Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

HUT ke 80 RI

Warna-warni Budaya Nusantara Meriahkan HUT ke-80 RI di GMIS Semarang

Senin (18/8/2025), Gandhi Memorial International School (GMIS) Semarang terasa berbeda dengan rangkaian HUT ke-80 RI.

TRIBUNJATENG/Franciskus Ariel Setiaputra
JAJANAN NUSANTARA - Salah satu siswi Gandhi Memorial International School (GMIS) Semarang saat sedang memilih jajanan nusantara dalam rangkaian kegiatan HUT RI ke 80 di sekolah tersebut, Senin (18/8/2025) - Tribun Jateng/ F Ariel Setiaputra 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Senin (18/8/2025), Gandhi Memorial International School (GMIS) Semarang terasa berbeda dengan rangkaian HUT ke-80 RI.


Selain menggelar upacara dalam rangka memperingati HUT RI, GMIS merangkai perayaan kemerdekaan dengan cara yang unik.


Dalam perayaan yang melibatkan seluruh siswa dari TK hingga SMA, GMIS Semarang menampilkan peta Indonesia raksasa yang dihiasi foto-foto siswa beserta keluarga mereka yang berkunjung ke berbagai destinasi wisata di Indonesia.


Setiap kelas juga berpartisipasi dalam lomba door decoration bertema daerah Indonesia, memperlihatkan semangat kebersamaan, kreativitas, dan cinta tanah air. 


Setiap kelas mendapat tugas menghias pintu sesuai tema daerah Indonesia.

Ada yang menampilkan konsep rumah adat Sumba, NTT, kemudian Rumah Tongkonan Toraja, kemudian ada pula yang menampilkan kebudayaan Batak Sumatera Utara, budaya jawa, serta beberapa yang lain pula.


Selain itu, acara potluck jajanan khas Indonesia menjadi daya tarik tersendiri.


Para siswa membawa dan berbagi jajanan tradisional dari berbagai daerah seperti klepon, getuk, pempek, dan kue lapis, sehingga memperkaya pengalaman belajar tentang keberagaman Indonesia secara langsung.


Kegiatan ini tidak hanya mempererat hubungan antar siswa, tetapi juga membangun pemahaman lintas budaya yang menjadi salah satu nilai utama di sekolah internasional.


Wakil kepala Sekolah GMIS, Sandra The mengatakan bahwa rangkaian kegiatan telah berlangsung sejak seminggu sebelum upacara.


Siswa dari setiap kelas membuat dekorasi pintu bertema pulau-pulau di Indonesia, yang diawali dengan riset budaya daerah.


“Anak-anak harus memikirkan konsep, melakukan research, lalu mengeksekusinya menjadi hiasan pintu sesuai tema budaya daerah Indonesia.

Jadi mereka belajar sambil berkreasi,” ungkapnya saat ditemui disela kegiatan.


Kemeriahan semakin terasa dengan adanya kegiatan berbagi makanan tradisional dari berbagai daerah di Indonesia.

Menurut Sandra, momen ini dikaitkan dengan beberapa pembelajaran seperti Bahasa Indonesia, dan PPKN.


“Anak-anak yang bukan dari Indonesia jadi tahu makanan tradisional nusantara, mencicipinya, bahkan saling mengenalkan ke teman mereka.

Ada yang bilang, coba ini enak, atau ini tidak pedas.

Jadi sekaligus mengasah rasa ingin tahu,” ujarnya.


Adapun untuk foto-foto yabg ditempel pada sebuah peta besar yang dipasang di lobi sekolah, peta tersebut menjadi titik interaksi antar orang tua sekaligus bahan pembelajaran bagi siswa.


“Anak-anak kelas 1 misalnya, menghitung berapa keluarga GMIS yang pernah berkunjung ke lokasi wisata yang sama.

Jadi ada unsur matematika sekaligus membangun rasa komunitas,” tambah Sandra.


GMIS sendiri dikenal sebagai sekolah internasional di Semarang dengan 150 siswa dari 14 kewarganegaraan.


Suasana inklusif begitu terasa, dengan pengajaran enam agama termasuk Konghucu, lingkungan bebas bullying, serta perhatian pada kesejahteraan siswa.


Lewat perayaan yang menonjolkan sisi Bhinneka Tunggal Ika, merefleksikan bahwa meski berbeda-beda budaya, agama, dan bahasa, tetapi tetap satu dalam semarak merah putih.


Adapun salah satu murid GMIS kelas 7, Muhammad Raziq Hanan Julikhlas, tampak begitu antusias ketika ditanya tentang kesannya mendekorasi pintu kelasnya bertema nusantara.


"Menurutku lomba seperti ini bagus karena melatih kreatifitas.

Tentunya dapat pengetahuan tentang budaya Indonesia. Ini kami buat konsep rumah adat, tarian dan baju adat," ungkap Hanan, yang bersama rekan satu kelasnya melukis pintu kelas dengan nuansa budaya asal Tana Toraja, Sulawesi Selatan.


Sementara itu, salah satu guru,  Pupus Lirya Febriani menyampaikan jika dengan hadirnya kegiatan tersebut selain kreatifitas, juga dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dan kerjasama tim.


"Kerjasamanya kompak. Salah satu syaratnya menggunakan material bahan bekas. Jadi anak-anak membawa dari rumah.  

Disini ngecat, memotong bersama. Untuk proses kerjanya selama satu minggu ini, namun untuk tugasnya sudah sejak beberapa waktu lalu," kata dia.


"Siswa-siswi disini kan latar belakangnya berbeda bukan hanya beda suku atau beda pulau, tapi beda negara juga.

Kita mau anak-anak mengenal apa itu Bhineka Tunggal Ika. Meski berbeda asal usul tapi tetap sama," pungkasnya.

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved