalu, namun peristiwa dahsyat itu masih sangat membekas dalam ingatannya.

Trauma mendalam itu tampaknya tak kunjung sirna.

Terlebih, tahun 2023 lalu, warga kembali dihebohkan dengan penemuan tulang belulang manusia utuh di sekitar lokasi bekas kejadian.

Warga yakin bahwa itu adalah kerangka milik Mbah Enthik, seorang korban longsor yang 34 tahun tak diketahui lokasi jasadnya. 

“Jadi ada 31 warga yang meninggal baik itu anak-anak, muda, dan lansia.

Sebanyak 30 orang ditemukan setelah kejadian, sedangkan satunya lagi ditemukan setelah 32 tahun kemudian.

Tahun 2023 lalu, saat salah seorang warga mencangkul lahan di lokasi bekas kejadian, tiba-tiba ia menemukan kerangka utuh manusia.

Itu milik Mbah Enthik yang saat kejadian berada di sekitar lokasi namun tak kunjung ditemukan,” urainya.

Sementara itu, Romelan (61) warga setempat, juga menceritakan bahwa lokasi bekas peristiwa longsor itu kini telah berubah menjadi area perkebunan kopi.

Sedalam 5 meter di bawah tanah tersebut, terdapat 13 rumah beserta perabot rumah tangga, ternak, dan masjid yang terpendam hingga saat ini.

Tak lama usai peristiwa, seluruh warga Dusun Jumbleng yang selamat, lantas mengungsi ke lokasi yang lebih aman. 

Saat ini, lokasi pengungsian itu telah menjadi sebuah kawasan permukiman yang diberi nama Dusun Campursari.

Alhasil, Dusun Jumbleng kini sudah tidak berpenghuni.

Di sana kini hanya terdapat hamparan perkebunan kopi dan rumah-rumah kosong yang dimanfaatkan sebagai kandang hewan ternak dan lokasi pembuatan gula aren.

“Setelah peristiwa, seluruh warga Dusun Jumbleng mengungsi.

Rumah-rumah mereka dibiarkan kosong dan ditinggal begitu saja kala itu.

Kini, warga telah pindah membuat pemukiman baru bernama Dusun Campursari.

Mereka hanya akan kembali ke Dusun Jumbleng untuk sekedar berkebun, memberi makan ternak, panen kopi, dan memproduksi gula aren,” katanya.

Sebagai pengingat peristiwa kelam itu, kini setiap malam Jumat Wage di bulan Desember, seluruh warga menggelar doa bersama berupa pembacaan tahlil dan yasin.

Bahkan, di Dusun Campursari juga telah dibangun sebuah gapura yang berisi diorama bencana tanah longsor hebat 36 tahun silam.

Di gapura itu juga tertulis “Sirnaning Wismo, Ambuko Ati” atau jika diartikan adalah “sirnyanya permukiman, pembuka hati”.

“Peristiwa itu harus menjadi pelajaran penting.

Warga yang tinggal di daerah rawan bencana sudah seharusnya tidak mengabaikan tanda-tanda alam.

Segera pindah ke lokasi yang aman apabila merasa situasinya membahayakan,” pesannya. (yan)

Baca juga: 7 Kuliner Khas Temanggung yang Wajib Dicoba Saat Berkunjung, Ada Kopi Arabika Hingga Buntil Tembakau

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved