Berita Viral
Makin Runyam, Warga Kompak Pasang Spanduk Usir Ayah Bocah SD Semarang yang Susuri Sungai ke Sekolah
Konflik baru muncul di balik viralnya bocah SD di Kota Semarang yang kesulitan pergi ke sekolah akibat rumah ditutup pagar seng.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: deni setiawan
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Konflik baru muncul dan semakin runyam di balik viralnya bocah SD di Kota Semarang berinisial JES (8) yang kesulitan pergi ke sekolah akibat rumah orangtuanya ditutup pagar seng.
Ayah JES, Julian Boga Siagian (54) kini mendapatkan tuntutan untuk segera meninggalkan rumah tersebut.
Tuntutan itu diungkapkan warga RT 07 RW 01 Kelurahan Bendan Ngisor, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang.
Baca juga: Kades Wonoagung Demak Kepergok Selingkuh di Kamar Indekos Terancam Hukuman 6 Tahun Penjara
Baca juga: Ini Penyebab Pengantin yang Melewati Jembatan Sungai Pemali Brebes Harus Digendong
Warga memasang spanduk di jalan masuk menuju rumah Siagian.
Spanduk berwarna kuning bergaris merah itu bertuliskan.
"Warga RT 07 RW 01 Kelurahan Bendan Ngisor Menolak Warga atas nama Juladi Boga Siagian."
"Warga Menghimbau untuk yang Bersangkutan Dapat Segera Pindah dari RT 07 RW 01 Kelurahan Bendan Ngisor".
Ketua RT 07 RW 01 Bendan Ngisor, Sugito membenarkan spanduk tersebut dipasang warganya pada Minggu (3/8/2025).
Pemasangan itu, kata dia, hasil musyawarah warga yang sudah dilakukan sebelumnya.
"Bukan saya yang mengizinkan atau tidak, pemasangan spanduk itu tindak lanjut dari petisi warga."
"Jadi ini kehendak mereka," kata Sugito kepada Tribunjateng.com, Senin (4/8/2025).
Dokumen petisi penolakan warga yang diperlihatkan Sugito terdiri dari lima lembar yang ditandangani Sugito dan Ketua RW 1 Bendan Ngisor, Subroto bersama 22 warga lainnya.
Dalam dokumen per 3 Agustus 2025 itu, ada delapan catatan warga mengenai perilaku Siagian.
Di antaranya tidak pernah bersosialisasi dengan warga sekitar, membakar sampah sembarangan, membiarkan anjingnya berkeliaran, melakukan pencemaran nama baik warga, hingga melakukan pengancaman.
Berdasarkan hal itu, warga meminta Siagian pindah dari tempat tersebut.
"Warga menolak yang bersangkutan tinggal di situ karena beberapa alasan."
"Seperti ada peliharaan anjing yang diliarkan dan persoalan sampah," sambung Sugito.
Klarifikasi Siagian
Tribunjateng.com lantas melakukan konfirmasi kepada Juladi Boga Siagian.
Berhubung akses depan rumah Siagian telah ditutup pagar seng, Tribunjateng.com mendatangi rumahnya dari sisi belakang dengan menyusuri Sungai Tuk atau Kali Tuk Bendan Ngisor.
Untuk mencapai rumah Siagian melalui jalur Kali Tuk harus berjalan kaki sekira 200 meter di atas jalan setapak selebar setengah meter di pinggiran kali yang berbatu dan berpasir.
Sungai itu memiliki lebar sekira 10 meter dengan kondisi dangkal.
Pada sisi kiri pinggiran sungai itu berupa tembok pondasi rumah warga yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS).
Di tembok pondasi itu terdapat moncong pipa yang mengarah ke sungai.
Tak heran, ketika melintasi jalan setapak itu, bau kotoran manusia acapkali menyapa hidung.
Ketika ditemui di rumahnya, Siagian baru saja pulang dari mencari barang rongsokan.
Pekerjaan pria ini adalah pemulung.

Baca juga: Viral Wisatawan Telaga Sarangan Dimarahi Emak-emak Pemilik Warung Karena Jajan Pecel Keliling
"Soal spanduk saya baru tahu tadi pagi."
"Tentu saya kaget, tapi saya belum bisa mengambil kesimpulan apa maksud dari spanduk tersebut," jelas Siagian.
Menanggapi petisi warga yang menudingnya membakar sampah sembarang, Siagian membantahnya.
"Itu bukan sampah, tetapi barang rongsokan yang saya jemur di pinggir jalan karena tidak ada tempat."
"Itupun saya rapikan lagi," terangnya.
Kemudian soal anjing, diakuinya melepas anjing peliharaannya pada malam hari.
"Saya ketika melepas anjing saya pada malam hari, selalu saya pantau."
"Habis itu saya masukan ke rumah lagi," paparnya.
Sementara soal tudingan tak pernah bersosialisasi dengan warga, dia meminta maaf kepada warga.
"Saya kerja dari subuh sampai malam hari mencari serta memilah rongsokan untuk menghidupi keluarga."
"Jadi mohon maaf kalau kurang sosialisasi."
"Namun saya selama ini juga tidak pernah diundang arisan warga," bebernya.
Siagian mengaku, kini hanya bisa pasrah dengan tuntutan warga tersebut.
Namun dia mempertanyakan ketika diminta pindah, siapa yang mau bertanggungjawab.
"Tolong berikan solusi, jangan asal usir."
"Itu melanggar HAM."
"Silakan usir tapi carikan tempat untuk kami tinggal," tuturnya.
Sementara istri Siagian, Imelda (55) mengatakan, kasus penutupan pagar rumahnya dengan seng telah membuatnya stres, ditambah kini pengusiran warga.
Dia menambahkan, selepas muncul spanduk penolakan warga itu menjadi takut akan diteror dan diusir warga.
"Kami bukan kriminal, kami meminta perlindungan dari pemerintah dan aparat," paparnya.
Duduk Perkara Kasus
Konflik Siagian dengan warga RT 07 RW 01 Bendan Ngisor dimulai dari konflik tanah antara Sri Rejeki dengan Siagian yang sudah berlangsung sejak 2015.
Sri Rejeki merupakan pelapor yang mengklaim memiliki hak tanah yang ditempati Siagian yakni tanah seluas 80 meter persegi yang berada di pinggiran DAS Kali Tuk.
Konflik ini semakin meruncing pada 2024.
Siagian dilaporkan ke Polrestabes Semarang terkait penyerobotan tanah oleh Sri Rejeki.
Baca juga: Ikuti Tren TikTok Kibarkan Bendera One Pice, Pemuda Asal Tuban Didatangi Aparat: Suka Banget Anime
Baca juga: Viral Video Perayaan Ulang Tahun Syahrini, Gelar Pesta Mewah dengan Kue Megah
Pada salinan keputusan Pengadilan Negeri Semarang per 17 Juli 2025, Siagian divonis bersalah melakukan tindak pidana memakai tanah tanpa izin sehingga dikenakan hukuman pidana penjara selama tiga bulan.
Hakim memutuskan pula Siagian tidak perlu menjalani putusan pidana itu kecuali melanggar masa percobaan selama 6 bulan.
"Saya mengajukan banding atas putusan itu pada 23 Juli 2025," terang Siagian.
Dia mengajukan banding karena merasa membeli tanah itu dari Zaenal Chodirin atau kakak kandung Sri Rejeki pada 1 Juli 2011.
Pembelian dilakukan secara mencicil tanpa akta jual beli, hanya ada bukti coretan tangan dari Zaenal Chodirin.
Zaenal telah meninggal pada 2022.
"Tanah dicicil dua kali, pertama Rp1 juta dan kedua Rp10 juta," ungkap Siagian.
Siagian mengakui, tanah yang ditinggalinya merupakan kawasan DAS.
Dia tidak sepakat bahwa tanahnya itu masuk ke sertifikat hak milik tanah atas nama Sri Rejeki.
"Batas tanahnya di tembok rumah yang bersebelahan dengan kamar kos milik pelapor (Sri Rejeki)."
"Kalau rumah saya sekarang itu masuk DAS, saya akui itu salah, begitupun banyak ratusan rumah yang lain tinggal di kawasan DAS," ungkapnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kuasa hukum dari pemilik lahan Sri Rejeki, Roberto Sinaga menyebut, sengketa tanah kliennya sudah berlangsung sejak tahun kemarin.
Sebelum masuk ke persoalan hukum sudah ada proses mediasi.
"Mediasi tidak ada titik temu, hingga masuk ke ranah pidana dan keluar putusan Pengadilan Negeri Semarang berupa vonis yang menyatakan terdakwa (Siagian) melawan hukum lalu mengajukan banding," terangnya.
Dalam menghadapi banding itu, Sinaga berharap kasus ini berjalan sesuai koridor hukum.
"Kami serahkan ke pengadilan," tandasnya. (*)
Baca juga: Fisik Pemain Kendal Tornado FC Sudah Oke, Stefan Keeltjes: Waktunya Fokus Matangkan Teknik
Baca juga: Hasil Tinjau Cek Kesehatan Gratis di SMPN 4 Surakarta, Respati Ardi: Banyak Siswa Alami Hipertensi
Baca juga: Tampang Pria Tak Berseragam Dinas Tapi Ngaku Polisi Minta Surat Kendaraan Pengunjung Mal
Baca juga: Menteri PPPA Soroti Kesehatan Gigi Anak saat Cek Kesehatan Gratis di SLB Semarang
Tampang H Penumpang Lion Air yang Teriak Ada Bom di Dalam Pesawat: Kau Tahu Saya Siapa? |
![]() |
---|
10 Fakta Dedi Mulyadi Vs Atalia Praratya, Soal Rombel 50 Siswa dan Sekolah Negeri di Jabar |
![]() |
---|
Ini Penyebab Pengantin yang Melewati Jembatan Sungai Pemali Brebes Harus Digendong |
![]() |
---|
10 Fakta Kematian Diva Favriani, Anggota Paskibraka yang Dirudapaksa Tetangga Sendiri |
![]() |
---|
"Saya Hanya Ingin Jualan Roti" Tita Bersyukur Pengadilan Boyolali Tolak Gugatan Mantan Kantor |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.