Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Iuran Kebersamaan Pegawai Bapenda Semarang Ada Sejak Wali Kota Sebelumnya, Barang Bukti Hilang

Kabid Pendataan dan Pendaftaran Pajak Daerah Badan Pendapatan Daerah (Bapenda)  Kota Semarang Binawan Febriarto menyebut Iuran Kebersamaan

Penulis: iwan Arifianto | Editor: Catur waskito Edy
Iwan Arifianto.
HILANGKAN BARANG BUKTI -Kabid Pendataan dan Pendaftaran Pajak Daerah Bapenda Kota Semarang Binawan Febriarto (baju kotak krem) menjadi saksi dalam kasus sidang korupsi Mbak Ita dan Alwin Basri di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (9/7/2025). 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG -- Kabid Pendataan dan Pendaftaran Pajak Daerah Badan Pendapatan Daerah (Bapenda)  Kota Semarang Binawan Febriarto menyebut Iuran Kebersamaan pegawai Bapenda sudah ada sejak kepemimpinan Wali Kota Hendrar Prihadi alias Hendi.

Iuran Kebersamaan merupakan iuran pegawai Bapenda yang mendapatkan bonus upah pungut pajak setiap tiga bulan sekali.

Iuran ini bisa menghimpun uang sebesar Rp4 miliar per tahun.

Hasil uang iuran tersebut kemudian disetorkan ke mantan Wali Kota Semarang Hevearita G. Rahayu atau Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri.

Mereka mendapatkan jatah hingga mencapai Rp2 miliar. Namun, saksi Binawan tak mengungkap apakah uang tersebut mengalir ke wali kota sebelumnya.

Hal itu terungkap ketika Ketua Majelis Hakim Gatot Sarwadi menanyakan apakah iuran kebersamaan sudah ada sejak zaman Wali Kota Hendrar Prihadi?

"Iya sudah ada (sejak Hendi) tapi laporan penggunaan saya sudah lupa.

Data laporan sudah dihancurkan," jelas Binawan di Kantor Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Rabu (9/7/2025).

Menurut Binawan, buku laporan itu dipegang oleh Kepala Bidang Pengawasan dan Pengembangan Bapenda Kota Semarang  Sarifah.

Buku itu berisii catatan alokasi dan penerimaan iuran kebersamaan.

Buku tersebut lantas dihancurkan selepas ada perintah dari Mbak Ita.

"Alasan dimusnahkan kemungkinan karena berpotensi menjadi barang bukti dan menjadi masalah karena ketika itu sedang ada pemeriksaan dari KPK," katanya.

Tidak hanya disuruh memusnahkan barang bukti buku, Binawan mengaku diminta untuk mengganti handphone lalu menghapus semua pesan di handphone sebelumnya.

"Ketika dipanggil juga harus memberikan keterangan normatif dan formil," katanya.

Perintah itu, lanjut Binawan, ketika datang di ruangan Mbak Ita pada akhir Januari 2024.

Di ruangan itu tidak hanya dirinya melainkan pula ada beberapa orang lainnya di antaranya Eko Yuniarto (Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang), Kepala Dinas Permukiman Yudi Wibowo.

"Kami diminta jangan hadir dulu panggilan KPK oleh Mbak Ita," terangnya.

Binawan kemudian diperintahkan oleh Indriyasari atau Iin untuk pergi ke Malang dengan dalih studi banding pajak hiburan dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Studi banding untuk menghindari panggilan KPK itu diikuti oleh seluruh Kepala Bidang di Bapenda Kota Semarang.

"Namun, studi banding itu tidak jadi karena disuruh Bu Iin putar balik. Kami putar balik untuk penuhi panggilan KPK agar tidak diperiksa ke Jakarta," terangnya.

Sidang lanjutan kasus korupsi dengan terdakwa Mantan Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu atau Mbak Ita dan suami Alwin Basri masih berkutat dengan keterangan dari kesaksian para pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang.

Dalam persidangan kali ini, ada empat saksi yang dimintai keterangan masing-masing Kabid Pendataan dan Pendaftaran Pajak Daerah Bapenda Kota Semarang Binawan Febriarto, pegawai non-ASN Bapenda Rizal Deni, pekerja event organizer (EO) Anton , eko setyawati atau Sasa pengurus dari PKK kota Semarang. (Iwn)

Baca juga: Geger Warga Beji Karanganyar, Tubuh Sunarno Ditemukan Terbujur Kaku di Kamar, Baunya Menyengat

Baca juga: Pria 73 Tahun di Pekalongan Ditemukan Gantung Diri di Rumahnya

Baca juga: Ular Sanca Sepanjang 5 Meter Hebohkan Warga Gang Kalibuntu Kota Tegal 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved