Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Ekonomi Bisnis

Ratri Bintari Ekowati Raup Cuan dari Kain Perca yang Jadi Beragam Produk Bernilai Ekonomis

Di tangan Ratri Bintari Ekowati, barang sisa itu diolah menjadi beragam produk bernilai ekonomis. 

TRIBUN JATENG/EKA YULIANTI FAJLIN
TUNJUKAN PRODUK - Pelaku UMKM, Ratri Bintari Ekowati, menunjukan produknya yang terbuat dari kain perca. (TRIBUN JATENG/EKA YULIANTI FAJLIN) 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kain perca kerap dianggap sebagai barang tak bernilai ekonomis, bahkan masuk kategori sampah. 

Namun, di tangan Ratri Bintari Ekowati, barang sisa itu diolah menjadi beragam produk yang bernilai ekonomis. 

Ratri, warga Tembalang, Kota Semarang, sudah berhasil mengelola limbah perca menjadi barang berguna sejak beberapa tahun lalu. 

Baca juga: Gaun-Gaun Bertema Renaissance Modern Warnai Panggung Fashion Show Novita Sanjaya

Memanfaatkan kain sisa dari penjahit dan butik di sekitar tempat tinggalnya, dia berhasil mengambil peluang usaha yang potensial.

"Awalnya memutuskan bisnis kain perca dari orang tua yang berprofesi sebagai penjahit. 

Saya diajari orang tua menjahit, tapi kalau buat pakaian belum begitu pintar.

Saya lihat kain perca, daripada dibuang, mending dibuat karya," papar Ratri.  

Di rumahnya, dia memiliki galeri tempat untuk memajang karya-karyanya, sekaligus workshop sebagai tempat produksi.

Dalam membuat karya, dia memberdayakan warga sekitar. 

Ia mengambil perca dari penjahit atau butik.

Kemudian, dipilah sesuai kategori misalnya, jeans, batik, lurik, tenun.

Setelah itu, kain-kain sisa tersebut dibentuk beragan produk sesuai permintaan pasar. 

Ada beragam produk yang dibuat, antara lain ikat rambut, bandana, topi, tas, dan lain sebagainya. 

Ia mengkombinasikan berbagai kain perca menjadi barang yang estetik. 

Harga produknya pun sangat terjangkau, mulai dari Rp3.500 hingga ratusan ribu rupiah. 

"Paling murah Rp3.500 ikat rambut, bandana.

Kalau topi berkisar Rp55.000.

Sementara, paling mahal tas perca bisa Rp100 ribuan," urainya. 

Dalam sebulan, ia bisa mendapat orderan hingga ratusan topi.

Dirinya juga menerima jasa jahit topi dari para pelaku UMKM handicraft

"Saya menerima jasa jahit topi.

Banyak teman-teman UMKM jahit ke saya," ungkapnya. 

Diakuinya, omzet yang didapat naik turun.

Pasalnya, pasar handicraft tidak seperti kuliner yang selalu dibutuhkan setiap hari.

Kendati demikian, setiap hari produksi selalu jalan. 

"Saya stok banyak pun nggak takut.

Suatu saat pasti laku," ujarnya. (eyf)

Baca juga: Sebanyak 5.000 Pengunjung Semarang Zoo Manfaatkan Promo HTM Rp 10 Ribu

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved