Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Banyumas

Polemik Uji Kompetensi Dokter UKMPPD 2025, Tribhata Banyumas: Perlu Regulasi Transisi yang Jelas

 Tribhata Banyumas angkat bicara terkait polemik pelaksanaan uji kompetensi mahasiswa program profesi dokter (UKMPPD)

Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: muslimah
Ist. Dokumentasi pribadi Salsabilla. 
UJI KOMPETENSI DOKTER - Foto Direktur Advokasi TRIBHATA Banyumas besama Salsabilla Hasna Huwaida.     

TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO - Tribhata Banyumas angkat bicara terkait polemik pelaksanaan uji kompetensi mahasiswa program profesi dokter (UKMPPD) yang dijadwalkan pada Agustus 2025. 

Kegaduhan antara pemerintah dan Kolegium Profesi Kedokteran dinilai sebagai cermin ketidaksiapan sistem dalam mengimplementasikan Undang-Undang (UU) Kesehatan yang baru tanpa didukung regulasi pelaksanaan yang memadai.

"Mahasiswa kedokteran tidak boleh menjadi korban ketidakpastian hukum dan birokrasi. Perlu komitmen semua pihak menyelesaikan persoalan ini demi keberlangsungan pelayanan kesehatan dan pendidikan secara nasional," ujar Direktur Advokasi Tribhata Banyumas, Salsabilla Hasna Huwaida kepada Tribunbanyumas.com, Jumat (1/8/2025).

Baca juga: Respon KPU Banyumas Soal Somasi Yayasan Tribhata: Tidak Berdasar Hukum dan Tak Dapat Diterima

Polemik ini dipicu perbedaan pandangan antara Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi dengan empat Kolegium Profesi Kedokteran terkait Standar Prosedur Operasional (SPO).

Menurut kementerian, UKMPPD seharusnya mengacu pada SPO lama, sementara Kolegium menolak dan meminta pelaksanaan ujian merujuk pada SPO baru yang sesuai dengan amanat UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Hasna menjelaskan, UU Kesehatan tersebut mengatur uji kompetensi mahasiswa kedokteran harus diselenggarakan oleh penyelenggara pendidikan bersama Kolegium. 

Hal ini berbeda dengan sistem lama di mana UKMPPD dilaksanakan oleh panitia nasional bentukan pemerintah tanpa keterlibatan langsung Kolegium sebagai penyelenggara.

"Ketidak sinkronan antara SPO lama dengan UU Kesehatan baru memicu kekacauan normatif dan operasional.

Tidak ada kejelasan siapa yang berwenang penuh menyelenggarakan UKMPPD: apakah pemerintah melalui panitia nasional, perguruan tinggi, atau Kolegium Profesi," tegas Hasna.

Ketidakjelasan regulasi ini berdampak langsung kepada mahasiswa kedokteran. 

Tanpa UKMPPD, mahasiswa tidak bisa menyelesaikan studi, mengikuti program internsip, atau magang karena belum memiliki sertifikat uji kompetensi. 

Akibatnya, mereka tertunda mendapat ijazah, gelar profesi, dan tak bisa mendaftar Surat Tanda Registrasi (STR) yang merupakan syarat utama bekerja sebagai dokter.

"Ini menimbulkan potensi stagnasi administrasi dan akademik. Mahasiswa jadi korban dalam situasi yang tidak mereka ciptakan," ucap Hasna.

Selain itu, kegagalan menyelenggarakan UKMPPD tepat waktu dapat mengganggu distribusi tenaga dokter di berbagai daerah. 

Kondisi ini memperbesar kesenjangan antara jumlah tenaga dokter yang dibutuhkan dengan yang tersedia, sementara Indonesia saat ini masih kekurangan sekitar 150 ribu dokter.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved